Sunday, April 17, 2016

tour de Central Java (5/5)


... ...  Tidak lama, armada arah Prambanan datang, kali ini adalah Isuzu Elf medium. Posisi duduk kami gak berubah, Niar di belakang, Aku dan Nanda kembali duduk di depan. Pembawaan driver dalam membawa wisatawan juga tampaknya lebih ramah kali ini, lebih banyak buka mulut saat kami ajak ngobrol, tidak seperti driver saat berangkatnya.

---

Subhanalloh, inilah Prambanan yang waktu itu pas kelas enem SD cuman bisa aku lihat ujungnya dari dalem kereta api Sritanjung yang membawaku dari Jogja ke Banyuwangi. Luar biasa. Candi Prambanan atau yang juga biasa disebut dengan Candi Roro Jonggrang adalah candi Hindu terbesar di Indonesia dan dinobatkan oleh Unesco sebagai situs warisan dunia sebagai candi terindah dan termegah di Asia Tenggara, setidaknya itu yang dulu pernah dibilang oleh Pak Romli, guru mata pelajaran Sejarah pas di SMP. Tuh kan, Indonesia itu hebat, indah, punya semua-muanya.

Kami mulai eksplor kawasan Candi Prambanan, cuaca yang terik ditambah dengan backpack di punggung tidak menyurutkan langkah untuk menjelajah setiap bangunan candi. Banyak juga wisatawan hari Minggu ini, tak terkecuali wisatawan asing yang disibukkan dengan kameranya, mengagumi warisan dunia di tanah kami, tanah Indonesia.

Kami mulai keluar masuk ke tiap candi, naik turun dari satu candi ke candi yang lain. Ambil foto sana-sini, narsis dengan gaya ini itu, hehehe. Udah kayak anak muda ajah. Sampai akhirnya kami lelah.


Oh iya, di salah satu sudut, ada bagian atas salah satu candi yang tergeletak di tanah, ada di dalam pagar kecil, berikut dengan monumennya. Tenyata itu adalah bagian atas salah satu candi yang jatuh pada saat Jogja dilanda gempa beberapa tahun yang lalu.


Haduh Bro, ngelak aku, panase,,” (Haduh Bro, haus aku, panasnya,,).
Jarene lanang, mosok ra kuat, kalah karo Niar. Niar ae nggowo tas ra sambat, haha.” (Katanya laki, masa gak kuat, kalah sama Niar. Niar aja sambil bawa tas gak ngeluh, haha).
Sial, nek ono ngombe, kuat aku.” (Sial, kalau ada minum, kuat aku).

Niar cuman senyam-senyum denger obrolan kami. Di dalam komplek Candi Prambanan memang tidak ada orang jualan, tidak diperbolehkan. Aku setuju, karena bisa meminimalisir sampah. Kami juga gak tau akan hal itu, tau gini tadi kita ngebekel minuman, bawa tas ini kitanya.

Yaudah, daripada nanti Nandanya pingsan, kita sudahi aja trip Prambanan kali ini, lagian waktunya juga udah mepet ke jam satu. Keluar dari komplek Candi Prambanan, tujuan kami adalah ibu-ibu pedagang minuman. Nanda dan Niar beli air mineral di seorang ibu-ibu penjual sebelah kanan, sedangkan aku beli di ibu yang ada di sebelah kiri. Nanda milih air mineral dingin, sedangkan aku yang biasa ajah, takut sakit karena abis panas-panasan masa minum es. Gimana dengan Niar? Tangannya memegang botol air mineral dingin, dia bingung, noleh ke arahku sebentar, ngeliat air mineralku yang gak dingin, terus berbalik lagi ke ibu penjual, nukerin air dinginnya dengan air mineral biasa, hehehe. Dia kan lagi batuk, gak boleh minum es.

---

Kami bertiga masih sempet duduk-duduk dulu ngadem di bawah pohon. Menikmati segernya angin yang berhembus semilir sambil ngabisin air mineral yang tadi kita beli. Kukeluarkan handuk kecil dari dalam backpack untuk ngelapin keringet di badan.

