Sunday, February 7, 2016

mengobati rindu (3 - habis)

Keadaan dalam kabin dini hari itu, semua penumpang juga pada tidur, bahkan crew pun juga terlelap di singgasananya. Bapak Driver satu sepertinya bobok di kandang macan. Hanya Mas Driver dua yang focus menyetir, ngerokok, sambil berbincang via headset dengan seseorang di sana yang entah siapa dia, kawannya mungkin.

Bejeu sudah melintasi daerah Wongsorejo, kuambil ranselku di bagasi atas, kubuka pintu sekat kabin dengan ruang kemudi, kemudian duduk di sebelah Mas Driver. Tanpa mematikan ponselnya, Mas Driver berbincang sejenak denganku, lalu melanjutkan kembali pembicaraan teleponnya.

Beberapa saat lagi, aku harus mengakhiri trip ini, Ketapang hanya beberapa kilometer di depan. Masih ingin rasanya bermesra-mesraan dengan Bejeu yang sudah sangat baik memberikan pelayanan dan kenyamanan. Pengen rasanya nerusin perjalanan sampe dengan Denpasar, toh tiketku juga sampai Denpasar. Hehehe.

Kuucapkan terima kasih kepada Mas Driver dan Mas Crew ketika Bejeu sampai di gerbang penyeberangan Ketapang. Sebuah senyum lebar dilempar mas Crew dan Mas Driver sebagai balasan. Saatnya turun. Kutatap kubus raksasa itu berjalan memasuki area parkir pelabuhan. Terparkir bersama dengan rival-rivalnya yang mungkin datang dari Surabaya atau Malang dengan tujuan yang sama, Pulau Bali. Terima kasih Bejeu, terima kasih bus hitam.

Kuseberangi jalanan depan pelabuhan, berjalan menuju masjid besar yang ada persis di depan penyeberangan Ketapang. Waktu masih menunjukkan pukul empat lebih seperempat. Shubuh menyambut, sujud kepada Penguasa semesta sebagai wujud syukur atas segala karunia.

Dari masjid ini nanti, perjalanan akan kulanjutkan menggunakan ojek untuk menuju rumah, menuju harapan, menuju keluarga. Damai.

---

Kembali ke Barat.

Malam ini saatnya aku kembali ke Cirebon. Rute perjalanan adalah Banyuwangi – Malang – Cirebon via Pantura. Banyuwangi – Malang akan dilibas menggunakan travel, sedangkan Malang – Cirebon akan ditempuh dengan bus. Beberapa hari sebelum hari kepulangan, kuurus semua tiketnya. Travel jatuh pada Awangga Travel karena travel langganan yang biasa kuaniki pelayanannya semakin menurun, waktunya beralih dan nyobain armada lain yang sepertinya lebih menjanjikan kenyamanan. Sedangkan untuk urusan bus, tiket benar-benar habis. Pahala Kencana jurusan Bandung maupun Jakarta sudah full semua. KD sepertinya tidak bisa diandalkan, Si Ijo sudah lama dicoret dari daftar, sedangkan armada Cirebonan terlalu siang nyampainya. Aku harus nyampe pagi, langsung masuk kantor soalnya. Akhirnya teringat akan armada kinyis-kinyis SHD milik Gunung Harta, berharap penuh dapat GH120 atau GH121. Itupun dapetnya seat 7D, yang penting terangkut.

Sebenernya bisa saja dari Banyuwangi langsung ke Cirebon pake armada Jakarta atau Bandung. Pilihannya ada Pahala Kencana, Lorena, Kramat Djati, Malino Putra dan Gunung Harta. Gunung Harta adalah pendatang baru untuk rute Banyuwangi. Kenapa harus via Malang? Karena sudah lama aku gak mampir Malang, nengok Ibuk dan Bapak (Kakek dan Nenek dari garis Ummi), juga sodara-sodara di sana, termasuk rumah Kakak.

