Friday, April 27, 2012

mimpi

Awalnya,,
Kupernah bermimpi tuk bisa menjadi bintang di angkasa
Namun kusadar, ku tak punya cukup kemilau tuk mampu bercahaya

Pernah juga,,
Kubermimpi tuk menjadi rembulan purnama
Namun kuingat ku tak punya cukup rekan tuk membuatku bersinar sempurna

Hingga akhirnya,,
Kuputuskan tuk bermimpi menjadi sebuah lentera
Yang walaupun redup namun masih bisa menerangi sekitarnya

Namun kini,,
Kuberani tuk bermimpi menjadi sang surya
Karena ku masih punya asa, keluarga dan Sang Maha Kuasa

Sunday, April 15, 2012

sepenggal kisah tentang Ummi

Duduk di pantai berpasir putih sambil menatap indahnya gulungan ombak yang saling menyusul, ditemani dengan belaian terpaan angin laut dan warna emas cakrawala di langit pagi hari. Memandang lepas horizon tempat sang mentari mulai muncul dari persembunyiannya, mengawasi kumpulan camar yang dengan bebasnya menculik seekor dua ekor anak ikan dari induknya. Betapa indah dan anggun pesona yang disajikan, hingga mampu mengusir segala resah dan lara.

Yah, itu semua hanya sekedar impian, khayalan yang sedang terlintas untuk menyingkirkan penat. Segala penat yang mengusik diri, juga hati.

Tak ada pantai berpasir putih, juga tak ada semua komponen keindahan pantai yang terpapar di sini, di kota ini.

---

“Ummi itu sosok yang hebat, sebagai sosok istri, Ummi gak pernah tanya tentang uang yang pernah Abi terima. Entah itu uang gaji bulanan, uang bonus, uang tunjangan ini itu, atau apapun, Ummi gak pernah nanyain itu semua. Bahkan bisa jadi Ummi gak pernah tau berapa besar gaji Abi, karena ummi memang gak pernah tanya.”

Itu kata-kata yang Abi lontarkan saat aku terlibat sebuah pembicaraan santai dengannya kapan hari, di suatu malam.

“Ummi itu gak pernah ngeluh atas semua pekerjaan yang dia kerjakan selama ini untuk membantu keuangan keluarga. Dia mau ngerjakan urusan peternakan ayam, usaha jual beli beras, dan semuanya yang seharusnya Ummi sebagai seorang istri sama sekali tidak punya kewajiban untuk melakukan itu semua. Tapi Ummi mau melakukannya tanpa mengeluh. Terkadang sempat terpikir oleh Abi, gak seharusnya Ummi melakukan itu semua. Kasihan.”

Tambah Abi saat melihat aku hanya termenung mendengarkan semua kalimatnya.

“Sebagai seorang ibu rumah tangga, dia adalah koki terbaik, masakannya selalu enak walaupun apa yang dimasaknya terkadang hanya masakan sederhana. Ummi memasak masakan yang sederhana hanya karena ia ingin menyisakan sebagian dari uang berlanja harian untuk kepentingan kalian yang mendadak tanpa harus meminta lagi ke Abi.”

Abi melanjutkan kalimatnya. Demi Alloh, perasaanku campur aduk saat itu. Antara bangga, terharu, semuanya melebur menjadi satu menyisakan rasa hangat di ujung mata.

“Kamu tau berapa gaji Abi saat menikahi Ummi? Hanya cukup untuk bayar kontrakan sebulan dan makan, itu saja. Ingin makan enak? Daging ayam itu hanya terbeli sebulan sekali. Bagaimana dengan jalan-jalan, refreshing, tamasya? Tidak pernah terpikirkan sama sekali waktu itu, karena memang gak ada uang untuk itu. Tapi Ummi mau menerima dengan kondisi Abi saat itu, selalu menemani Abi, sampai saat ini, yang bisa dibilang dengan hidup yang jauh lebih baik dari kehidupan masa kecilmu dulu itu, apalagi kehidupan di masa kecil kakakmu.”

Tuhan, sebegitu muliakah hati seorang manusia yang kini kupanggil Ummi itu? Sosok manusia yang mempu menjalankan peran sebagai seorang istri dan juga ibu terbaik.

Abi, engkau adalah pria paling beruntung karena bisa mendapatkan pendamping sesempurna Ummi.

Ummi, masih jelas sekali dalam ingatanku engkau yang selalu menemaniku belajar tiap malam, selalu mengantar dan menjemputku di halte menunggu bus sekolah, merawatku dengan penuh kesabaran di saat aku sakit. Semua ingatan itu membuat mata ini semakin hangat, semakin ingin mengalirkan anak sungai di masing-masing tepinya.

Apa yang bisa aku raih saat ini, dengan tegas aku katakan engkau ikut andil atas ini semua. Semua yang kuraih ini aku yakin berkat doa yang selalu terucap di setiap sujud panjangmu, untukku. Aku bukanlah apa-apa tanpamu. Aku bukanlah aku yang saat ini jika tanpamu, Ummi.

Terima kasih Ummi atas semua yang telah kau lakukan untukku, untuk kami, keluargamu. Dengan jujur aku katakan aku belum mampu membalas semuanya. Jangankan untuk membalas semuanya, untuk membalas sebagaian yang sudah engkau lakukan saja, aku belum tentu sanggup. Maafkan aku Ummi. Hanya bakti yang bisa kupersembahkan untukmu. Teriring doa, semoga kesehatan dan afiat selalu mengiringi dan menyertaimu.

Tuhan, terima kasih telah menganugerahkan Ummi untukku, untuk Abi, juga untuk keluargaku.

Tuhan, jika tiba saatnya nanti, aku mohon, anugerahkanlah untukku sosok pendamping sebaik Ummi, sehebat Ummi. Amin.

dedicated for my beloved Mom