Sunday, February 7, 2016

mengobati rindu (1)

Kepada rumah yang selalu ada di kepalaku, tunggu, aku sedang menabung rindu.

Coretan kali ini berkisah tentang kepulanganku. Pulang menuju rumah, pulang menuju keluarga. Sudah sekitar tujuh bulan dari kepulanganku ke Banyuwangi, aku belum pernah pulang lagi. Terakhir pulang bulan Mei dan sekarang sudah Desember.

Urusan pengajuan cuti sudah beres semua, mulai dari tanggal 17 sampai dengan 27, aku free. Lumayan panjang, walaupun tidak bisa sampai libur pergantian tahun karena aku harus on call tahun baru, tapi paling gak sepuluh hari itu cukup. Segala urusan tiket juga sudah beres. Plan-ku, perjalanan ini akan kubuat berputar-putar, tidak langsung menuju Banyuwangi dari Cirebon, tapi berputar dulu dengan transportasi lintas moda.

Trek perjalanan yang kususun adalah Cirebon – Yogyakarta – Semarang – Jepara – Banyuwangi. Perjalanan Cirebon – Yogyakarta aku percayakan kepada perusahaan negara PT. Kereta Api Indonesia dengan KA Eksekutif Taksaka. Perjalanan Yogyakarta – Semarang – Jepara aku setting menggunakan travel Bejeu dengan armada barunya Hino Dutro. Sedangkan untuk trek Jepara – Banyuwangi kembali aku percayakan ke PO. Bejeu dengan trayek Jepara – Denpasar.

Sebenarnya untuk trek Jepara – Denpasar aku pengen nyobain PO asal Bali yang sudah melegenda, PO. Surya Bali. Aku sudah telepon agennya di terminal Jepara bahkan. Namun karena jam kedatangan travel Bejeu di Jepara dari Yogyakarta yang terlalu mepet dengan keberangkatan Surya Bali, aku urungkan reservasi tiketnya. Jadinya, perjalanan ke Banyuwangi kembali aku percayakan kepada PO. Bejeu dengan jaminan bahwa aku tidak akan ditinggal, karena jam keberangkatan bis adalah jam 14.00, berbarengan dengan jadwal kedatangan travel, kalau ada macet atau apa di jalan kan bisa kacau. Tidak apalah, paling tidak aku bisa nyobain bis impian, Bejeu, si Hitam asal Jepara.

Mengapa memilih travel Bejeu? Yang jelas adalah karena aku pengen nyobain armada baru itu. Armada dengan mesin Hino Dutro dengan kabin yang sangat nyaman. Pertama kali aku melihatnya adalah di akun Instagram PO. Bejeu. Langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Alasan lain adalah karena jamnya yang memang pas. Berangkat dari Yogya jam 8:30. Menyediakan waktu yang cukup untukku buat keliling Yogya, karena Taksaka mendarat di Stasiun Tugu jam 4.20 kalau tepat sesuai jadwal.

Oke, semua urusan sudah beres. tinggal menunggu hari keberangkatan saja.

----

Rabu, 16 Desember 2015.
Sore itu, kerjaan kantor gak juga beres. Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima. Santai. Taksaka berangkat 23:44 kok malam ini. Masih ada banyak waktu. Kembali kuteruskan pekerjaanku. Lepas waktu Magrib, kerjaanku beres. Rapi-rapi meja kerja karena akan ditinggal lumayan lama. Langsung cus ke kosan buat mandi dan ambil backpack.

Sebelum mandi, aku sempetin sms travel Bejeu yang akan membawaku besok dari Yogyakarta menuju Jepara, pada saat reservasi beberapa hari yang lalu, aku lupa nanya dapet seat berapa soalnya. Tapi, betapa shock-nya aku pas dapet balesan dari pihak travel.


Whatt?? Travel besok pagi gak jalan?? Trus gimana donk nasibku? Kubalas sms itu dengan mengatakan “Kok mendadak mas ngabarinnya? Kenapa gak dari kemaren?” Dan jawaban dari pihak travel adalah, mereka juga baru dapet info dari kantor katanya. Haduuuh. Kubalas lag isms tersebut, sama masnya aku minta direkomendasikan travel lain untuk jurusan yang sama yang kira-kira bisa aku pilih sebagai pengganti. Mas travel Bejeu menyarankan aku pake Kartika Travel. Oke.

Kuhubungi nomor Kartika area Yogya, mereka mengatakan bahwa armada yang digunakan adalah Luxio, My God,, jarak sejauh itu pake Luxio? Tapi mbak di kantor Kartika mengatakan bahwa perjalanan untuk besok pagi sudah penuh. Oke, Kartika skip.

