...
... Tidak lama, armada arah Prambanan datang, kali ini adalah Isuzu Elf
medium. Posisi duduk kami gak berubah, Niar di belakang, Aku dan Nanda kembali
duduk di depan. Pembawaan driver dalam membawa wisatawan juga tampaknya lebih
ramah kali ini, lebih banyak buka mulut saat kami ajak ngobrol, tidak seperti
driver saat berangkatnya.
---
Subhanalloh,
inilah Prambanan yang waktu itu pas kelas enem SD cuman bisa aku lihat ujungnya
dari dalem kereta api Sritanjung yang membawaku dari Jogja ke Banyuwangi. Luar biasa.
Candi Prambanan atau yang juga biasa disebut dengan Candi Roro Jonggrang adalah
candi Hindu terbesar di Indonesia dan dinobatkan oleh Unesco sebagai situs
warisan dunia sebagai candi terindah dan termegah di Asia Tenggara, setidaknya
itu yang dulu pernah dibilang oleh Pak Romli, guru mata pelajaran Sejarah pas
di SMP. Tuh kan, Indonesia itu hebat, indah, punya semua-muanya.
Kami
mulai eksplor kawasan Candi Prambanan, cuaca yang terik ditambah dengan
backpack di punggung tidak menyurutkan langkah untuk menjelajah setiap bangunan
candi. Banyak juga wisatawan hari Minggu ini, tak terkecuali wisatawan asing
yang disibukkan dengan kameranya, mengagumi warisan dunia di tanah kami, tanah
Indonesia.
Kami
mulai keluar masuk ke tiap candi, naik turun dari satu candi ke candi yang
lain. Ambil foto sana-sini, narsis dengan gaya ini itu, hehehe. Udah kayak anak
muda ajah. Sampai akhirnya kami lelah.
Oh
iya, di salah satu sudut, ada bagian atas salah satu candi yang tergeletak di tanah,
ada di dalam pagar kecil, berikut dengan monumennya. Tenyata itu adalah bagian
atas salah satu candi yang jatuh pada saat Jogja dilanda gempa beberapa tahun
yang lalu.
“Haduh
Bro, ngelak aku, panase,,” (Haduh Bro, haus aku, panasnya,,).
“Jarene
lanang, mosok ra kuat, kalah karo Niar. Niar ae nggowo tas ra sambat, haha.”
(Katanya laki, masa gak kuat, kalah sama Niar. Niar aja sambil bawa tas gak
ngeluh, haha).
“Sial,
nek ono ngombe, kuat aku.” (Sial, kalau ada minum, kuat aku).
Niar
cuman senyam-senyum denger obrolan kami. Di dalam komplek Candi Prambanan
memang tidak ada orang jualan, tidak diperbolehkan. Aku setuju, karena bisa
meminimalisir sampah. Kami juga gak tau akan hal itu, tau gini tadi kita
ngebekel minuman, bawa tas ini kitanya.
Yaudah,
daripada nanti Nandanya pingsan, kita sudahi aja trip Prambanan kali ini,
lagian waktunya juga udah mepet ke jam satu. Keluar dari komplek Candi
Prambanan, tujuan kami adalah ibu-ibu pedagang minuman. Nanda dan Niar beli air
mineral di seorang ibu-ibu penjual sebelah kanan, sedangkan aku beli di ibu
yang ada di sebelah kiri. Nanda milih air mineral dingin, sedangkan aku yang
biasa ajah, takut sakit karena abis panas-panasan masa minum es. Gimana dengan
Niar? Tangannya memegang botol air mineral dingin, dia bingung, noleh ke arahku
sebentar, ngeliat air mineralku yang gak dingin, terus berbalik lagi ke ibu
penjual, nukerin air dinginnya dengan air mineral biasa, hehehe. Dia kan lagi
batuk, gak boleh minum es.
---
Kami
bertiga masih sempet duduk-duduk dulu ngadem di bawah pohon. Menikmati segernya
angin yang berhembus semilir sambil ngabisin air mineral yang tadi kita beli.
Kukeluarkan handuk kecil dari dalam backpack untuk ngelapin keringet di badan.
