Thursday, October 27, 2011

hukum dan hukuman

“Ada bus lagi dibakar, habis nabrak motor… “

Begitulah kata seseorang di pingir jalan saat aku bertanya tentang penyebab kemacetan panjang di jalan yang sedang kulewati bersama seorang driver.

Aku yang malam itu di dalam mobil dengan seorang driver sedang berangkat ke sebuah tower di daerah kuningan terpaksa harus terhenti dalam sebuah antrean panjang yang mengular. Kemacetan yang begitu luar biasa. Tampak juga kilatan lampu rotator dari sejumlah kendaraan patroli polisi yang mencoba mengurai kemacetan tersebut.

Aku terdiam, memandangi puluhan pasang lampu berwarna merah di bagian belakang mobil-mobil yang terhenti di depanku. Ah, sampai jam berapa kemacetan ini akan terjadi?

Hari semakin beranjak malam ketika uraian panjang tersebut mulai bergerak perlahan, maju sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya aku melihat bangkai bus yang sudah menghitam legam, sepekat jelaga, dengan satu unit mobil pemadam kebakaran berhenti tak jauh dari situ. Kelam.

Inilah potret kelam sebuah bangsa, sebuah negara yang konon menjunjung tinggi hukum, citraan masyarakat timur yang katanya santun dan berkepribadian baik. Malam ini semua itu terbantahkan.

Entah mereka itu adalah oknum, segelintir orang, atau apapun itu, yang jelas, malam ini, ketika kakiku masih berpijak di bumi nusantara ini, aku menyaksikan semuanya. Kebrutalan, keberingasan, amarah, emosi, melebur menjadi satu dalam suatu wadah aroganisme.

Apakah mereka tidak berpikir dengan kepentingan orang banyak? Apakah mereka tidak sempat memikirkan terlebih dahulu efek dari tindakan yang baru saja mereka lakukan? Apakah mereka akan bertanggung jawab jika seandainya dalam kemacetan yang mereka akibatkan terdapat sebuah mobil ambulance yang berisi manusia sekarat? Ibu hamil? Apa mereka melewatkan pertimbangan itu saat akan bertindak brutal?

Terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar dari tragedi kecelakaan malam ini, sebuah bus yang beradu muka dengan sebuah motor, yang langsung menewaskan dua orang pengendaranya seketika itu juga, yang katanya keduanya masih berumur belasan tahun. Yah, terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar, semuanya pasti terjadi dalam sebuah ketidaksengajaan. Pasti. Kedua belah pihak pasti tidak akan pernah menghendaki kejadian itu terjadi menimpa mereka. Lalu mengapa masyarakat menjadi begitu beringas dan brutal?

Bukankah negeri ini negeri hukum? Bukankah bangsa ini bangsa yang menjunjung tinggi hak-hak seorang warga negaranya? Bukankan setiap individu di negeri ini berhak untuk mendapatkan pengadilan yang adil? Bukan sebuah pengadilan umum yang lebih bersifat anarkis?

Atau sudah sebegitu kerdilnya hukum di negeri ini sehingga masyarakat pun bebas untuk menegakkan hukum dengan aturan main dan cara mereka sendiri?

Saturday, October 1, 2011

dua tahun yang mendewasakan

Entahlah, sejak kapan dimulainya hal itu, aku sudah tak lagi mengingatnya. Tapi yang jelas, hal itu kini sudah berakhir. Selesai. Dan lagi-lagi aku tak ingat kapan hari tepatnya. Tak begitu penting.

Kurang lebih dua tahun lamanya hal itu berproses. Tumbuh dari yang asalnya hanya setitik, terus berkembang dan akhirnya membesar, semakin besar, dan kemudian hilang, lepas.

Yah, di postingan sebelumnya “detik-detik kritis”, memang sudah ada gambaran kalau hubungan yang aku bina selama ini dengan baik mulai goyah. Ibarat perahu, mulai oleng terseret gelombang. Bagaimana tidak oleng jika sang kapten mencoba mempertahankan arah kapal, tetapi awak kapal justru menginginkan manuver melawan arus. Mungkin begitu juga yang terjadi dengan hubunganku.

Semua pengorbanan, impian dan harapan rasanya sia-sia jika akhirnya harus seperti ini. Terus apa gunanya hari-hari kemarin yang telah kita lalui bersama? Rasanya hanyalah sesuatu yang percuma. Tak berguna.