Saatnya googling, nemu beberapa travel seperti Day Trans, Central Java Travel, dan yang lainnya. Kuhubungi satu persatu, semuanya gagal. Ada yang penuh, ada juga yang jam keberangkatannya tidak sesuai dengan jadwal trip-ku. Mungkin sudah saatnya menjalankan plan B.

Plan B adalah mengganti moda transportasi travel dengan bus. Menggunakan bus dari Yogyakarta ke Jepara. Namun yang jadi masalah di sini adalah bus dari Semarang ke Jepara itu yang gak oke banget. Bis tiga perempat yang hampir dipastikan seluruh armada trayek ini terbilang tua. So, kudu gimana?

Tenang, tenangin diri sejenak. Handuk yang dari tadi ngelingker di leher kubiarkan begitu saja, rencana mandi tertunda karena ada insiden travel yang gak jadi berangkat. Oke, muncullah ide, naik bis dari Yogya ke Semarang, trus nyambung travel Bejeu armada Elf menuju Jepara. Langsung kuraih Nokia C7-ku, kutelepon kantor travel Bejeu Semarang, berharap masih ada seat untuk keberangkatan besok di jam 11an tujuan Jepara. Mujur, seat masih ada. sekalian saja kuceritakan dan kutanya-tanya Bapak agennya, posisiku dari Yogya ke Semarang, mau ngejer Bus Bejeu tujuan Denpasar, awalnya mau naik travel Bejeu yang dari Yogya, cuman barusan diinfoin kalo gak berangkat, makanya saya naik Bus dulu ke Semarang, kekejer enggak kalau pake yang jam 11.00? Bapaknya ngejawab, insya Alloh kekejer, apalagi naik busnya sama Bejeu-nya. Kutanyakan juga, dari Bus, saya enaknya turun di mana biar travelnya gampang ngejemputnya? Bapaknya nyaranin buat turun di depan RSI Sultan Agung. Bapaknya baik banget nerangin detail-detailnya. Makasih banget Bapak Agen Bejeu Semarang.

Selanjutnya, googling buat naik bus dari Yogya ke Semarangnya. Dari googling ini aku baru tau kalo dari Yogya ke Semarang itu naiknya dari terminal Jombor, bukan dari Giwangan seperti dugaanku sebelumnya. Bus Patas untuk rute ini hanya dilayani oleh dua PO, yaitu Nusantara dan Ramayana. Okesip. Bekal udah didapet, paling gak besok udah ada bayangan tentang Yogya ke Jepara, gak buta-buta banget walaupun pada dasarnya aku sama sekali gak ngerti di mana itu Jombor, di mana itu RSI Sultan Agung. Hahaha. Saatnya mandi, mandi yang tertunda.

---

Ransel yang kubawa malam ini tidak terlalu besar, ransel buat laptop malah yang kugunakan, hanya ada satu potong celana, satu potong kaos di dalamnya dan beberapa barang pribadi seperti alat mandi dan yang lainnya. Baju-baju buat keperluan pulang ini sebelumnya sudah aku paketin terlebih dahulu berbarengan dengan foto-foto wisuda, karena takut lecek kalau foto-foto itu harus kubawa dengan ransel saat mudik. Jadi foto-foto itu berangkat duluan via paket Pahala Kencana, daripada cuman maketin foto, sekalian aja sama baju-baju ganti selama buat di Banyuwangi nanti. Hehe.

Masih terlalu sore saat aku sampai di pusat kota Cirebon apabila dibandingkan dengan keberangkatan Taksaka, perjalanan dari kosan menuju pusat kota ini aku menggunakan angkot sebagai armada transportasi, sudah sangat lama aku tidak naik angkot di Cirebon, itung-itung nostalgia.

Cari makan, itu yang terlintas sekarang. Pekerjaan di kantor seharian tadi cukup menguras perut ternyata. Saatnya hunting kuliner. Sate kambing adalah menu yang kupinang malam itu, lengkap dengan sop nya. Mantap.

Malam itu setelanku bener-bener seperti seorang backpacker. Sendirian, kaos oblong, tas selempang kecil, ransel, celana jeans, dan sandal gunung. Pantas saja, saat beres makan, banyak abang-abang becak yang nawarin jasanya. Oke. Perjalanan ke stasiun tidak terlalu jauh, becak bisa diandalkan untuk membawaku ke sana. Tarik Baaang,,

Sampai di Stasiun, masih sekitar jam setengah sepuluhan, masih sangat lama. Aku sempetin ke toilet sebentar dank e Indomaret buat beli minum. Langsung menuju ruang tunggu, ngeluarin novel Ayat-Ayat Cinta 2 yang beberapa hari kemarin kubeli, memang kupersiapkan untuk perjalanan ini.