“Awakmu
nggowo-nggowo anduk koyok tukang becak wae.” (Kamu bawa-bawa handuk kayak
tukang becak ajah).
“Hahaha.”
“Becakku
ancen tak parkir ning ngarep kono, hahaha.” (Becakku emang aku parkirin di
depan sana, hahaha).
Sambil
mengusir lelah, kami bertukar foto hasil jepretan kamera hp masing-masing.
Sampe ratusan loh foto-foto yang kami hasilkan, narsis juga ternyata, hahaha.
Dari tempat duduk ini kami juga bisa ngeliatin pengunjung yang baru saja keluar
beres nikmatin Candi Prambanan. Kami emang duduk-duduk di sepanjang jalur exit
kawasan Candi Prambanan.
Kirim-kiriman
foto via Bluetooth masih belom juga beres, tapi jam udah mau deket ke waktu
kepulanganku, kamipun jalan ke luar, kembali ke arah agen. Nah, di pintu keluar
kawasan Candi Prambanan, kami sempet ditawari buat naik delman wisata, cukup
10.000 saja harganya. Aku sih pengen ngerasain naik sebenernya, tapi Nandanya
gak mau, takut kuda kayaknya dianya, hahaha.
---
Sudah
ada banyak bis di depan agen. Sebelumnya juga udah diberangkatin satu armada
Pahala Kencana Jogja-Denpasar. Karena banyaknya bis di sini, maka pantas aja
kalau daerah ini disebut sebagai terminal, terminal Prambanan. Padahal cuman
bis-bis yang parkir di depan agen nunggu penumpang. Terlihat ada armada Bayu
Megah, Sinar Jaya, Pahala Kencana putih arah barat yang entah tujuan mana, dan
juga satu unit Kramat Djati livery oren. Haryanto belum terlihat.
Kami bertiga duduk di dalam ruang tunggu agen. Nanda
dan Niar masih nungguin aku sampe ntar berangkat katanya. Mereka rencananya
akan balik ke Solo pake kereta Prambanan Ekspress yang berangkat jam tiga sore.
Ya udah, kami sibuk dengan hp masing-masing sambil nunggu armada Haryanto yang
belum juga dateng.
Gak lama setelah itu, akhirnya dateng juga armada
Haryanto HM-141. Bis berjuluk Star Queen itu tampak gagah dengan baju Zeppelin
Gyga2 dari karosari asal Madiun, Gunung Mas. Zeppelin ini kalau menurutku gak
jauh beda dengan New Setra punya Adi Putro, cuman sepertinya bagian depan Zeppelin
lebih aero-dinamis kalau menurutku.
Pemilihan Gunung Mas sebagai karoseri Haryanto ini
juga sempet memicu pertanyaan besar di kalangan manianya. Mengapa perusahaan
besar sekaliber Haryanto akhir-akhir ini lebih sering make karoseri Gunung Mas
yang masih kehitung perusahaan karoseri baru, gak ke Adi Putro seperti
biasanya. Bahkan dalam ajang Pameran IIBT 2016 di Jakarta beberapa waktu yang
lalu, Gunung Mas menampilkan Zeppelin Gyga2 punya Haryanto sebagai pajangannya.
Menanggapi banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang
mengalir ini, Mas Rian Mahendra selaku penerus dari owner PO. Haryanto menulis
di akun Facebooknya untuk Haryanto Mania:
“Banyak orang bertanya dan berfikir bahwasanya
karoseri yang satu ini gak layak nempel di jet-jet tempur HR, bahkan banyak
pengusaha-pengusaha lain heran kenapa HR yang notabene-nya adalah customer
setia Adi Putro mau dan mempercayakan beberapa unitnya ke karoseri ini. Sebagai
pengusaha jasa transportasi, kita selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi
para pengguna jasa kita, kita tetep dominan di Adi Putro kok karena Adi Putro
itu bener-bener luar biasa. Belasan tahun jadi pelanggan Adi Putro, kami
bener-bener terlayani dengan baik tanpa ada keluhan sedikitpun. Tapi kadang
banyak faktor X yang kalian gak tau, Adi Putro kadang lagi penuh, kadang juga
kitanya lagi butuh cepet kala kita lagi produksi massal, atau kadang juga
keadaan dompet lagi cekak gak kuat beli ^O^. Jadi kita tetep butuh karoseri
cadangan yang nggak asal-asalan kala kondisi ke Adi Putro gak memungkinkan buat
kita. Jadi buanglah pikiran-pikiran busuk kalian tentang hal yang satu ini.