Awakmu nggowo-nggowo anduk koyok tukang becak wae.” (Kamu bawa-bawa handuk kayak tukang becak ajah).
“Hahaha.”
Becakku ancen tak parkir ning ngarep kono, hahaha.” (Becakku emang aku parkirin di depan sana, hahaha).

Sambil mengusir lelah, kami bertukar foto hasil jepretan kamera hp masing-masing. Sampe ratusan loh foto-foto yang kami hasilkan, narsis juga ternyata, hahaha. Dari tempat duduk ini kami juga bisa ngeliatin pengunjung yang baru saja keluar beres nikmatin Candi Prambanan. Kami emang duduk-duduk di sepanjang jalur exit kawasan Candi Prambanan.

Kirim-kiriman foto via Bluetooth masih belom juga beres, tapi jam udah mau deket ke waktu kepulanganku, kamipun jalan ke luar, kembali ke arah agen. Nah, di pintu keluar kawasan Candi Prambanan, kami sempet ditawari buat naik delman wisata, cukup 10.000 saja harganya. Aku sih pengen ngerasain naik sebenernya, tapi Nandanya gak mau, takut kuda kayaknya dianya, hahaha.

---

Sudah ada banyak bis di depan agen. Sebelumnya juga udah diberangkatin satu armada Pahala Kencana Jogja-Denpasar. Karena banyaknya bis di sini, maka pantas aja kalau daerah ini disebut sebagai terminal, terminal Prambanan. Padahal cuman bis-bis yang parkir di depan agen nunggu penumpang. Terlihat ada armada Bayu Megah, Sinar Jaya, Pahala Kencana putih arah barat yang entah tujuan mana, dan juga satu unit Kramat Djati livery oren. Haryanto belum terlihat.


Kami bertiga duduk di dalam ruang tunggu agen. Nanda dan Niar masih nungguin aku sampe ntar berangkat katanya. Mereka rencananya akan balik ke Solo pake kereta Prambanan Ekspress yang berangkat jam tiga sore. Ya udah, kami sibuk dengan hp masing-masing sambil nunggu armada Haryanto yang belum juga dateng.

Gak lama setelah itu, akhirnya dateng juga armada Haryanto HM-141. Bis berjuluk Star Queen itu tampak gagah dengan baju Zeppelin Gyga2 dari karosari asal Madiun, Gunung Mas. Zeppelin ini kalau menurutku gak jauh beda dengan New Setra punya Adi Putro, cuman sepertinya bagian depan Zeppelin lebih aero-dinamis kalau menurutku.


Pemilihan Gunung Mas sebagai karoseri Haryanto ini juga sempet memicu pertanyaan besar di kalangan manianya. Mengapa perusahaan besar sekaliber Haryanto akhir-akhir ini lebih sering make karoseri Gunung Mas yang masih kehitung perusahaan karoseri baru, gak ke Adi Putro seperti biasanya. Bahkan dalam ajang Pameran IIBT 2016 di Jakarta beberapa waktu yang lalu, Gunung Mas menampilkan Zeppelin Gyga2 punya Haryanto sebagai pajangannya.

Menanggapi banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang mengalir ini, Mas Rian Mahendra selaku penerus dari owner PO. Haryanto menulis di akun Facebooknya untuk Haryanto Mania:

Banyak orang bertanya dan berfikir bahwasanya karoseri yang satu ini gak layak nempel di jet-jet tempur HR, bahkan banyak pengusaha-pengusaha lain heran kenapa HR yang notabene-nya adalah customer setia Adi Putro mau dan mempercayakan beberapa unitnya ke karoseri ini. Sebagai pengusaha jasa transportasi, kita selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi para pengguna jasa kita, kita tetep dominan di Adi Putro kok karena Adi Putro itu bener-bener luar biasa. Belasan tahun jadi pelanggan Adi Putro, kami bener-bener terlayani dengan baik tanpa ada keluhan sedikitpun. Tapi kadang banyak faktor X yang kalian gak tau, Adi Putro kadang lagi penuh, kadang juga kitanya lagi butuh cepet kala kita lagi produksi massal, atau kadang juga keadaan dompet lagi cekak gak kuat beli ^O^. Jadi kita tetep butuh karoseri cadangan yang nggak asal-asalan kala kondisi ke Adi Putro gak memungkinkan buat kita. Jadi buanglah pikiran-pikiran busuk kalian tentang hal yang satu ini. Karoseri yang dinilai baru ini bener-bener layak kok buat dapet kepercayaan kalian”.

Begitulah, kadang kita sebagai konsumen cuman bisa melihat dari luar saja tanpa tahu bagaimana kondisi management perusahaan. Yakinlah bahwa mereka sebenernya selalu dan akan sangat mengutamakan kenyamanan pelanggannya, apalagi untuk PO sekaliber Haryanto.

Aku segera masuk ke dalam bis, aroma wangi parfum dan udara dingin AC segera aku rasakan, menggantikan teriknya panas di luar. Kuletakkan backpack di bagasi atas, kemudian duduk di seatku sesuai tiket. Sebelumnya, aku sempetin buat salam-salaman sama Nanda dan Niar, juga saling bertukar terima kasih. Mereka akan langsung ke halte Trans Jogja buat ke Stasiun Tugu, katanya. Dari dalam kabin, kulihat keduanya berjalan beriringan sampai akhirnya hilang berbelok ke Kanan.

Terima kasih kawan buat dua hari yang indah ini, dua hari yang gak akan terlupakan. Semesta menjadi saksi bahwa kita bertiga pernah jalan bareng, menginjakkan kaki kami di sini, di bumi budaya, Jogjakarta. Diikat menyatu dalam sebuah satuan persahabatan yang tiada batas.

---

HM-141 yang akan membawaku ke Cirebon ini menaikkan empat penumpang dari agen Prambanan. Kuamatai interior bis, deretan kursi hasil pabrikan Hai berderet dengan selimut yang tersampir di masing-masing sandarannya. Louver AC dan lampu yang digunakan mirip dengan yang dipake oleh Gunung Harta GH-039, juga sama persis dengan barisan Led yang berwarna biru. Bagaimana dengan dapur pacu? HM-141 ini menggunakan Hino RK8 R260 sebagai tenaga penggeraknya. Mesin yang mayoritas memperkuat jet-jet darat Haryanto, tak perlu diragukan lagi perfomanya.


Ini adalah pengalaman pertamaku dengan PO milik Pak Haji Haryanto yang berkantor pusat di Ngembal, Kudus ini. Akan kujajal sendiri, membuktikan rumor di luaran sana bahwa Haryanto adalah bis banter, lebih dari bis-bis yang lain. Kita lihat saja malam ini.

Driver 1 segera menginjak gas, Haryanto HM-141 Star Queen diberangkatkan dari Prambanan. Driver 1 ini masih muda dengan badan gempal, tipikal orangnya cenderung murah senyum dan banyak ngobrol sama kru. Haryanto melaju di jalanan kota Jogja, Hino R260 ini sudah dipaksa menampakkan keperkasaannya walaupun belum maksimal. Haryanto Prambanan ini tidak langsung berangkat menuju Prapanca sebagai tujuan akhirnya, melainkan harus banyak mampir di agen-agen terlebih dahulu.

Pemberhentian berikutnya adalah terminal Klaten. Menaikkan beberapa penumpang di sini. Salah satunya adalah mas-mas yang duduk di seat 1A. Partner dudukku ini mengaku dulunya adalah pelanggan Rosalia Indah yang akhirnya beralih menjadi pelanggan Haryanto, karena bisa diandalkan dalam hal kecepatan, katanya. Mas di sebelahku ini lumayan sering bolak-balik Klaten-Cikopo, selalu dengan armada ini. Mas nya bilang, dalam keadaan telat pun, HM-141 ini bisa nurunin saya di Cikopo jam 2.00. Sadis.

