Saturday, October 3, 2015

Trip Hari Merdeka (3 - Habis)

Demi meneruskan report Trip Hari Merdeka ini, biarlah gambar yang menjelaskan semuanya. Hehehe, Males ngetik panjang lebar sih sebenernya.

Yang jelas, perjalanan malam itu cukup mengasyikkan. Kemacetan panjang di daerah Tegal bukan halangan buat NS-99 untuk takluk di peredaran pantura. Inisiatif Driver untuk buka jalur dengan contra flow diikuti oleh beberapa bis lainnya. Kami sampai di garasi Getas sekitar pukul setengah lima pagi.

Aku dan Lisanan jalan ke arah masjid di sebelah garasi Nusantara yang sepagi itu sudah sangat sibuk menggeliat dengan aktifitas rutin harian. Selain sholat shubuh, kami sempatkan juga untuk mandi, mengubah rencana awal. Awalnya kami berencana untuk mandi di Masjid Agung Kudus, berhubung di sini ada kamar mandi yang bersih, kita mandi aja di sini.

Perjalanan kami lanjutkan dengan jalan kaki menuju pusat kota, ke alun-alun. Jalanan Kudus pagi itu masih sangat sepi sekali. Bener-bener sepi malah.


Kami teruskan langkah kaki sampai ke alun-alun. Ternyata masyarakat terkonsentrasi di sini. Car Free Day dimanfaatkan warga Kudus untuk berolahraga atau sekedar berwisata kuliner dengan banyaknya penjual makanan di sana.


Jalanan alun-alun benar-benar penuh, begini kondisinya di depan Landmark Tiga Unsur Kudus.


Penampakan Masjid Agung Kudus yang ternyata ditutup. Bersyukur kami tadi sempatkan mandi di masjid deket garasi, kalau tidak, sampai sini ZONK.


Lanjut lagi, sambil nyari sarapan. bergantian narsis di perempatan di bawah penunjuk Jalan Sunan Kudus.


Setelah sarapan dengan nasi pecel dengan harga yang murah meriah, lanjut jalan lagi ke Komplek Makam Sunan Kudus. Beginilah suasana jalan masuk ke Makam Sunan Kudus pagi itu. Masih sepi dari peziarah.



Berbekal tanya-tanya ke Bapak petugas Dishub yang bertugas di terminal dengan komplek Makam Sunan Kudus, kita lanjut perjalanan ke Colo, menuju Makam Sunan Muria. Perjalanan ini menggunakan angkot warna kuning dengan jarak yang jauuuuuh banget. Sampai di kawasan Makam sunan Muria, perjalanan dilanjut dengan ojek.


Ojek di sini ngebut bukan main, jalan yang menanjak dan berkelok-kelok bukan hambatan untuk driver ojek menurunkan laju kendarannya. Sumpah ini pertama kalinya kami naik motor se-ekstrim ini.

Suasana Makam Sunan Muria siang itu bener-bener padat, sangat ramai. Kami urungkan niat berjalan lebih dekat ke Komplek Makam karena memang benar-benar ramai pengunjung, maklum liburan katanya.



Kami kembali turun naik ojek. Komplek Makam Sunan Muria memang berada di atas bukit. Kami teruskan perjalanan menuju Jepara. Uniknya, angkot yang kami naiki pada waktu berangkat ke Colo, adalah angkot yang sama dengan angkot yang kami naiki sekarang saat perjalanan ke sub terminal Jetak. Pak Supirnya pun masih sama, dan beliau mengingat kami. “Loh, kok udah pulang aja, kalian ziarah apa cuman main kok cepet banget?” Tanyanya kepada kami.

Kami turun di depan Ramayana, oper angkot warna ungu menuju sub terminal Jetak. Dari sub terminal Jetak, kami harus menaiki bus medium dengan body tua. Sebelumnya, saat di terminal Makam Sunan Kudus, petugas Dishub yang kami tanyai berpesan, kalau mau ke Jepara dari sub terminal Jetak, cari bus medium dengan plat nomor K XXXX CX (misalnya: K 1234 CA), jangan yang K XXXX XX (misalnya: K 1234 BA) karena bus dengan nopol akhir C akan langsung ke terminal Jepara, sedangkan bus dengan nopol akhir selain C, akan dioper, karena tidak sampai ke Jepara.

Masalah pun datang saat kami baru turun dari angkot ungu di sub terminal Jetak. Ransel Lisanan langsung diangkut oleh kenek bus medium yang saat itu memang ngetem di sana. Kami tidak bisa berbuat banyak. Aku udah maksa buat tidak naik bus tersebut karena kulirik nopol belakangnya bukan C, melainkan B. Tapi sang kenek ngotot bilang bahwa bus ini ke Jepara, gak akan dioper. Aku masih kekeuh nanya ke kenek dengan nada tinggi, “Beneran gak dipoer? Awas aja yah sampai kami dioper.”

Kami berdua pun naik di seat depan, sebelah driver, saat itu sudah ada satu orang di sana. Ditambah kami, jadi seat depan terisi tiga orang penumpang. Benar-benar sempit. Kondisi bus yang sudah sangat tua dan dipaksa jalan sangat terlihat di sini. Sempat terpikir bagaimana kendaraan umum sebagai akses ke tempat wisata sekelas Jepara dengan Karimun Jawa-nya bisa seterpuruk ini kondisinya? Lah kalau ada bule mau ke Jepara dari Kudus, naik angkutan transportasi yang model gini, apa ya gak malu kita sebagai Bangsa Indonesia?