Karoseri yang dinilai baru ini bener-bener layak kok buat dapet kepercayaan
kalian”.
Begitulah, kadang kita sebagai konsumen cuman bisa
melihat dari luar saja tanpa tahu bagaimana kondisi management perusahaan.
Yakinlah bahwa mereka sebenernya selalu dan akan sangat mengutamakan kenyamanan
pelanggannya, apalagi untuk PO sekaliber Haryanto.
Aku segera masuk ke dalam bis, aroma wangi parfum
dan udara dingin AC segera aku rasakan, menggantikan teriknya panas di luar.
Kuletakkan backpack di bagasi atas, kemudian duduk di seatku sesuai tiket.
Sebelumnya, aku sempetin buat salam-salaman sama Nanda dan Niar, juga saling
bertukar terima kasih. Mereka akan langsung ke halte Trans Jogja buat ke
Stasiun Tugu, katanya. Dari dalam kabin, kulihat keduanya berjalan beriringan
sampai akhirnya hilang berbelok ke Kanan.
Terima kasih kawan buat dua hari yang indah ini, dua
hari yang gak akan terlupakan. Semesta menjadi saksi bahwa kita bertiga pernah
jalan bareng, menginjakkan kaki kami di sini, di bumi budaya, Jogjakarta.
Diikat menyatu dalam sebuah satuan persahabatan yang tiada batas.
---
HM-141 yang akan membawaku ke Cirebon ini menaikkan
empat penumpang dari agen Prambanan. Kuamatai interior bis, deretan kursi hasil
pabrikan Hai berderet dengan selimut yang tersampir di masing-masing
sandarannya. Louver AC dan lampu yang digunakan mirip dengan yang dipake oleh
Gunung Harta GH-039, juga sama persis dengan barisan Led yang berwarna biru.
Bagaimana dengan dapur pacu? HM-141 ini menggunakan Hino RK8 R260 sebagai
tenaga penggeraknya. Mesin yang mayoritas memperkuat jet-jet darat Haryanto,
tak perlu diragukan lagi perfomanya.
Ini adalah pengalaman pertamaku dengan PO milik Pak
Haji Haryanto yang berkantor pusat di Ngembal, Kudus ini. Akan kujajal sendiri,
membuktikan rumor di luaran sana bahwa Haryanto adalah bis banter, lebih dari
bis-bis yang lain. Kita lihat saja malam ini.
Driver 1 segera menginjak gas, Haryanto HM-141 Star
Queen diberangkatkan dari Prambanan. Driver 1 ini masih muda dengan badan
gempal, tipikal orangnya cenderung murah senyum dan banyak ngobrol sama kru.
Haryanto melaju di jalanan kota Jogja, Hino R260 ini sudah dipaksa menampakkan
keperkasaannya walaupun belum maksimal. Haryanto Prambanan ini tidak langsung
berangkat menuju Prapanca sebagai tujuan akhirnya, melainkan harus banyak
mampir di agen-agen terlebih dahulu.
Pemberhentian berikutnya adalah terminal Klaten.
Menaikkan beberapa penumpang di sini. Salah satunya adalah mas-mas yang duduk
di seat 1A. Partner dudukku ini mengaku dulunya adalah pelanggan Rosalia Indah
yang akhirnya beralih menjadi pelanggan Haryanto, karena bisa diandalkan dalam
hal kecepatan, katanya. Mas di sebelahku ini lumayan sering bolak-balik
Klaten-Cikopo, selalu dengan armada ini. Mas nya bilang, dalam keadaan telat
pun, HM-141 ini bisa nurunin saya di Cikopo jam 2.00. Sadis.