Bergerak meninggalkan Klaten, Haryanto ini diarahkan untuk menuju terminal Kartasura. Di terminal ini, rupanya sudah ada beberapa armada Haryanto, terlihat ada HR 56 Red Devils dengan strobonya, bertuliskan Dedicated to my Indonesia di kaca bagian samping, juga ada HR 109 berjuluk New Viguran, HR 52 Tombo Ati, dan 1 HR lagi yang aku gak sempet lihat detailnya.

Di terminal ini aku sempet turun karena pas aku tanya ke kru, Haryanto bakal berhenti cukup lama di sini. Lumayan ada waktu buat ke kamar mandi, beli minum, juga nyobain sate ayam yang banyak dijajakan di terminal ini. Terlihat banyak juga penumpang yang ikut turun, ikut makan sate ayam. Hehe.


Setelah urusan paket dan segala rupa beres, beberapa armada Haryanto diberangkatkan bersamaan, terlihat seperti konvoi meninggalkan terminal Kartasura. Aku coba hubungi Nanda via WhatsApp.

Tekan ndi awakmu, Nda?” (Nyampe mana kamu, Nda?).
Keretone JAM ENEM, Bro!!! Sing jam 3 wis entek. Awakmu wis tekan Cirebon durung?“ (Keretanya jam enam, Bro. Yang jam 3 udah abis tiketnya. Kamu udah nyampe Cirebon belom?).
Hahaha, lagi tekan Kartasura iki, Nda. Lha trus awakmu nandi disik? Aku wis turu-turu iku ndik njero Bis.” (Hahaha, baru nyampe Kartasura ini, Nda. Lha trus kamu kemana dulu? Aku udah tidur-tiduran ini di dalam bis).
Awakmu lho pokok bokonge dikipasi wes cepet turu, oponeh di AC ni. Iki aku ning Malioboro, turu-turu ning kloso.” (Kamu loh asal pantatnya dikipasin juga udah cepet tidur kok, apalagi kalo pake AC. Ini aku lagi di Malioboro, tidur-tiduran di tiker).

Hahaha, Nanda gila. Tenyata dia kehabisan tiket Prameks yang jam 3, jadi harus ambil keberangkatan berikutnya yang jam enam Sore. Sebenernya bisa aja sih mereka naik bis, tapi Nanda udah kadung janji ke Niar buat ngajak dia naik kereta, maklum Niar belom pernah naik kereta katanya. Hahaha.

Haryanto melaju ke arah Terminal Boyolali. Lumayan banyak juga pelanggan setia armada ini. Selalu ada aja penumpang yang naik di tiap agennya. Oh iya, selama di perjalanan maupun di terminal, fenomena yang selama ini cuman bisa aku baca dan liat di sosial media, kali ini aku dapati sendiri, fenomena bocah -bocah yang hunting foto maupun video bis di pinggir jalan, mengemis klakson telolet juga kedipan lampu jauh ke driver bis. Yampun, mereka ini sebenernya ngerti gak yah sama apa yang diperbuatnya, atau hanya tiru-tiru rekan seniornya saja? Keep safety yah adhek-adhek.

Keluar dari terminal Boyolali, Haryanto yang aku tumpangi, jalan lagi ke arah terminal Salatiga, terminal Tingkir. Sumpah, walaupun masih harus berhenti-berhenti, itu gak ngurangi Driver buat jalan cepat, gas selalu dibejek dalam-dalam. Memaksa dapur pacu mengeluarkan tenaga maksimalnya.

Lepas dari terminal Salatiga, beberapa Haryanto berbelok mengarah masuk via Tol Bawen. Tapi tidak dengan HM-141 yang aku tumpangi, gak masuk tol karena harus menaikkan penumpang di agen terminal Ungaran. Sampai di sini, semua seat sudah terisi, bahkan CD juga ada penghuninya, menyisakan satu seat di 3A. Menurut beberapa blog yang aku baca, okupansi penumpang Haryanto Prambanan memang selalu bagus, hampir selalu penuh tiap harinya. 1 seat di 3A ini juga bukan kosong, tapi buat jatah penumpang agen Kalibanteng. Yampun.