Jadilah malam itu aku berangkat dengan Awangga Travel, dari luar penampakannya seperti travel pada umumnya, menggunakan armada KIA Pregio dengan sebelas seat. Tapi ada plusnya, ada bantal, selimut, snack, dan satu lagi, neck rest. Belum pernah sekalipun naik travel dari Banyuwangi yang ada neck rest-nya, baru kali ini, Awangga Travel.


Dalam perjalanannya menuju Malang, Awangga istirahat di salah satu rumah makan di daerah Tongas, Probolinggo. Tidak hanya istirahat, tapi juga service makan. Ini juga merupakan kelebihan lain travel ini. Di saat travel lain menghilangkan service makan, Awangga justru masih mempertahankannya. Service makan dilakukan tidak dengan prasmanan, tapi sudah disiapkan sepiring nasi rawon atau nasi soto, bebas pilih yang mana, plus teh manis, bisa dingin, bisa juga pilih yang panas.

Awangga mandaratkanku di Tlogo Indah, Malang, tepat saat adzn shubuh berkumandang. Petualanganku di Malang baru saja dimulai, dan akan berakhir nanti di jam 13:00.

---

Arjosari siang situ tampak begitu ramai, padahal belum arus balik harusnya, karena liburan tahun baru belum berakhir. Tapi entah mengapa, banyak sekali orang yang akan bepergian siang itu via terminal ini. Beberapa bus sudah berada di shelternya masing-masing, namun masih sangat sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan semua armada yang harusnya ada di sini.

Ada Malino Putra Exe yang siap di koridornya, didampingi oleh Safari Dharma Raya dengan pasukan gajahnya, sedang menunggu penumpang setianya. Tampak di kejauhan ada duet Coyo bermesin Hyundai masih santai karena jam keberangkatannya masih sangat jauh. Ada juga Pahala kencana Legalight yang sedang dimandikan di jejeran Patas Denpasar.

Beberapa waktu berselang, masuklah gerombolan Si Ijo, Lorena, mereka berpencar, karena tidak memungkinkan untuk parkir bersamaan. Ada tiga unit kalau gak salah siang itu yang disiapkan untuk mengaspal pantura dengan start dari bumi Arema.


Dan yang ditunggu-tunggu siang itu datang, sang artis. Dialah GH121, Gunung Harta kinyis-kinyis dari Adiputro dengan baju New Setra Jetbus SHD yang begitu menjadi pusat perhatian siang itu. Beberapa mata terpana melihatnya, bus baru dengan penampilan yang tinggi gagah.


Kuhampiri tubuh bongsor warna ijo itu, ini dia bus yang akan mengantarkanku ke Jawa Barat, pikirku. Mantap. Namun, kekecewaan harus aku hadapi saat namaku tidak ada dalaM manifest GH121. Pupus. Hari ini manajemen GH memberangkatkan dua unit armada karena penumpang yang membludak, dan kebetulan aku ditakdirkan untuk menjadi penghuni armada dua.

Kutebak-tebak, armada apakah yang akan menemaniku nanti? Armada apakah yang hari ini disiapkan untuk armada dua? GH120 yang menjadi saudara kembar GH121 jelas tidak mungkin, pasti GH120 hari ini berangkat dari Barat, tidak mungkin dua SHD berangkat bersama dengan tujuan yang sama, startegi menarik konsumen harus diajalankan tentunya. Pupus sudah harapan untuk menjajal armada Adiputro baju SHD ini. Lalu armada apa yang kudapat?

Pertanyaanku terjawab, tak lama, masuklah armada GH kedua. Masih dengan baju garapan Adiputro, New Setra Jetbus2 HD. Lumayan dapat bus yang bajunya baru, pikirku. GH039, begitu yang tertulis sebagai nomor lambungnya. Kalau tidak salah, armada ini pernah juga dijadikan sebagai umpan untuk line Banyuwangi-Jakarta. Armada baru memang sering dijadikan penarik perhatian untuk merebut penumpang competitor, apalagi di line baru.