Bergerak meninggalkan Klaten, Haryanto ini diarahkan
untuk menuju terminal Kartasura. Di terminal ini, rupanya sudah ada beberapa
armada Haryanto, terlihat ada HR 56 Red Devils dengan strobonya, bertuliskan
Dedicated to my Indonesia di kaca bagian samping, juga ada HR 109 berjuluk New
Viguran, HR 52 Tombo Ati, dan 1 HR lagi yang aku gak sempet lihat detailnya.
Di terminal ini aku sempet turun karena pas aku
tanya ke kru, Haryanto bakal berhenti cukup lama di sini. Lumayan ada waktu
buat ke kamar mandi, beli minum, juga nyobain sate ayam yang banyak dijajakan
di terminal ini. Terlihat banyak juga penumpang yang ikut turun, ikut makan
sate ayam. Hehe.
Setelah urusan paket dan segala rupa beres, beberapa
armada Haryanto diberangkatkan bersamaan, terlihat seperti konvoi meninggalkan
terminal Kartasura. Aku coba hubungi Nanda via WhatsApp.
“Tekan ndi awakmu, Nda?” (Nyampe mana kamu,
Nda?).
“Keretone
JAM ENEM, Bro!!! Sing jam 3 wis entek. Awakmu wis tekan Cirebon durung?“
(Keretanya jam enam, Bro. Yang jam 3 udah abis tiketnya. Kamu udah nyampe
Cirebon belom?).
“Hahaha, lagi tekan Kartasura iki, Nda. Lha trus
awakmu nandi disik? Aku wis turu-turu iku ndik njero Bis.” (Hahaha, baru
nyampe Kartasura ini, Nda. Lha trus kamu kemana dulu? Aku udah tidur-tiduran
ini di dalam bis).
“Awakmu
lho pokok bokonge dikipasi wes cepet turu, oponeh di AC ni. Iki aku ning
Malioboro, turu-turu ning kloso.” (Kamu loh asal pantatnya dikipasin juga
udah cepet tidur kok, apalagi kalo pake AC. Ini aku lagi di Malioboro,
tidur-tiduran di tiker).
Hahaha, Nanda gila. Tenyata dia kehabisan tiket
Prameks yang jam 3, jadi harus ambil keberangkatan berikutnya yang jam enam
Sore. Sebenernya bisa aja sih mereka naik bis, tapi Nanda udah kadung janji ke
Niar buat ngajak dia naik kereta, maklum Niar belom pernah naik kereta katanya.
Hahaha.
Haryanto melaju ke arah Terminal Boyolali. Lumayan
banyak juga pelanggan setia armada ini. Selalu ada aja penumpang yang naik di
tiap agennya. Oh iya, selama di perjalanan maupun di terminal, fenomena yang
selama ini cuman bisa aku baca dan liat di sosial media, kali ini aku dapati
sendiri, fenomena bocah -bocah yang hunting foto maupun video bis di pinggir
jalan, mengemis klakson telolet juga kedipan lampu jauh ke driver bis. Yampun,
mereka ini sebenernya ngerti gak yah sama apa yang diperbuatnya, atau hanya
tiru-tiru rekan seniornya saja? Keep safety yah adhek-adhek.
Keluar dari terminal Boyolali, Haryanto yang aku
tumpangi, jalan lagi ke arah terminal Salatiga, terminal Tingkir. Sumpah,
walaupun masih harus berhenti-berhenti, itu gak ngurangi Driver buat jalan
cepat, gas selalu dibejek dalam-dalam. Memaksa dapur pacu mengeluarkan tenaga
maksimalnya.
Lepas dari terminal Salatiga, beberapa Haryanto berbelok
mengarah masuk via Tol Bawen. Tapi tidak dengan HM-141 yang aku tumpangi, gak
masuk tol karena harus menaikkan penumpang di agen terminal Ungaran. Sampai di
sini, semua seat sudah terisi, bahkan CD juga ada penghuninya, menyisakan satu
seat di 3A. Menurut beberapa blog yang aku baca, okupansi penumpang Haryanto
Prambanan memang selalu bagus, hampir selalu penuh tiap harinya. 1 seat di 3A
ini juga bukan kosong, tapi buat jatah penumpang agen Kalibanteng. Yampun.