Tapi akhirnya aku menyadari bahwa tidak ada yang tidak berguna di dunia ini. Sesuatu yang telah kita kerjakan, pasti ada guna dan manfaatnya untuk diri kita, kalau kita bisa memandangnya dari sisi yang lebih bijak tentunya. Apa yang telah kita lalui bersama kemarin, merupakan sebuah pelajaran yang begitu berharga buatku, sebuah cambuk yang bisa kujadikan renungan yang semoga bisa menjadikanku untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Jauh lebih baik.

Sungguh tak ada yang kusesali satu hari pun dari dua tahun yang kulewati kemarin, atau juga dari hari H saat dia pergi dengan keputusannya sendiri. Sama sekali tak ada yang kusesali. Semuanya bisa kuanggap sebagai hari-hari yang mengajariku untuk menjadi sosok yang lebih dewasa.

Hanya satu hal yang membuatku tak habis pikir tentang keputusannya tersebut. Mengapa setelah semua hal kulakukan sepenuhnya untuknya, dia masih bisa berbuat seperti itu padaku?

anugerah terindah

Dia tahu bagaimana mengayunkan ayunan cukup tinggi untuk membuatmu tertawa senang tanpa membuatmu takut.

Dia akan memberimu tempat duduk terbaik dengan mengangkatmu di bahunya saat pawai lewat.

Dia tidak selalu memanjakanmu saat kamu sakit, tapi dirinya selalu siap kapan saja saat dibutuhkan.

Dia bisa dengan cepat melupakan apa yang sebenarnya dia inginkan agar bisa memberikan apa yang kamu butuhkan.

Dia akan dengan mudah menunda waktu makan malamnya saat engkau bilang bahwa kamu ingin bicara dengannya.

Dia hanya akan menyalamimu saat engkau berangkat merantau, karena jika dia sampai memelukmu, bisa jadi dia tidak akan melepaskan pelukannya.

Dia adalah orang yang bersikap sangat biasa ketika kamu berpamitan merantau, tapi dialah orang pertama yang akan menyambutmu saat pulang.

Dia tidak pernah mencoba untuk menjadi yang terbaik, tapi dia hanya melakukan sesuatu yang terbaik untukmu.

---

Semua orang pasti tahu dengan sosok ini,, sosok yang selama ini menjadi pelindung dan pencari nafkah buat kita, sosok yang bisa menjadi seorang pembimbing dan guru terbaik untuk semua hal dalam kehidupan ini, sosok yang tak asing lagi, ayah.

Ayah, atau yang biasa aku panggil Abi, berdesir hatiku saat mengucap kata tersebut. Dengan predikat kepala rumah tangga yang disandangnya, tak kenal lelah mencari rizki untuk keluarganya, mengobarkan semangat dan menggadaikan keringat untuk kelangsungan hidup anggota keluarga yang diimaminya, dan aku pun sadar beliau tak hanya mencari rizki, lebih dari itu, beliau juga mencari berkah dalam setiap rizki yang diburunya.

Tanpa peduli apa jenis pekerjaan itu, asal halal dan bisa memberi manfaat buat orang lain dan keluarganya, beliau tekuni, beliau lakoni. Tak peduli lelah dan payah, beliau berusaha sekuat tenaganya untuk mencari setetes berkah sang Pencipta di bumi ini, sekali lagi, bukan demi siapa-siapa, cukup demi keluarga.

Tidak, beliau bukanlah seorang yang gila harta. Salah jika orang menganggap beliau hanya memburu rizki saja. Lihat agamanya! Decak kagum dan ungkapan tasbih pasti senantiasa mengalun sunyi di bibir ini.

Aku bangga dengan kebanggaan yang penuh atas dirinya. Bangga di usianya yang telah berumur, semangatnya untuk membenarkan bacaan al-qur’an-nya tak pernah pudar, semangatnya untuk mendalami akan agama Islam serasa tak kan pernah lekang. Aku kagum dengan beliau, kagum dengan kekaguman yang meluap, tumpah hingga semesta pun mendengar.

