Thursday, June 11, 2015

pengalaman pertama dengan PO. Coyo

Pulang adalah saat yang paling dinantikan karena segala rindu yang tertahan bisa segera dituntaskan.

Yah, aku ingin segera pulang, tak sabar rasanya berkumpul dengan keluarga di rumah. Persetujuan cuti dari atasan sudah didapat, tinggal menunggu hari saja. Namun sebenarnya masih ada masalah di detik-detik kepulanganku ini, tiket. Betul, pengelana jauh sepertiku ini butuh tiket untuk perjalanan pulang.

Beberapa hari yang lalu, aku sudah sempet main ke kantor Pahala Kencana di daerah Kedawung untuk booking tiket, namun sial, tiket untuk tanggal yang kumaksud habis katanya, baik untuk armada Bandung, maupun armada Jakarta dan Bogor.

Kereta api? Haruskah kepulanganku kali ini ditemani si ular besi? Sudah lama aku tidak menggunakan moda transportasi milik BUMN ini, seingatku terakhir kalinya aku pulang menggunakan kereta api adalah dengan KA Gajayana tujuan Malang, dan itu udah duluuuu banget.

So, bagaimana ini selanjutnya? Tetep kekeuh mau pake bus? Apa mau pake Lorena lagi? Big No! Pengalaman perjalanan jauh tanpa leg rest dan sering berhenti di agen untuk urusan naik turun paket bisa jadi mimpi buruk dalam perjalanan nantinya. Skip. Trus gimana jadinya?

“Gak mau coba naik Coyo, Mas?” Salah seorang bapak driver di kantor, Pak Yanto, tanya ke aku. “Hah, Coyo? Apa itu Pak?” Tanyaku. Aku bener-bener asing dengan nama Coyo. “Bus, Mas. Tujuan Malang, ada agennya kok di Tuparev.” Jelasnya. Wih, aku baru tau nih, ada bus malam dengan nama Coyo yang ambil trayek Cirebon-Malang. Patut dicoba nih, pikirku. “Ayolah Pak, berangkat! Bisa anter saya ke agennya kan?”

Berangkatlah aku ditemani Pak Yanto ke kantor agen Coyo di jalan Tuparev. Aku sering lewat jalan ini, tapi kok rasanya aku gak pernah merhatiin ada agen bus malam di situ yah? Gak lama, nyampe juga di kantor agennya, depan kantor PAM Cirebon tepatnya. Kantornya kecil, ada tulisan “Bus Malam Cepat Coyo, Cirebon-Surabaya-Malang” di depan kantornya. Wuih secepat apa bis ini sampe pasang slogan seperti itu di kantor agennya?

Untuk pertama kalinya dalam sejarah aku nebus tiket kelas Super Eksekutif, 180 ribu harganya untuk tujuan Malang. Super Eksekutif itu, kata bapak agennya, hanya ada 18 seat untuk satu bus, satu seat sebelah kiri dan dua seat di sebelah kanan, berbaris enam ke belakang. Wuiiih, lega banget donk. Proses transaksi selesai, setelah sebelumnya aku banyak nanya tentang kira-kira nyampe malang jam berapa? di Surabayanya masuk terminal gak? Service makan di mana? dan pertanyaan-pertanyaan lain tentang Coyo, maklum, belum pernah naik dan baru kali ini kenalan. Uang 180 ribu kuserahkan, barter dengan selembar tiket dengan tulisan namaku, lengkap dengan waktu keberangkatan dan nomor seat, seat 1. Kurang meyakinkan sebenarnya bentuk lembaran tiketnya, hanya selembar kertas buram dengan logo Coyo dan kolom-kolom untuk mengisikan data penumpang, amat sangat sederhana untuk sebuah tiket bus malam, jauh berbeda dengan penampakan tiket rival-rivalnya sesama bis malam yang bercover aduhai dengan gambar armadanya, lembar tengah untuk penumpang dan cover belakang yang dijadikan satu dengan voucher service makan. But, never mind, gak masalah tiketnya gak meyakinkan, siapa tahu armadanya mantap, we’ll see, makin gak sabar nunggu hari H keberangkatan.

Hari H yang ditunggu-tunggu pun tiba, hari kepulanganku, hari di mana aku akan mulai perjalanan untuk menjumpai sanak keluarga, itu berarti pula hari pertemuan pertamaku dengan Coyo, bus malam cepat Cirebon-Surabaya-Malang.

Jam empat sore aku udah nyampe di terminal Harjamukti Cirebon, pas sesuai dengan arahan agen waktu itu, kumpul di terminal jam empat karena bus akan berangkat setengah lima. Kuedarkan pandangan di area belakang terminal itu yang merupakan tempat parkir bus malam, ada 4 unit bus saat itu, dua armada Ezri dan 2 armada Coyo. Ezri dan Coyo merupakan bus malam asal Pekalongan yang sama-sama memperebutkan hati para penumpang dengan tujuan yang sama, Surabaya atau Malang. Yap, kedua bus yang bergarasi pusat di Pekalongan itu memang mempunyai tujuan yang sama, Cirebon-Surabaya-Malang, keduanya pun berangkat di jam yang sama pula, ajiiib.