Bis diarahkan masuk ke tol Tembalang. Di sini mas
Driver nyerobot antrian panjang kendaraan yang mengantri di gerbang tol, sambil
bilang ngapunten nggih, ngaputen.. (Maaf yah, maaf..). Hahaha. Menurut
pendapatku pribadi, Haryanto ini gak hanya jalan cepat, bukan ngebut, tapi juga
ngoyo, di mana ada celah buat overtake kendaraan depannya, selalu saja
diambilnya kesempatan itu oleh sang driver. Jalan dengan kecepatan di atas 100
KmpH di jalan raya non Tol sepertinya adalah hal yang sangat biasa. Satu hal
yang aku kagumi, mas driver mempergunakan isyarat sein dengan sangat baik, hal
ini memudahkan pengguna jalan lain terntunya untuk melihat pergerakan kendaraan
besar ini. Oh iya, tadi sebelum masuk tol, mas kru membagikan snack buat
penumpang. Isinya standar bis malam lah, sebungkus roti isi, satu cup air
mineral ditambah dua bungkus permen.
Di dalam tol, Haryanto lari makin kesetanan, aku
bingung karena gak tau bagaimana kebijakan manajemen terkait dengan pengisian
Solar. Apakah los, atau mungkin jatah. Tapi kalo pake sistem jatah, kok para
driver ini gak eman yah dengan Solarnya. Satu lagi, aku baru nyadar
ternyata dari tadi tidak terdengar suara per suspensi dari armada ini. Senyap.
Apakah armada ini menggunakan suspensi udara? Kok gak ada tulisannya tapi?
Padahal kalo emang beneran iya, itu kan termasuk nilai yang bisa dijual ke
konsumen.
Sepanjang perjalanan dari Prambanan tadi, Musik
sebagai hiburan di armada ini terus dinyalakan, tapi sayang dua unit televisi
di tengah dan di depan tidak dapat berfungsi, kru sudah coba memperbaiki,
sepertinya ada masalah di kabel sehingga keluaran dari player tidak dapat
ditampilkan di masing-masing televisi. Tapi perbaikan tak juga menunjukkan
hasil, akhirnya kru pun menyerah dan memohon maaf ke penumpang atas
ketidaknyamanan ini. Salut.
Keluar di gerbang tol Manyaran berbelok ke Kanan
arah agen Kalibanteng karena harus menaikkan satu penumpang lagi di sini,
penumpang terakhir penghuni seat 3A.
Handphone berbunyi, ada pesan WhatsApp masuk, dari
Nanda ternyata.
“Iki
aku wis tekan kantor, Bro.” (Ini aku udah nyampe kantor, Bro).
“Aku lagi tekan Kalibanteng iki, ngene iki
selonjoran karo leyeh-leyeh koyone penak yo Nda?” (Aku baru aja nyampe
Kalibanteng ini, gini ini selonjoran sambil tidur-tiduran kayaknya enak banget
yah Nda?).
“Penak
bianget.” (Enak bangeeet).
“Maturnuwun dua hari iki, Nda. Maturnuwun pisan
nang Niar, sepurane wis akeh ngerepoti kalian berdua, misale aku ono utang,
ngomong wae yah.” (Makasih buat dua hari ini, Nda. Makasih juga buat Niar,
maaf udah banyak ngerepoti kalian berdua, kalo missal aku ada hutang, ngomong
aja yah).
“Dilokne
Niar halah lebay loh, Bro. Biasa wae, santai, sing penting awakmu seneng,
sehat, hehehe.” (Diejekin Niar dibilang lebay loh, Bro. Biasa ajah, santai,
yang penting kamunya seneng, sehat, hehehe).