Selama perjalanan, sang kenek terus-terusan nagih ongkos, aku bilang aja uangnya di saku celana, susah diambil karena sempit. Padahal ini taktik, aku akan bayar ongkos, nanti ketika bener-bener sudah nyampe di terminal Jepara. Ditagih lagi, alesan susah ngambil uang lagi. Ditagih lagi, alesan gitu lagi.

Dan akhirnya memang bener, di suatu daerah entah di mana, kami semua penumpang tujuan Jepara dioper ke bis medium lain. Aku sempat adu mulut dengan sang kenek. “Katanya gakan dioper? Gimana sih?”. Sang kenek berdalih bahwa armadanya akan dipakai buat jemputan sekolah. Dengan masih bersungut, tanpa kutatap dan sambil berjalan ke bus operan, kubayar ongkos kami.

Inilah potret transportasi yang mungkin harus dibenahi, transportasi menuju kawasan wisata harusnya bersih dari aksi tipu-tipu dan dibuat senyaman mungkin, karena tidak menutup kemungkinan bukan hanya tamu lokal yang menjadi korban, apa jadinya kalau kejadian tersebut menimpa tamu asing? Malu.

Aku dan lisanan, beserta penumpang lain masuk ke bus operan, tak kalah tua penampilannya.


Sampai juga kami di terminal Jepara yang lokasinya sudah berada di dekat pantai. Kami langsung ditawari jasa becak menuju Pantai Kartini. Oke kami terima. Suasana Jepara sangat terik siang itu. Masuk kawasan Pantai Kartini, di gerbang loket kami diharuskan bayar tiket masuk, tapi karena kami adalah tamu dari salah satu homestay di kawasan Pantai Kartini, kami masuk dengan gratis. Memang begitu aturannya. Pak Becak terus mengayuh becaknya membawa kami ke homestay yang sudah kami reservasi sebelumnya. Dan inilah homestay kami.





Homestay ini merupakan homestay yang paling banyak direkomendasikan oleh traveller, tempatnya memang benar-benar nyaman, cozy kalau bahasa sekarangnya. Crew-nya juga ramah. Harga pun tidak terlalu mahal.

Kami taruh barang-barang, cuci muka, dan keluar lagi dari homestay, saatnya explore kawasan Pantai Kartini. Kami makan siang terlebih dahulu di sebuah warung yang ada di deket homestay. Ini yang kami suka, walaupun berada di komplek wisata, penjual di sini tidak memasang harga tinggi untuk item yang dijualnya. Semua pedagang menerapkan hal sama.

Perjalanan explore kawasan wisata ini kamu lanjutkan menuju Pulau Panjang melalui dermaga Sapta Pesona.






Penyeberangan memakan waktu tempuh sekitar 20 menit menuju Pulau Panjang. Tidak terlalu lama.





Menjelang petang, kami harus kembali ke Pantai Kartini. Kami pulang dengan kapal terkahir. Karena kapal terkahir, penumpang jadi sangat penuh. Ternyata tidak semua pengunjung Pulau Panjang pulang, banyak di antara mereka yang nge-camp di pulau ini, mulai mendirikan tenda.

Break. Istirahat. Lanjut Besok.

Pagi-pagi, kami kembali explore Pantai Kartini. Tidak mau kehilangan waktu sedikit pun. Kalau ngetrip jauh-jauh cuman buat di penginapan aja, ngapain ngetrip? Tujuan pertama kami adalah Pelabuhan Jepara yang katanya sudah sekitar seminggu tidak melayani penyeberangan ke Karimun Jawa karena faktor cuaca.






Tampak di belakang adalah Kapal Fery Siginjai rute Jepara-Karimun Jawa yang konon sudah seminggu bersandar, menunggu izin berlayar. tampak beberapa traveller lokal maupun asing yang “keleleran” di sekitaran pelabuhan menunggu kejelasan dan izin berlayar kapal.

Beres di Pelabuhan, kami lanjut lagi ke Kura-Kura Ocean Park dengan icon kura-kura raksasanya. Megah.







Ya, banyak akuarium berisikan beberapa satwa dan biota laut di dalam Ocean Park ini. Kami sempatkan juga mencoba wahana Teather 3D  di dalam Ocean Park.


Puas jalan-jalan, saatnya kembali pulang, sekarang sudah Senin, dan besok sudah harus kembali kerja. Balik ke homestay, berkemas, check out. Nunggu travel yang akan membawa kami ke Semarang. Ini adalah penampakan travel yang kami pesan.



Jepara-Semarang ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga jam. Lebih banyak kuhabiskan waktu dengan tidur-tidur ayam selama di dalam travel. Sampailah kami di sebuah agen bus di kawasan Kalibanteng, Semarang. Saatnya naik bus untuk kembali ke Cirebon.




Yap, kami pulang dengan meggunakan armada Nusantara Patas. Tapi kerennya, walaupun patas, armada yang kami gunakan siang itu, sesuai yang terlihat di foto menggunakan baju Jetbus jahitan Adi Putro dengan label RoyalCoachSE, gak biasa-biasanya RoyalCoachSE dipakai armada Patas, armada eksekutif aja masih banyak yang pake RoyalCoachE.

Material yang digunakan untuk bus jahitan Adi Putro dengan label RoyalCoachSE lebih baik, lebih tebal dan lebih elegan jika dibandingkan dengan jahitan Adi Putro dengan label RoyalCoachE. Itu yang membuat bus keluaran Adi Putro dengan label RoyalCoachSE berharga lebih mahal, namun lebih nyaman, lebih elegan dan lebih safety tentunya.

Lepas Isya, Nusantara mendarat di terminal Harjamukti, Cirebon. Lisanan dijemput, sedangkan aku meneruskan dengan menaiki ELF untuk sampai ke kosan.