Terima
kasih ya Alloh, terima kasih banyak, atas cinta dan kasihMu aku masih Engkau
pertemukan kembali dengan Bulan Ramadhan tahun ini. Terima kasih juga untuk
rasa bahagia yang masih Engkau bersitkan di dalam dadaku kala Ramadhan ini datang.
Semoga aku bisa bersyukur padaMu untuk ini semua.
Ramadhan
tahun ini kembali menjadi Ramadhan yang kesekian kalinya aku tidak bisa
berkumpul dengan keluarga, menjalankan puasa di tanah rantau tanpa kebersamaan
dengan keluarga seperti sebelum-sebelumnya. Tapi abaikanlah hal ini,
rasa-rasanya aku sudah biasa, atau mulai terbiasa lebih tepatnya.
Aku
ucapkan selamat menjalankan puasa Ramadhan berikut dengan paket ibadah lainnya
buat semua kawan yang menjalankannya. Selamat berpuasa dengan bahagia, selamat
berpuasa dengan ikhlas, selamat berproses menjadi insan yang bertakwa.
Ayo,
mari kita berpuasa tanpa merasa harus dihormati sebagai orang yang sedang
berpuasa. Mari kita berpuasa tanpa harus memandang sebelah mata terhadap mereka
yang tidak berpuasa. Mari berpuasa tanpa harus mencemooh mereka yang masih
tetap membuka usaha warung makan dagangannya.
Masa
hanya karena kita berpuasa, lantas kita berhak untuk meminta penghormatan dari
orang lain? Ya, hanya karena kita sedang menjalankan puasa. Kalau sudah begitu,
begitu rendahnya harkat kita sebagai seorang hamba tentunya. Untuk taraf sedang
menjalankan ibadah ketuhanan saja masih butuh penghormatan dari orang lain, itu
bisa diartikan kita mengharapkan sesuatu selain keridloan Alloh kan? Bukannya
untuk urusan ibadah, malah kalau bisa jangan sampai orang lain tahu kita sedang
melakukannya? Seperti saat kita sedang bersedekah, jangankan orang lain, bahkan
tangan kiri kita pun kalau bisa jangan sampai tahu kan?
Begitu
juga dengan memandang sebelah mata mereka yang tidak berpuasa, hanya karena
kita sedang berpuasa. Hei kawan, bangunlah, ini hanya masalah waktu dan tak
satupun dari kita yang bisa mengetahui rahasia ini. Bisa jadi kita yang saat
ini sedang menjalankan puasa, lantas Alloh takdirkan kita untuk –naudzubillah-
unhappy ending di hidup kita, apa jadinya? Bagaimana kalau misal ke depannya Dia
takdirkan mereka yang saat ini tidak berpuasa untuk menerima hidayahNya,
sehingga kadar kualitas imannya menjadi jauh di atas kita, menjadi jauh lebih
baik dari pada kita? Itulah yang tadi aku bilang, hanya masalah waktu saja, dan
benar-benar menjadi rahasiaNya.
Begitu
juga dengan hanya karena kita sedang berpuasa, lantas kita berhak berkoar-koar
menyuruh saudara-saudara kita yang mempunyai warung makan untuk menutup usaha
dangangannya? Hei, apa hakmu menutup pintu rejeki mereka? Kita bahkan tidak
tahu apa yang terbersit dalam hati mereka. Mereka pasti punya alasan sendiri
mengapa sampai harus membuka warungnya di Bulan Ramadhan. Apa setelah kita
memaksa mereka untuk tutup lantas kita bisa menjamin kelangsungan hidupnya? Dengan
menggantikan aliran rejekinya misalnya. Tidak pernah kan? Setelah engkau
berkoar-koar dan mereka menutup usahanya karena menuruti koar-koarmu itu tadi,
titik, cukup sampai di situ saja kan? Bahkan engkau tak sempat menganalisa
berapa kebutuhan hidup harian keluarga dan kebutuhan sekolah anak-anaknya.
Apa
bedanya mereka para pemilik warung makan itu denganmu yang seorang pegawai
kantoran? Engkau tetap bekerja berangkat ke kantor di saat bulan Ramadhan kan?
karena itu memang pekerjaan dan ladangmu dalam mencari nafkah.
Apa
bedanya mereka para pemilik warung makan itu denganmu yang seorang mahasiswa?
Engkau tetap kuliah berangkat ke kampus di saat bulan Ramadhan kan? karena itu
memang tanggung jawabmu kepada masing-masing orang tuamu.
Sama
saja kan? Pemilik warung makan itu juga sedang berusaha mencari nafkah sesuai
dengan pekerjaan dan ladangnya yang kebetulan berbeda dengan pekerjaan dan
ladangmu untuk mengais rejeki. Pemilik warung makan itu sejatinya juga sedang
memikul tanggung jawabnya terhadap keluarga dan anak-anaknya.
Jadi,
marilah kita beribadah puasa di Bulan Ramadhan ini tanpa harus menilai orang
lain di sekeliling kita, tanpa harus ini dan itu. Apalagi sesuai dengan
janjiNya, ibadah puasa ini kan langsung Dia sendiri yang memberikan nilainya.
Saatnya
berlomba-lomba dalam hal kebaikan, begitu juga berlomba-lomba dalam mengurangi
keburukan. Tidak seorang pun pastinya yang mau kalau lapar dan haus sebulanan
ini hanya menjadi sesuatu yang sia-sia hanya karena setitik perbuatan negatif yang
mungkin kita lakukan. Kenapa kok harus sampai berlomba-lomba? Tidak sadarkah
kita bahwa pertemuan kita dengan Bulan Ramadhan di tahun ini sejatinya adalah
sebuah anugerah Sang Kuasa yang begitu besarnya? Berapa banyak saudara-saudara
kita yang Ramadhan tahun lalu adalah Ramadhan terakhir bagi mereka. Maka
pantaslah bila disebut bahwa pertemuan kita dengan Ramadhan tahun ini adalah
anugerah dan kado terindah dari Sang Maha Cinta untuk kita semua. Lantas,
apakah setelah Dia berikan anugerah yang begitu besar itu kita akan bersikap
biasa saja tanpa menambah amal kebaikan kita, atau bahkan malah melewatkan
anugerah itu begitu saja? Betapa kurang ajar dan tidak bersyukurnya kita, sudah
diberikan kesempatan yang tidak semua orang bisa mendapatkannya, malah kita
sia-siakan kesempatan dan anugerah tersebut. Jadi, ayo sama-sama kita memacu
diri, menjadikan Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan yang lebih baik dan terbaik
di antara Ramadhan-Ramadhan sebelumnya. Ayo kejar rahmatNya, ayo kejar
kasihNya, ayo kejar ridloNya.
Biarlah
tulisan ini tergores untuk menjadi saksi dan pemacu semangat dalam mengisi
Ramadhan di tahun ini, minimal untuk diri sendiri.
No comments:
Post a Comment