 
Suasana stasiun Cirebon malam itu cukup ramai, tidak seperti bayanganku sebelumnya, stasiun bakal sepi karena liburan masih jauh. Banyak juga ternyata orang yang bepergian malam ini. Waktu terus kuhabiskan dengan lembaran-lembaran novel sambil sesekali memperhatikan para penumpang yang datang dan pergi seiring dengan berangkat dan tibanya kereta api.

Melalui pengeras suara, Taksaka diinformasikan akan datang jam 00.15, terlambat hampir setengah jam dari jadwal yang tertulis. Karena waktu sudah semakin dekat dengan kedatangan kereta yang akan membawaku ke Yogya, aku lakukan boarding pass dengan menunjukkan ID dan tiketku, langsung masuk menuju ke jalur kedatangan kereta.


Ini adalah pertama kalinya aku naik Taksaka. Kuamati keadaan gerbong, interiornya sudah terlihat tua, kusam. Tidak jauh beda dengan kereta Cirebon Ekspres ataupun Mutiara Timur Exe yang pernah aku naiki. Malam itu, gerbong Taksaka penuh. Aku adalah satu-satunya penumpang yang naik dari stasiun Cirebon ini. Merasa spesial karena kereta ini berhenti hanya demi aku, padahal tanpa aku pun kereta ini juga akan berhenti di Cirebon, emang udah jadwalnya gitu, hehehe.

Partner dudukku adalah seorang bapak yang sudah terlelap dalam balutan selimut Reska. Beliau hanya terbangun sebentar dan menolehku sepintas sebagai jawaban atas ucapan permisiku mohon izin duduk di sebelahnya, sesuai dengan seat yang tertulis di tiket.

Entahlah, seberapa cepat Taksaka merayap, keadaan di luar jendela gelap, sama sekali tak terlihat. Seorang bapak kondektur yang didampingi oleh beberapa orang lagi mendatangaiku untuk pemeriksaan tiket sekaligus mencatat tampat turunku nantinya. Bapaknya ramah, juga santun. Mungkin sudah begitu SOP pelayanan kondektur.

Aku mencoba untuk tidur, namun sangat sulit rasanya. Aku butuh tidur, karena disamping memang gak bisa menikmati perjalanan karena pemandangan di luar begitu gelap, aku juga butuh stamina dan kondisi yang fit buat esok hari, baik saat di Yogya maupun saat dalam perjalanan ke Banyuwangi.

Namun, semakin kupaksa untuk berusaha tidur, sepertinya mata semakin juga tak mau meredup. Kupandangi televise yang menggantung di dinding gerbong tak jauh di depanku, sudah tidak lagi menampilkan film, berganti dengan iklan internal PT. KAI yang ditayangkan berulang. Belum juga ngantuk. Gawat.

Kuambil novel, mungkin dengan membaca, mataku jadi pedas dan rasa kantuk akan datang. Kucoba cara ini. Waktu berjalan lebh dari satu jam, halaman demi halaman sudah habis kubaca, belum juga berhasil. Gustiii. Kukembalikan novel itu ke ranselku, kini aku pasrah. Kuposisikan badanku ke posisi ternyaman, biarlah kantuk itu datang dengan sendirinya.

Terakhir aku lihat jam tangan adalah jam tiga dini hari, setelah itu sepertinya aku tertidur. Namun tidak lama, sekitar jam empat lebih aku terbangun, mata masih sangat ngantuk, namun sepertinya ini sudah mau nyampe stasiun Tugu Yogyakarta. Mbak-mbak pramugari mulai berjalan mengambil kembali selimut-selimut yang digunakan oleh para penumpang. Beberapa penumpang juga sudah mulai mempersiapkan barang bawaannya. Dan benar saja, tidak lama kemudian, melalui speaker di dalam gerbong, otoritas Taksaka yang bertugas malam itu mengumumkan bahwa kereta akan sampai di Stasiun Tugu beberapa menit lagi. Pengumuman itu disampaikan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, lengkap dengan ucapan permohonan maaf dan terima kasih atas layanan yang telah diberikan PT.KAI.

---

Ini adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah kehidupan seorang Reza menginjakkan kakinya di Stasiun Tugu Yogyakarta. Musholla adalah tempat pertama yang kutuju, kutanyakan kepada seorang petugas kemanan stasiun tentang letaknya. Syukur kepada Alloh kupanjatkan karena sejauh ini selalu diberi keselamatan dalam perjalanan ini.