Semuanya pasti makin takjub apabila mendengar cerita masa lalunya, sosok yang hingga kini rajin sholat berjamaah, bertindak sebagai imam atau muadzin di musholla dekat rumah ini bukanlah alumni madrasah, bukanlah lulusan pesantren, jangankan pesantren, al-qur’an saja baru terbaca saat usia sekolah menengah atas, dan itulah yang menjadi pemicu kekagumanku tentang sosoknya.

Abi, engkaulah anugerah terindah yang Alloh kirimkan untukku. Engkaulah manusia paling bijaksana yang pernah kukenal. Terima kasih atas doa yang selalu engkau haturkan di setiap sujud panjangmu, untukku.

Terima kasih Tuhan, telah menganugerahkan ayah sebaik dia sebagai ayahku.

dedicated for my beloved Dad.

Friday, September 30, 2011

detik-detik kritis

suatu malam, saat mampir ke rumahnya sambil pulang kantor.

A (Aku); D (Dia);

A  : Nih vouchernya, untuk reload IM2.
D  : Oh iyah, makasih. Aku ambilin minum dulu yah.

saat dia sedang mengambil minum, aku utak-atik netbooknya yang saat itu tergeletak di meja. Kubuka folder tempat foto-foto kami disimpan. Aneh. Foto couple antara aku dan dia gak ada. Yang ada di sana hanya foto-foto dia saja. Tanpa fotoku.

Aku coba cek di Recycle Bin, dan ternyata benar, semua foto couple kami ada di sana.

D  : (datang membawa minuman) Diminum Mas.
A  : Makasih yah. Eh, kalau mau delete file, pake shift+delete ajah.
D  : (belum nyadar) Buat apa gitu Mas?
A  : Biar file yang didelete langsung ilang, gak tersimpan di Recycle Bin.
D  : (masih belum nyadar juga) Oh gitu yah caranya, biasanya aku pake pilihan empty Recycle Bin yang di klik kanan itu,,

---

suatu hari Sabtu, jam 10.00, di rumahnya.

A (Aku); D (Dia); M (Mama);

A  : Ma, ***** udah pulang belom?
M : Belum tuh, tapi emang biasanya jam segini pulangnya.
A  : Iyah, tadi juga janjian jam 10 kok.
M : Ya udah, ditunggu ajah, mungkin macet di jalannya.

setelah menunggu lama dan ngobrol ngalor ngidul dengan mama.

M : Za, coba ditelfon ajah, udah jam setengah 11 kok belum dateng.
A  : Oke Ma.

kutekan handphone untuk menghubunginya, sudah molor setengah jam dari waktu tepat yang dia janjikan.

A  : (setelah telepon diangkat) Jadi gak nih jalan-jalannya?
D  : Wah, maaf Mas, kayaknya gak jadi yah hari ini.
A  : Emm, kenapa gitu? Kok gak ngasi kabar dulu?
D  : Ini, aku lagi jaga rumah, di rumah gak ada orang, Mama pergi sama Bapak.
A  : (bingung) Loh, ini aku lagi di rumah kamu kok, lagi ngobrol sama mama,,
D  : Hah? (telepon terputus).

---

hari Minggu, siang, di sebuah rumah makan di Jl. Tuparev.

A (Aku); D (Dia);

D  : Jadi gimana Mas tentang hubungan kita?
A  : Loh, kok nanyanya ke aku,,  harusnya kan aku yang tanya gitu,,
D  : Ya gimana,,
A  : Beberapa hari ini kan aku udah coba pertahanin kamu, tapi sikap kamu selalu gitu ke aku.
D  : (diam).
A  : Jadi ya rasanya percuma aja aku pertahanin kalo kamunya emang udah gak ada rasa ke aku.
D  : (masih diam).
A  : Aku gak mu maksain, aku gak mau kalo misalnya kamu tetep sama aku, tapi sebenernya hati kamu udah     ke yang lain.
D  : Mungkin lebih baik kita temanan aja yah Mas?
A  : Hmm,, tapi bukannya dulu di awal kamu sendiri yang bilang kalo kamu mau hubungan kita ini serius, bukan lagi hubungan main-main kayak anak SMP?
D  : Tapi kan emang tujuan dari pacaran itu adalah mencari yang terbaik Mas.
A  : (terdiam lama).
D  : Aku jahat banget ya Mas?
A  : (diam) Ya udah kalo emang menurut kamu yang tebaik temenan ajah,,
D  : Maafin aku yah.
A  : (diam) Pulang yuk,,