“Ora lebay iki, lha wingi selama jalan-jalan pengeluarane
ra jelas, pokok ngetokno duwit, dadi ra penak, haha. Sing gak penak neh pas mau
nang Prambanan, aku iso ra mbayar i loh.” (Bukan lebay ini, lha dari
kemarin selama jalan-jalan pengeluarannya gak jelas, pokok ngeluarin uang aja,
jadi gak enak, haha. Yang bikin gak enak lagi pas tadi di Prambanan, aku nggak
bayar loh).
“Ben
gapopo Bro, mben ae nek aku dolan Cirebon traktiren nang Pak Min, Hahaha.”
(Biarin gapapa, Bro. Ntar aja kalo aku main ke Cirebon, traktir di Pak Min yah,
Hahaha).
“Hahaha”.
---
Haryanto terus melaju dengan kecepatannya yang bikin
aku gak bisa tidur, beneran asyik duduk di hotseat kali ini. Menikmati laga
Pantura yang sebenernya. Selap-selip di kerumunan kendaraan, menjuarai beberapa
bis malam yang sama menuju arah Barat. Sampai akhirnya berbelok ke sebuah SPBU
di daerah Gringsing. Sepertinya ini SPBU langganan Haryanto, banyak banget
armada HR yang minum di sini. Mengisi bahan bakar untuk kembali mengaspal di
jalanan pantura.
Beres minum, HM-141 kembali dijalankan, tidak jauh
dari SPBU, driver menyalakan sein kanan, sekaligus menyelakan lampu kabin. Bis
berbelok ke Kanan, diarahkan menuju rumah makan pribadi, Menara Kudus. Ya,
hanya Haryanto yang service makan di sini.
Ini adalah pengalaman pertamaku dijamu Haryanto.
Keren loh service makannya, tidak seperti bis-bis malam kebanyakan. Di sini,
makanan dihidangkan prasmanan dengan ragam menu yang bisa dipilih, persis
seperti di acara resepsi pernikahan. Ada tiga menu yang disediakan malam itu,
nasi goreng dengan lauk telor ceplok lengkap dengan irisan mentimunnya, ada
juga nasi soto, pilihan yang terakhir adalah nasi rames dengan lauk utama ayam
goreng. Luar biasa.
Aku sendiri pilih menu nasi goreng. Rasanya diluar
bayangan, enak. Tidak seperti rasa makanan rumah makan service bis malam pada
umumnya. Yang ini bumbunya berasa. Beres makan, beres urusan kamar mandi,
beres juga urusan ibadah Magrib yang kusatukan dengan Isya. Overall, rumah
makannya bersih, toiletnya bersih, mushollanya pun bersih dan luas.
---
Di dalam kabin, aku membahas menu service makan tadi
dengan partner duduk di sebelah. Dia yang selama ini menjadi pelanggan HR
mengaku puas dengan pelayanan service makan HR, walaupun masih kalah kalau
dibandingkan dengan service makan Rosalia Indah, katanya. Rosalia Indah masih
nomor satu buatnya. Mas nya juga sempat bilang, lepas service makan ini, adalah
pertarungan HR yang sebenernya, tidak seperti tadi yang hanya pemanasan. Hah?
Benar saja, Haryanto di tangan driver 2 ini tampak
mosak-masik di jalanan. Driver 2 ini sepertinya lebih senior, baik dalam
pembawaan maupun dalam hal usia. Mas kru juga jadi pake bahasa kromo
kalau berbicara dengan driver 2 ini, tidak seperti saat dengan driver 1 yang
menggunakan bahasa ngoko.
Tanjakan Plelen adalah saksi bisu pertama bagaimana
armada ini mengasapi beberapa pesaingnya sesama makhluk jalanan bertubuh
bongsor. Sebut saja ada Harapan Jaya yang seperinya bermesin intercooler MB
1521, Rosalia Indah, Pahala Kencana, Bis Pariwisata yang aku gak tau
namanya, juga armada Coyo Patas jurusan Semarang-Cirebon. Hino RK8 R260 tampak
garang di trek ini, spesialisasi tanjakan dan responsibilitas yang cepat, juga
tangan dingin sang driver membuatnya menjadi jawara malam ini.