Bis diarahkan masuk ke tol Tembalang. Di sini mas Driver nyerobot antrian panjang kendaraan yang mengantri di gerbang tol, sambil bilang ngapunten nggih, ngaputen.. (Maaf yah, maaf..). Hahaha. Menurut pendapatku pribadi, Haryanto ini gak hanya jalan cepat, bukan ngebut, tapi juga ngoyo, di mana ada celah buat overtake kendaraan depannya, selalu saja diambilnya kesempatan itu oleh sang driver. Jalan dengan kecepatan di atas 100 KmpH di jalan raya non Tol sepertinya adalah hal yang sangat biasa. Satu hal yang aku kagumi, mas driver mempergunakan isyarat sein dengan sangat baik, hal ini memudahkan pengguna jalan lain terntunya untuk melihat pergerakan kendaraan besar ini. Oh iya, tadi sebelum masuk tol, mas kru membagikan snack buat penumpang. Isinya standar bis malam lah, sebungkus roti isi, satu cup air mineral ditambah dua bungkus permen.


Di dalam tol, Haryanto lari makin kesetanan, aku bingung karena gak tau bagaimana kebijakan manajemen terkait dengan pengisian Solar. Apakah los, atau mungkin jatah. Tapi kalo pake sistem jatah, kok para driver ini gak eman yah dengan Solarnya. Satu lagi, aku baru nyadar ternyata dari tadi tidak terdengar suara per suspensi dari armada ini. Senyap. Apakah armada ini menggunakan suspensi udara? Kok gak ada tulisannya tapi? Padahal kalo emang beneran iya, itu kan termasuk nilai yang bisa dijual ke konsumen.

Sepanjang perjalanan dari Prambanan tadi, Musik sebagai hiburan di armada ini terus dinyalakan, tapi sayang dua unit televisi di tengah dan di depan tidak dapat berfungsi, kru sudah coba memperbaiki, sepertinya ada masalah di kabel sehingga keluaran dari player tidak dapat ditampilkan di masing-masing televisi. Tapi perbaikan tak juga menunjukkan hasil, akhirnya kru pun menyerah dan memohon maaf ke penumpang atas ketidaknyamanan ini. Salut.

Keluar di gerbang tol Manyaran berbelok ke Kanan arah agen Kalibanteng karena harus menaikkan satu penumpang lagi di sini, penumpang terakhir penghuni seat 3A.

Handphone berbunyi, ada pesan WhatsApp masuk, dari Nanda ternyata.

Iki aku wis tekan kantor, Bro.” (Ini aku udah nyampe kantor, Bro).
Aku lagi tekan Kalibanteng iki, ngene iki selonjoran karo leyeh-leyeh koyone penak yo Nda?” (Aku baru aja nyampe Kalibanteng ini, gini ini selonjoran sambil tidur-tiduran kayaknya enak banget yah Nda?).
Penak bianget.” (Enak bangeeet).
Maturnuwun dua hari iki, Nda. Maturnuwun pisan nang Niar, sepurane wis akeh ngerepoti kalian berdua, misale aku ono utang, ngomong wae yah.” (Makasih buat dua hari ini, Nda. Makasih juga buat Niar, maaf udah banyak ngerepoti kalian berdua, kalo missal aku ada hutang, ngomong aja yah).
Dilokne Niar halah lebay loh, Bro. Biasa wae, santai, sing penting awakmu seneng, sehat, hehehe.” (Diejekin Niar dibilang lebay loh, Bro. Biasa ajah, santai, yang penting kamunya seneng, sehat, hehehe).
Ora lebay iki, lha wingi selama jalan-jalan pengeluarane ra jelas, pokok ngetokno duwit, dadi ra penak, haha. Sing gak penak neh pas mau nang Prambanan, aku iso ra mbayar i loh.” (Bukan lebay ini, lha dari kemarin selama jalan-jalan pengeluarannya gak jelas, pokok ngeluarin uang aja, jadi gak enak, haha. Yang bikin gak enak lagi pas tadi di Prambanan, aku nggak bayar loh).
Ben gapopo Bro, mben ae nek aku dolan Cirebon traktiren nang Pak Min, Hahaha.” (Biarin gapapa, Bro. Ntar aja kalo aku main ke Cirebon, traktir di Pak Min yah, Hahaha).
“Hahaha”.