Namun aku cukup kaget dan terbengong-bengong dengan penglihatanku saat itu, mataku menangkap objek berupa unit bus Coyo yang terparkir di sana. Benarkah itu busku, bus yang akan menemaniku sepanjang pantura sampai kota Malang nanti? Tuhan, Engkau sedang tidak bercanda kan?

Kudatangi loket Coyo untuk keperluan “daftar ulang” dan kutanyakan pula pada petugas di sana mana bus yang harus aku naiki, dan tepat sesuai dugaanku, memang bus itulah yang akan membawaku nanti mengarungi ganasnya pantura.
  


Kutatap bus berbaju Laksana Panorama 3 di depanku, terlihat usianya yang sudah uzur dengan goresan “luka” di sana-sini yang makin menambah kesan betapa rentanya armada ini. Ini adalah pertama kalinya aku naik Coyo, pertama kalinya pula aku naik bus malam dengan armada setua ini. Masalah dapur pacu, aku tidak terlalu menyangsikan, bus ini diusung oleh mesin Hino RG keluaran sekitar tahun 1999, mesin yang masih jamak dipakai di kalangan bus malam. Melihat track record Hino RG, mesin ini jago di lintasan lurus, namun sayang, untuk tikungan dan tanjakan, Hino RG bukan spesialisnya. Lantas bagaimana bus ini akan melibas Alas Roban atau jalanan Lawang sampai Singosari nantinya? Ah, sudahlah, pilihan sudah ditetapkan, apa boleh buat, saatnya masuk ke kabin.

 

Wuih, lega dan bersih, itu kesan pertama ketika aku mulai menapak kabin, benar-benar super eksekutif, 6 baris ke belakang sangat memungkinkan kaki untuk bisa selonjoran dengan bantuan leg rest, mantap. Namun kesan “berumur” tetap tidak bisa hilang dari pemandangan interior armada ini, langit-langit dan ornamen kabin yang lusuh, motif seat yang belum kekinian, apalagi dashboard yang cukup memprihatinkan, tanpa perangkat audio video, mungkin dulunya pernah ada, namun kini hanya tinggal riwayat.

Kuposisikan diriku di seat sesuai pesanan, seat 1, baris terdepan sebelah kiri, seorang diri, single seat, oke, pemandangan depan terlihat jelas, berarti tidak perlu khawatir untuk menyaksikan pemandangan pantura nanti malam. Let’s go!!

Penumpang sudah mulai masuk, tidak banyak seat yang terisi, mungkin setiap harinya seperti ini, maklum bukan musim liburan, atau nantinya seat-seat itu akan penuh di agen-agen yang nantinya dilewati?

Gas sudah mulai diinjak dan bus pun mulai bergerak keluar terminal, mengikuti armada eksekutif yang ternyata jalan duluan. Menyusul di belakang ada Ezri eksekutif dan super eksekutifnya dengan bodi yang lumayan wah jika dibandingkan dengan Coyo ini.

Gas diinjak perlahan oleh bapak driver, dari penampilannya, beliau sepertinya sudah cukup pengalaman makan asam garam kehidupan jalanan, mungkin ribuan kilo jalanan pernah beliau tapaki. Pergerakan setir juga dikuasai cukup apik sehingga menimbulkan rasa yang tetap nyaman saat bus harus berbelok atau melakukan manuver, sejauh ini laju armada ini cukup positif, berjalan sedang, tidak pelan dan juga tidak cepat, belum saatnya mungkin, pikirku.

Perjalanan mulai sedikit membosankan ketika armadaku tidak menunjukkan taringnya sama sekali, malah menjadi bulan-bulanan bus reguler seperti Sinar Jaya maupun Dewi Sri yang beberapa armadanya sudah mendahului bus ini, akankah memang tabiat bus ini seperti ini? apakah akan terus seperti ini sampai Malang? Kuharap jangan.

Bapak driver dan asistennya masih terus mengobrol ringan dan sesekali bercanda saat bus mulai dibelokkan ke sebuah garasi di daerah Pekalongan, yap ini adalah kantor pusat Coyo, cukup luas dengan puluhan bus terparkir di sana. Bus ini memang selalu mampir di sini untuk keperluan kontrol. Penumpang pun ternyata ada yang naik dari sini, kabin mulai terisi penuh. Tidak lama bus berenti di sini, setelah urusan kontrol dan mungkin administrasi selesai, bus kembali melanjutkan perjalanan.

Masih sama seperti sebelumnya, kali ini Coyo menjadi santapan bus malam yang mulai berjalan beriringan, maklum sudah sekitar jam sembilanan, saat di mana pantura dikuasai oleh ratusan bus malam. Coyo harus mengalah dan ikhlas menjadi bulan-bulanan bus malam lain, kudu nrimo kalau kata orang Jawa. Sudah tak terhitung lagi berapa bus yang dengan mudahnya mengasapi Coyoku ini. aku hanya bisa menatap mereka dengan lemas. Mungkin sudah takdirnya harus begini, hehehe.