Masih banyak bis yang harus mengakui ketangguhan
Haryanto 141 malam itu sepanjang pantura, semuanya dipaksa harus menghirup asap
knalpot armada Pak Haji ini. Rasa kantuk mulai menyerang, akumulasi dari rasa
kenyang dan juga capek setelah tadi seharian jalan kaki muter-muter sepertinya
baru berasa.
Entah beberapa kali aku tertidur, bangun lagi, tidur
lagi, bangun lagi, sampai akhirnya Haryanto terpaksa berhenti di tengah
kemacetan panjang di daerah Pemalang-Tegal. Haryanto mati kutu di sini.
Kemacetan benar-benar stuck, ditambah posisinya yang berada di lajur sebelah
kiri, membuatnya makin tak bisa lagi menunjukkan taringnya. Sein kanan terus
dinyalakan, berharap bisa mengubah posisi dari lajur kiri menuju lajur kanan.
Bergerak merayap dengan sangat lambat, sampai akhirnya bisa juga berada di
lajur kanan, bersisian dengan separator yang membelah jalur arah Barat dan arah
Timur. Wah, jangan-jangan?
Tepat seperti dugaanku ternyata, begitu ada celah di
separator, HM-141 buka jalur, ngeblong kanan menggunakan jalur sebailknya.
Lampu jauh dimainkan driver sebagai isyarat bahwa armadanya berada di jalur
melawan arus yang tak semestinya. Begitu juga dengan air horn yang terus
menerus dibunyikan. Entah, apakah di belakang ada yang ngikutin aksi ini atau
enggak. Kemacetan ternyata mengular sangat panjang. Banyak banget bis malam
yang saat itu terjebak di tengah-tengah kemacetan. Haryanto sepertinya
berteriak bebas penuh kemenangan.
Pemicu kemacetan ternyata adalah sebuah insiden
laka, Armada Jaya Perkasa mengalami musibah malam itu, nabrak rumah penduduk
yang posisinya di pinggir jalan, membuat bodi bongsor bis livery putih itu
melintang di sebagian badan jalan sehingga menghambat lalu lintas arah barat.
Lolos dari kemacetan, driver kembali mengarahkan armadanya ke jalur yang benar,
tampak ada beberapa polisi yang malam itu berdiri berjaga di sekitar lokasi
kecelakaan, hanya memandang ke arah armada kami tanpa bisa melakukan apa-apa.
Sumpah keren ini, menjadi yang perdana buat ngeblong
ambil jalur lawan, duduk di seat depan. Sebuah pengalaman yang berharga.
Seperti saat menaiki armada Nusantara NS-99 Bandung-Kudus beberapa waktu yang
lalu.
---
Tepat pukul 23.00, aku turun di exit Tol Palimanan.
Kuucapkan pamit ke mas-mas seat sebelah. Tak lupa juga ucapan terima kasih yang
begitu tulus untuk Bapak Driver dan kru yang malam ini sudah membawaku dengan
selamat, plus cepat sebagai bonus menuju Cirebon. Lambaian tanganku begitu
turun dibalas oleh suara klakson ramah dari bapak driver. Hati-hati di jalan
Pak, semoga lancar sampe Prapanca.
Perjalanan menuju kosan kuteruskan dengan jasa ojek.
Mampir ke Indomaret sebentar buat beli minuman dingin. Akhirnya nyampe juga.
Kukirim kabar via WhatsApp ke orang tua, juga Nanda kalau aku udah nyampe kosan
dengan selamat. Mengakhiri tour de Central Java ini dengan penuh kesan dan
kebahagiaan yang memuncak, puas.
---
Sampai pagi menjelang siang, pesanku ke Nanda gak
juga dibaca, yaudah aja aku hubungi Niar via BBM.
“Aku wasap Nanda urung di read-read, durung tangi
paling, hahaha.” (Aku wasap Nanda belom juga di read-read, belom bangun
mungkin, hahaha).
“Ketoke durung Mas, biasa, ngerti dewe tangine
jam piro, hehe. Makasih yo Mas wingi piknike.” (Sepertinya belom Mas,
biasa, tau sendiri jam berapa bangunnya, hehe. Makasih ya Mas kemarin
pikniknya).