---

Haryanto terus melaju dengan kecepatannya yang bikin aku gak bisa tidur, beneran asyik duduk di hotseat kali ini. Menikmati laga Pantura yang sebenernya. Selap-selip di kerumunan kendaraan, menjuarai beberapa bis malam yang sama menuju arah Barat. Sampai akhirnya berbelok ke sebuah SPBU di daerah Gringsing. Sepertinya ini SPBU langganan Haryanto, banyak banget armada HR yang minum di sini. Mengisi bahan bakar untuk kembali mengaspal di jalanan pantura.

Beres minum, HM-141 kembali dijalankan, tidak jauh dari SPBU, driver menyalakan sein kanan, sekaligus menyelakan lampu kabin. Bis berbelok ke Kanan, diarahkan menuju rumah makan pribadi, Menara Kudus. Ya, hanya Haryanto yang service makan di sini.

Ini adalah pengalaman pertamaku dijamu Haryanto. Keren loh service makannya, tidak seperti bis-bis malam kebanyakan. Di sini, makanan dihidangkan prasmanan dengan ragam menu yang bisa dipilih, persis seperti di acara resepsi pernikahan. Ada tiga menu yang disediakan malam itu, nasi goreng dengan lauk telor ceplok lengkap dengan irisan mentimunnya, ada juga nasi soto, pilihan yang terakhir adalah nasi rames dengan lauk utama ayam goreng. Luar biasa.

Aku sendiri pilih menu nasi goreng. Rasanya diluar bayangan, enak. Tidak seperti rasa makanan rumah makan service bis malam pada umumnya. Yang ini bumbunya berasa.  Beres makan, beres urusan kamar mandi, beres juga urusan ibadah Magrib yang kusatukan dengan Isya. Overall, rumah makannya bersih, toiletnya bersih, mushollanya pun bersih dan luas.

---

Di dalam kabin, aku membahas menu service makan tadi dengan partner duduk di sebelah. Dia yang selama ini menjadi pelanggan HR mengaku puas dengan pelayanan service makan HR, walaupun masih kalah kalau dibandingkan dengan service makan Rosalia Indah, katanya. Rosalia Indah masih nomor satu buatnya. Mas nya juga sempat bilang, lepas service makan ini, adalah pertarungan HR yang sebenernya, tidak seperti tadi yang hanya pemanasan. Hah?

Benar saja, Haryanto di tangan driver 2 ini tampak mosak-masik di jalanan. Driver 2 ini sepertinya lebih senior, baik dalam pembawaan maupun dalam hal usia. Mas kru juga jadi pake bahasa kromo kalau berbicara dengan driver 2 ini, tidak seperti saat dengan driver 1 yang menggunakan bahasa ngoko.

Tanjakan Plelen adalah saksi bisu pertama bagaimana armada ini mengasapi beberapa pesaingnya sesama makhluk jalanan bertubuh bongsor. Sebut saja ada Harapan Jaya yang seperinya bermesin intercooler MB 1521,  Rosalia Indah, Pahala Kencana, Bis Pariwisata yang aku gak tau namanya, juga armada Coyo Patas jurusan Semarang-Cirebon. Hino RK8 R260 tampak garang di trek ini, spesialisasi tanjakan dan responsibilitas yang cepat, juga tangan dingin sang driver membuatnya menjadi jawara malam ini.