Stasiun Tugu saat itu sedang direnovasi, banyak bagian yang ditutup oleh pagar seng agar tidak terlalu mengganggu konsumen kereta api. Keluar dari komplek stasiun, puluhan driver taksi dan ojek menyambut menawarkan jasanya. Kutolak semuanya dengan sopan, belum saatnya. Tujuanku berikutnya adalah mencari kamar mandi umum di sekitaran stasiun. Yogyakarta shubuh masih relatif sepi ternyata. Kutemukan bangunan bertuliskan kamar mandi umum di dekat komplek stasiun yang dijaga oleh seorang bapak sepuh. Lumayan bersih. Kutitipkan ranselku kepada bapak tersebut dan aku segera mandi, menyambut segarnya air Yogya pagi itu.

Beres mandi, sambil berjalan santai kutelepon rumah, kukabarkan bahwa posisiku sudah di Yogyakarta, dan perjalanan ke Banyuwangi akan dimulai nanti siang, kemungkinan sampai paling besok shubuh. Orang rumah sudah menyadari hal ini, bahwa anak lelakinya suka jalan-jalan, untuk urusan pulang pun, tidak langsung pulang, malah mencari rute yang anti mainstream. Hehehe.

Kuterima tawaran seorang tukang ojek yang menwarkan jasanya padaku usai telepon kuakhiri. Kukatakan kepada Bapak ojek bahwa tujuan utamaku adalah Terminal Jombor, namun aku minta diantar berputar-putar terlebih dahulu di seputaran Yogya, melihat spot-spot bagus dan mungkin bisa mengabadikannya, tidak usah yang terlalu jauh, karena sesuai jadwal, aku harus udah di Semarang sebelum jam 11 siang nanti.

Mulailah eksplor Yogya ini dimulai, dengan diselingi ngobrol ringan dengan Bapak Ojek kami bercengkrama, menyaksikan suasana pagi hari kota Yogya yang sudah menggeliat. Bapak Ojek membawaku berkeliling di jalanan Malioboro, suasana masih lumayan sepi. Tampak beberapa mobil melintas, namun memang masih belum terlalu ramai.


Selanjutnya Bapak Ojek mengantarkanku ke beberapa tempat yang bisa kuambil gambarnya untuk kuabadikan.


Setelah berputar-putar, kutanyakan ke Bapak Ojek tempat sarapan yang khas di Yogya, kutawarkan juga kepada Beliau untuk turut sarapan pagi denganku hari ini. Lumayan buat teman ngobrol sambil menikmati hidangan khas Yogya nantinya. Bapak Ojek paham akan maksudku dan segera mengarahkan motornya menuju tempat sarapan. Aku sedikit terkejut saat nyampe, ternyata Bapak Ojek membawaku ke sini, tempat yang ramai dibicarakan oleh traveller, tempat makan yang banyak diuanggah di beberapa blog yang direkomendasikan buat dicobain. Terima kasih Bapak, ini adalah sebuah kejutan, monggo sarapan, Pak.


Ternyata rasa gudeg asli Yogya ini diluar bayanganku. Aku yang biasa makan gudeg di luar Yogya, sedikit kaget dengan rasa gudeg asli ini. Rasa manisnya tajam. Lidahku sepertinya sedikit shock menerima sayur semanis ini. Buatku pribadi, kok agak aneh memadukan sayur semanis ini dengan nasi. Mungkin lidahku saja yang gak biasa, buktinya orang lain suka, buktinya Bapak Ojek yang makan di depanku juga suka. Hmm. Lanjut sarapan lagi,,

Beres sarapan, kubilang ke Bapak Ojek bahwa jalan-jalannya ducukupkan saja, setelah ini bisa langsung lanjut ke Terminal Jombor. Takut telat ketinggalan travel Semarang, hehehe.

---

Di jalur pemberangkatan Patas Terminal Jombor pagi itu sudah terparkir dua unit Bus, Nusantara dan Ramayana, tepat seperti di sebuah Blog yang semalam aku baca, untuk rute Yogya – Semarang hanya dilayani oleh dua PO ini di kelas Patas.


Naik Nusantara sudah terlalu mainstream, sudah sering walaupun dengan rute yang berbeda. Tapi Ramayana? Wajib dicoba. Pengen ngerasain sensasi naik pemanah ini. Ramayana body Ventura buatan Morodadi Prima. Nusantara saat itu sudah terparkir di jalur pemberangkatan, sedangkan Ramayan masih di belakangnya, berangkat setelah Nusantara. Tak apalah, ngetemnya juga tidak akan lama, masih bisa ditelerir buat nyampe di Semarang tepat waktu.