Hino RN285, begitulah yang tertulis di kaca samping GH039 ini. Makin senang donk, udah dapet armada dengan baju teranyar, dapet pula yang mesinnya gahar. Komplitlah perjalanan ini. Waktu berangkat dapet Bejeu mesin ini, eh pulangnya juga dapet GH dengan mesin yang sama. Mantap. Kulihat manifest yang disiapkan oleh crew, betul, namaku ada di sana.


Masuk ke dalam kabin, sudah banyak penumpang di dalamnya. Ternyata banyak juga penumpang yang naik dari kantor. Langsung menuju ke seat 7D, seat sesuai tiket yang kupesan. Oh iya, penampakan tiket GH dari kantor agen Pattimura ini aneh menurutku, bukan tiket buku seperti biasa, namun hanya berupa lembaran kertas cetak begitu saja.

Dari dalam kabin, aku masih sempat beberapa kali ambil gambar, lumayan daripada gak ngapa-ngapain sambil nunggu bus berangat. Teman dudukku adalah seorang ibu-ibu yang rupanya tadi naik dari kantor. Seat 7D ini posisinya udah sangat belakang, sudah dekat dengan toilet. Ini hampir sama saat aku kebagian naik Kramat Djati beberapa waktu yang lalu, namun saat itu aku berada di pinggir lorong, tidak di pinggir jendela seperti saat ini.


GH121 sudah diberangkatkan, sementara bus-ku masih di Arjosari. Crew sedang sibuk mindah-mindah seat karena ada rombongan keluarga yang kebetulan seat-nya pisah pengen duduk berkumpul. Jadilah beberapa penumpang terpaksa harus dipindah-pindah seat-nya.

Tak lama, GH039 menyusul GH121 yang sudah berangkat lebih dahulu. Snack pun dibagikan. Masing-masing penumpang mendapatkan satu buah snack box untuk satu tiketnya. Isinya adalah roti, sebungkus kacang sebagai camilan dan sebotol kecil air mineral. Kok di gambar ada satu botol lagi berwana oren? Itu minumanku sendiri, tadi kubeli pas di terminal Arjosari, hehehe.


Dari gambar itu juga keliatan bagaimana jarak antar seat, lumayan rapat, tapi asih cukup lega, abaikan kaki ibu-ibu di sebelah, hehe. Beda banget jarak antar seat jika dibandingkan dengan armada yang sama-sama eksekutif, yang kugunakan pada saat berangkat kemarin, begitu juga snacknya. hehehe. Bejeu.

---

Malam perlahan mulai datang, lampu kabin pun dinyalakan, wuiih, keren. Led berwarna bitu sebagai lampu kabin yang diletakkan di dekat lubang ac per masing-masing seat menambah kemewahan body garapan karoseri asal Malang ini. Pemandangan di luar pun juga sudah gelap. Sebentar lagi Tuban, saatnya untuk service makan.


Service makan GH bareng dengan Lorena, di sebuha rumah makan di daerah Tuban, bersebelahan dengan service makan Pahala Kencana. Namun, walaupun satu rumah makan dengan Lorena, ruangan untuk penumpang GH dipisah. Penumpang GH mendapatkan sebuah ruangan khusus, ber-AC. Dari sisi makananpun sepertinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan Lorena.


Oh iya, gambar sepiring nasi di at situ sebenernya porsi normal kok, tidak sebanyak yang ada di dalam gambar, efek kamera. Kalaupun memang terbukti banyak, itu berarti khilaf. Hehehe. Saat makan, ada seuatu yang dari tadi mengganjal pikiranku sepanjang perjalanan Malang-Tuban ini. Kenapa suara mesin GH ini tidak segahar suara mesin Bejeu saat itu? Padahal kedua armada ini menggunakan mesin yang sama, mesin besar. Posisi seatku yang ada di belakang memungkinkanku untuk mendengar suara mesin saat gas dinjak dalam-dalam.Tapi suaranya tidak sama dengan suara raungan dapur pacu Bejeu yang saat itu aku tumpangi menuju Banyuwangi.