“Hahaha, aku sing kudune makasih, tamu kok
ngerepotno. Aku wingi gak penak, tiket masuk prambanan sik mengganjal iki.”
(Hahaha, aku yang harusnya terima kasih, tamu kok ngerepotin. Aku kemaren
ngerasa gak enak, tiket masuk Prambanan masih mengganjal ini).
“Ora opo-opo Mas, kan yo jarang, tamu kudu di
ramut, hehe. Pegel-pegel po ra iku sikile?” (Gak papa Mas, kan juga
jarang-jarang ini, tamu harus diurus, hehe. Pegal-pegal gak itu kakiknya?).
“Hahaha, wis biasa. Lha wingi mulih bengi wani? Diterno
Nanda? Lek ra diterno ngko tak senenane arek’e, hahaha.” (Hahaha, udah
biasa. Lha kemaren pulang malem berani? Dianterin Nanda? Kalau gak dianterin
ntar aku marahain aja anaknya, hahaha).
“Wani lah aku, jik jam semono wae lho.”
(Berani lah aku, masih jam segitu aja kok).
“Widiih, wonder woman ancene. Maturnuwun yo
pokok’e, ojok kapok. Sikil njarem-njarem ora?” (Widih, emang beneran wonder
woman. Makasih ya pokonya, jangan kapok. Kaki berasa njarem-njarem gak?).
“Sami-sami, Mas. Ora kapok’an og aku. Wing wis
langsung tak balesemi tekan omah, antisipasi. Dadi saiki aman-aman wae.”
(Sama-sama, Mas. Nggak kapok’an kok aku anaknya. Kemaren udah langsung aku
balurin balsem begitu nyampe rumah, antisipasi. Jadi sekarang aman-aman ajah).
“Wahaha, koyok iwak sebelahe kosane Nanda lha an
dibalsemi?” (Kayak ikan di sebelah kosannya Nanda donk dibalurin balsem?).
“Wah ngerti wae lho cerito iwak dibalsemi,
hahaha.” (Wah, tau juga ternyata cerita ikan dibaluri balsem, hahaha).
“Ngerti laah, kan malam bulan madu kita berdua
wingi penuh dengan obrolan dan cerito-cerito, hahahaha.” (Tau laah, kan
malam bulan madu kita berdua kemaren penuh dengan obrolan dan cerita-cerita,
hahahaha).
“Oiyo kae kalian bar bermalam bulan madu ya,
wkwkwk.” (Oh iya, kemaren kalian baru aja bermalam bareng bulan madu yah,
wkwkwk).
---
Itulah, makasih Nanda, makasih Niar, makasih banget
buat dua hari yang super keren kemaren. Makasih udah jadi partner yang asyik
sepanjang trip kemarin. Jangan kapok yah kalau suatu saat kita ada plan ngetrip
bareng lagi. Aku tunggu kedatangan kalian di Cirebon. Aku ajakin kalian berdua
makan sup ayam Pak Min cabang Prambanan di sini ntar nya. Main-mainlah ke sini.
Gantian, giliran aku yang jadi tuan rumah, ngelayani kalian. Gantian, aku yang
jadi tour guide-nya. Hehehe.
Terima kasih juga Indonesia. Terima kasih negeriku
tercinta, atas segala suguhan dan keindahan alamnya yang begitu mempesona.
Merasa bangga bisa menjadi bagian dari sebuah negeri yang besar, negeri yang
indah, negeri yang rupawan. Tetaplah selalu dalam pelukan semesta, masih akan
ada banyak hari di depan untuk kembali menikmati pesonamu, di penjuru nusantara
yang lain.
Sebuah cerita baru saja tertulis abadi tentangmu,
Indonesia. Agar semuanya tau bahwa negeri ini layak dikunjungi. Agar dunia tau
bahwa Indonesiaku menyimpan segala pesona khas Ibu Pertiwi. Lengkap sepaket
dengan keramah-tamahan penduduknya. Kutitipkan keindahan itu tidak hanya untuk
aku, tapi juga untuk anak-anakku, kelak.