Masih banyak bis yang harus mengakui ketangguhan Haryanto 141 malam itu sepanjang pantura, semuanya dipaksa harus menghirup asap knalpot armada Pak Haji ini. Rasa kantuk mulai menyerang, akumulasi dari rasa kenyang dan juga capek setelah tadi seharian jalan kaki muter-muter sepertinya baru berasa.

Entah beberapa kali aku tertidur, bangun lagi, tidur lagi, bangun lagi, sampai akhirnya Haryanto terpaksa berhenti di tengah kemacetan panjang di daerah Pemalang-Tegal. Haryanto mati kutu di sini. Kemacetan benar-benar stuck, ditambah posisinya yang berada di lajur sebelah kiri, membuatnya makin tak bisa lagi menunjukkan taringnya. Sein kanan terus dinyalakan, berharap bisa mengubah posisi dari lajur kiri menuju lajur kanan. Bergerak merayap dengan sangat lambat, sampai akhirnya bisa juga berada di lajur kanan, bersisian dengan separator yang membelah jalur arah Barat dan arah Timur. Wah, jangan-jangan?

Tepat seperti dugaanku ternyata, begitu ada celah di separator, HM-141 buka jalur, ngeblong kanan menggunakan jalur sebailknya. Lampu jauh dimainkan driver sebagai isyarat bahwa armadanya berada di jalur melawan arus yang tak semestinya. Begitu juga dengan air horn yang terus menerus dibunyikan. Entah, apakah di belakang ada yang ngikutin aksi ini atau enggak. Kemacetan ternyata mengular sangat panjang. Banyak banget bis malam yang saat itu terjebak di tengah-tengah kemacetan. Haryanto sepertinya berteriak bebas penuh kemenangan.

Pemicu kemacetan ternyata adalah sebuah insiden laka, Armada Jaya Perkasa mengalami musibah malam itu, nabrak rumah penduduk yang posisinya di pinggir jalan, membuat bodi bongsor bis livery putih itu melintang di sebagian badan jalan sehingga menghambat lalu lintas arah barat. Lolos dari kemacetan, driver kembali mengarahkan armadanya ke jalur yang benar, tampak ada beberapa polisi yang malam itu berdiri berjaga di sekitar lokasi kecelakaan, hanya memandang ke arah armada kami tanpa bisa melakukan apa-apa.

Sumpah keren ini, menjadi yang perdana buat ngeblong ambil jalur lawan, duduk di seat depan. Sebuah pengalaman yang berharga. Seperti saat menaiki armada Nusantara NS-99 Bandung-Kudus beberapa waktu yang lalu.

---

Tepat pukul 23.00, aku turun di exit Tol Palimanan. Kuucapkan pamit ke mas-mas seat sebelah. Tak lupa juga ucapan terima kasih yang begitu tulus untuk Bapak Driver dan kru yang malam ini sudah membawaku dengan selamat, plus cepat sebagai bonus menuju Cirebon. Lambaian tanganku begitu turun dibalas oleh suara klakson ramah dari bapak driver. Hati-hati di jalan Pak, semoga lancar sampe Prapanca.

Perjalanan menuju kosan kuteruskan dengan jasa ojek. Mampir ke Indomaret sebentar buat beli minuman dingin. Akhirnya nyampe juga. Kukirim kabar via WhatsApp ke orang tua, juga Nanda kalau aku udah nyampe kosan dengan selamat. Mengakhiri tour de Central Java ini dengan penuh kesan dan kebahagiaan yang memuncak, puas.

---

Sampai pagi menjelang siang, pesanku ke Nanda gak juga dibaca, yaudah aja aku hubungi Niar via BBM.