Satu lagi, responsible armada GH ini juga berkurang, walau duduk di belakang, aku bisa merasakan bagaimana GH ini sepertinya cukup kelelahan di dalam Tol tadi. Pasti ada yang tidak beres, semoga saja tidak ada apa-apa dengan dapur pacu GH ini. Pejalanan masih sangat jauh menuju tujuanku turun nanti, Pintu Tol Palimanan, Cirebon.

Mengapa turun di Pintu Tol? Ya, karena setelah adanya tol Cipali, mayoritas bus malam tujuan Jakarta lebih memilih menggunakan jalan Tol daripada jalan biasa. Disamping lebih cepat dari sisi waktu, jalanan yang bebas hambatan dan motor, lebih memudahkan driver tentunya. Itulah mengapa aku harus turun di Pintu Tol. Berbeda ceritanya kalau aku ikut armada tujuan Bandung, aku bisa turun tepat di jalan depan gang menuju kosan, karena armada Bandung biasa keluar di Pintu Tol Plumbon.

Makan dan segala hal lainnya sudah, saatnya kembali ke bus. Saat menaiki tangga di pintu bus inilah sesuatu yang dari tadi mengganjal itu terjawab. Kutatap handbrake di sebelah kiri seat driver itu dengan tatapan kaget. Ini dia jawabannya. Bus ini tidak menggunakan mesin besar RN285 seperti tertulis besar-besar di kaca samping, tetapi bus ini hanya menggunakan mesin Hino RG. Sama dengan mesin yang disematkan di Pahala Kencan armada Bandung yang biasa kunaiki. Pantas saja,, kini semua ganjalan tadi terjawab sudah.


Handbrake di sebelah kiri seat driver, dekat dengan tangga kabin adalah ciri khas mesin Hino RG. Kulanjutkan lagkahku menuju seatku di bagian belakang. Saatnya istirahat, melanjutkan perjalanan hingga tujuan, besok langsung kerja soalnya. Hehehe.

---

Ada beberapa hal yang menjadikan perjalanan ini begitu istimewa, karena banyak hal baru yang kudapatkan dalam trip kali ini.

Ini adalah pertama kalinya aku naik kereta api Taksaka.
Ini adalah pertama kalinya aku menapakkan kaki di stasiun Tugu, Yogyakarta.
Ini adalah pertama kalinya aku berkeliling sendirian di seputaran Yogyakarta.
Ini adalah pertama kalinya aku mencoba gudeg asli Yogya di daerah Wijilan.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat dan menapakkan kaki di terminal Jombor, Yogya.
Ini adalah pertama kalinya aku naik bus tujuan Yogya-Semarang.
Ini adalah pertama kalinya aku naik bus Ramayana, Patas.
Ini adalah pertama kalinya aku sholat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung, Semarang.
Ini adalah pertama kalinya aku main ke garasi Bejeu di Ngabul, Jepara.
Ini adalah pertama kalinya aku nyobain bus Muriaan.
Ini adalah pertama kalinya aku naik bus Jerapa-Denpasar.
Ini adalah pertama kalinya aku naik bus Bejeu, Black Bus Community.
Ini adalah pertama kalinya aku naik bus bermesih Hino RN285.
Ini adalah pertama kalinya aku naik bus dengan fasilitas dan snack yang wah.
Ini adalah pertama kalinya aku makan di Depot Anugerah.
Ini adalah pertama kalinya aku naik travel Awangga.
Ini adalah pertama kalinya aku naik armada berbaju New Setra JetbusHD2.

No comments:

Post a Comment