Tak lama, Nusantara berangkat meninggalkan Jombor, majulah Ramayanan mengisi tempat yang ditinggalkan oleh Nusantara. Seorang bapak yang barusan memajukan Ramayana berteriak memanggil-manggil penumpang. Aku langsung cus masuk ke kabin Ramayana, harum semerbak memenuhu rongga hidung. Nyaman. Segera kuamankan tempat duduk paling depan sebelah kiri dekat lorong agar pandangan lebih luas ke arah depan. Tas kuletakkan di bagasi atas dan langsung kurebahkan badan mengamati keadaan terminal dari dalam kabin Ramayana.


Tak lama kemudian, ketenanganku diusik oleh seorang lelaki remaja, dia mengatakan bahwa seat itu miliknya dan rombongannya, dia mengatakan bahwa keempat seat depan telah dibooking sambil menujukkan tiket di tangannya. Loh kok? Segera kutanyakan kepadanya, emang bookingnya di mana? Dia memberitahuku agen Ramayana yang ternyata ada di sebelah kanan shelter keberangkatan Patas, persis di depan shelter Trans Yogya. Kuucapkan maaf kepada rombongan tersebut dan segera kuaraih tasku, berjalan turun dari bus langsung menuju agen Ramayana.

Mbak agen memberikanku selembar tiket setelah kutukar dengan sejumlah uang yang tertera di sana. Mbak agen mengatakan bahwa memang banyak penumpang tak bertiket, banyak penumpang yang langsung disuruh naik oleh sejumlah oknum crew untuk mencari keuntungan pribadi. Dengan kejadian ini aku bersyukur dan kecewa, bersyukur karena aku tidak jadi menjadi sarkawi karena katidaktahuanku, juga kecewa karena tidak bisa menempati hotseat, seatku kini berada di urutan ketiga dari depan, sebelah kanan pinggir kaca.


Ramayana bergerak perlahan meninggalkan terminal Jombor, selamat tinggal Yogya. Sang Pemanah mulai berlari dengan mantap. Tidak ada suara kriyet-kriyet suspensi yang terdengar dari dalam kabin, sangat nyaman, ditambah dengan dinginnya hembusan AC yang semakin membuatu berubah menjadi bobomania ini nantinya. Pemandangan yang disajikan oleh semesta yang tersaji melalui jendela di sebelahku benar-benar membuatku kagum akan alam ini, Indonesia. Dataran tinggi, hutan dan hijau adalah perpaduan untaian zamrud semesta.

Ramayana berhenti di sebuah agen yang entah itu daerah mana, menaikkan beberapa penumpang yang salah satunya adalah seorang ibu yang menempati seat di sebelahku. Aku berbincang sejenak, ternyata ibu itu juga turun di RSI Sultan Agung, tujuan kita sama.

Rasa kantuk semakin menjadi, pasti ini gara-gara semalam kurang tidur, ditambah dengan kenyangnya setelah menyantap gudeg tadi pagi. Aku tidur-tidur ayam, sesekali masih kulirik persembahan semesta di luar sana, juga jalan yang meliuk-meliuk.

Entah sudah berapa lama aku tidur-tidur ayam, sampai akhirnya aku melewati perusahaan karoseri ternama asal Ungaran, yah Ramayana lewat di seberang Laksana, untuk pertama kalinya aku melihat kantor karoseri ini. Ramayana kemudian masuk ke tol yang entah aku juga gak tau itu gerbang  tol apa, tidak sempat melihat dan membaca. Di tol, Sang Pemanah melesat laksana anak panah, gas dibejek habis oleh Bapak Driver. Sampai akhirnya, perjalananku pun harus diakhiri, selepas keluar tol dan berputar arah, aku turun tepat di depan RSI Sultan Agung, juga ibu yang duduk di sebelahku.

Cuaca saat itu sedang gerimis yang lumayan deras, seperti hujan malah. Aku berlari menuju pos security RSI,kutanyakan kepada Bapak Security apakah ada masjid atau musholla di dalam rumah sakit ini, ternyata ada, dan beliau menjelaskan arah-arahnya. Itulah tempat yang kucari, tempat untuk sekedar melepas lelah dan menghabiskan waktu sampai penjemputan travel Bejeu yang akan membawaku ke Jepara. Daripada harus berbasah-basahan dengan hujan di luar sini.

---

No comments:

Post a Comment