Aku wasap Nanda urung di read-read, durung tangi paling, hahaha.” (Aku wasap Nanda belom juga di read-read, belom bangun mungkin, hahaha).
Ketoke durung Mas, biasa, ngerti dewe tangine jam piro, hehe. Makasih yo Mas wingi piknike.” (Sepertinya belom Mas, biasa, tau sendiri jam berapa bangunnya, hehe. Makasih ya Mas kemarin pikniknya).
Hahaha, aku sing kudune makasih, tamu kok ngerepotno. Aku wingi gak penak, tiket masuk prambanan sik mengganjal iki.” (Hahaha, aku yang harusnya terima kasih, tamu kok ngerepotin. Aku kemaren ngerasa gak enak, tiket masuk Prambanan masih mengganjal ini).
Ora opo-opo Mas, kan yo jarang, tamu kudu di ramut, hehe. Pegel-pegel po ra iku sikile?” (Gak papa Mas, kan juga jarang-jarang ini, tamu harus diurus, hehe. Pegal-pegal gak itu kakiknya?).
Hahaha, wis biasa. Lha wingi mulih bengi wani? Diterno Nanda? Lek ra diterno ngko tak senenane arek’e, hahaha.” (Hahaha, udah biasa. Lha kemaren pulang malem berani? Dianterin Nanda? Kalau gak dianterin ntar aku marahain aja anaknya, hahaha).
Wani lah aku, jik jam semono wae lho.” (Berani lah aku, masih jam segitu aja kok).
Widiih, wonder woman ancene. Maturnuwun yo pokok’e, ojok kapok. Sikil njarem-njarem ora?” (Widih, emang beneran wonder woman. Makasih ya pokonya, jangan kapok. Kaki berasa njarem-njarem gak?).
Sami-sami, Mas. Ora kapok’an og aku. Wing wis langsung tak balesemi tekan omah, antisipasi. Dadi saiki aman-aman wae.” (Sama-sama, Mas. Nggak kapok’an kok aku anaknya. Kemaren udah langsung aku balurin balsem begitu nyampe rumah, antisipasi. Jadi sekarang aman-aman ajah).
Wahaha, koyok iwak sebelahe kosane Nanda lha an dibalsemi?” (Kayak ikan di sebelah kosannya Nanda donk dibalurin balsem?).
Wah ngerti wae lho cerito iwak dibalsemi, hahaha.” (Wah, tau juga ternyata cerita ikan dibaluri balsem, hahaha).
Ngerti laah, kan malam bulan madu kita berdua wingi penuh dengan obrolan dan cerito-cerito, hahahaha.” (Tau laah, kan malam bulan madu kita berdua kemaren penuh dengan obrolan dan cerita-cerita, hahahaha).
Oiyo kae kalian bar bermalam bulan madu ya, wkwkwk.” (Oh iya, kemaren kalian baru aja bermalam bareng bulan madu yah, wkwkwk).

---

Itulah, makasih Nanda, makasih Niar, makasih banget buat dua hari yang super keren kemaren. Makasih udah jadi partner yang asyik sepanjang trip kemarin. Jangan kapok yah kalau suatu saat kita ada plan ngetrip bareng lagi. Aku tunggu kedatangan kalian di Cirebon. Aku ajakin kalian berdua makan sup ayam Pak Min cabang Prambanan di sini ntar nya. Main-mainlah ke sini. Gantian, giliran aku yang jadi tuan rumah, ngelayani kalian. Gantian, aku yang jadi tour guide-nya. Hehehe.

Terima kasih juga Indonesia. Terima kasih negeriku tercinta, atas segala suguhan dan keindahan alamnya yang begitu mempesona. Merasa bangga bisa menjadi bagian dari sebuah negeri yang besar, negeri yang indah, negeri yang rupawan. Tetaplah selalu dalam pelukan semesta, masih akan ada banyak hari di depan untuk kembali menikmati pesonamu, di penjuru nusantara yang lain.

Sebuah cerita baru saja tertulis abadi tentangmu, Indonesia. Agar semuanya tau bahwa negeri ini layak dikunjungi. Agar dunia tau bahwa Indonesiaku menyimpan segala pesona khas Ibu Pertiwi. Lengkap sepaket dengan keramah-tamahan penduduknya. Kutitipkan keindahan itu tidak hanya untuk aku, tapi juga untuk anak-anakku, kelak.