Alas Roban akhirnya bisa ditaklukan dengan cukup terengah-engah, bus segera memasuki area parkir rumah makan di daerah Gringsing untuk service makan malam yang aku rasa sudah sangat terlambat, sekitar jam sepuluhan, lebih mungkin. Rumah Makan Sendang Wungu.

Kami, penumpang Coyo, baik kelas eksekutif maupun super eksekutif diarahkan oleh petugas rumah makan untuk masuk ke ruangan yang telah disediakan khusus untuk penumpang Coyo. Bagus, bersih, ber-AC, ada televisinya juga. Makanan yang dihidangkan standar seperti service makan bus malam pada umumnya. Namun yang membuatku salut adalah adaya ruangan khusus yang sudah dipersiapkan sedemikian rupa untuk kami, para penumpang Coyo di rumah makan ini.

Urusan makan, ibadah dan urusan toilet pun selesai, seluruh penumpang kembali naik ke bus, perjalanan kembali dilanjutkan, dan meleset dari perkiraan, driver masih menjalankan armada ini dengan santai. Sebelumnya aku berpikiran bahwa bus ini akan dipacu dan gas akan dibejek dalam-dalam nanti setelah service makan. Namun itu semua hanya harapan. Mending tidur kalau gini ceritanya.

Sempet terbangun di daerah yang berjalan jelek, entah daerah mana ini, namun mata rasanya berat untuk dibuka, tidur lagi.

Tuban, matahari sudah mulai muncul ketika bus ini berbelok ke sebuah rumah makan untuk istirahat. PO ini memang menerapkan single driver untuk line Cirebon-Surabaya-Malang, menjadi dilema memang, makanya sang Driver harus benar-benar prima. Di sini kami kembali beristirahat, sholat shubuh –yang kesiangan- dan sarapan diluar service makan. Rumah Makan Taman Sari.

Skip, skip, skip.

Mesin RG lumayan menggerung saat harus melibas jalanan sepanjang Lawang sampai dengan Singosari, tipikal track yang menanjak konstan rupanya cukup menguras tenaga Hino ini. Hari sudah sangat siang saat itu, jam sembilanan. Sudah sangat terik.

Coyo masuk Arjosari tepat pukul 11.00, sangat-sangat terlambat pikirku. Kalau dibandingkan dengan armada dari PO lain, start dari Cirebon setelah isya, bisa masuk Malang sekitar jam 6 atau jam 7 pagi. Nah ini, start dari Cirebon masih sangat sore, tapi masuk Arjosari jam segini, sangat terlambat. Namun, paling tidak, Alhamdulillah, Coyo sudah membawaku selamat sampai di temapt tujuan, Malang.

Perjalanan kulanjutkan dengan angkot, atau yang di Malang biasa disebut dengan mikrolet menuju Stasiun Malang untuk selanjutnya menunggu keberangkatan kereta Tawangalun di jam 14.00 yang akan membawaku ke Bumi Blambangan, Banyuwangi.


#mengisahkan cerita lama. Saat ini bus Malam PO Coyo sudah ganti baju menggunakan Legacy, Legalight dan Ultima.

17 comments:

  1. kalo tentang pengalaman PO. Coyo memang saatnya armada PO. Coyo dilakukan peremajaan.. istri saya sampe kapok naiknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir di blog saya.

      Seperti yang saya tulis, ini adalah sebuah cerita lama. Saat ini Coyo sudah banyak berbenah dan meremajakan banyak armadanya.

      Kalau boleh tau Istri Mas naik Coyo line mana yah yang sampe kapok itu? Hehe.

      Delete
    2. Hampir 2 th naik bis coyo,hampir sebulan 2 blan skali,dari teeminal pemalang smp lali banteng semarang,gak ada yg aneh2 dari supir tg baik smp kenek tg baik,tp hari ini tgl 14/11/2016,jam 7.00 dari terminal pemalang,saya di suruh ankat koper ke bagasi bus sendiri,dan saya pun ankat koper kebagasi sendiri,si kenek cuma berdiri tegak sambil bilang suruh kasih uang tambahan buat barang yg saya bawa,si kenek mengancam saya klo saya gak ngasih uang tambahan mka bila barang rusah ato hilang saya tanggung sendiri!!!setelah sampe di kali banteng dia banting koper saya sampe toples buat mertua sya pecah,pdahal itu toples yg paling mertua saya sukai,setelah saya komplain ke po coyo,saya di suruh ke tempat pengaduan coyo,tp sya ga bisa dateng hari itu jg,karna saya hari itu jg saya harus terbang,dan jam nya sudah mepet,tp saya bilang ke po coyo setelah saya pulang dari Australia bulan febuari saya akan lanjut kan lasus ini,sebener nya bukan karna barang yg pecah atopun msalah meminta uang tambahan,tp ini sdah termasuk kriminal,

      Delete
    3. Terima kasih sudah mampir di blog saya.

      Turut prihatin dengan pengalaman kurang mengenakkan yang menimpa Kakak. Mungkin hanya oknum atau entah bagaimana, semoga kasusnya segera bisa diselesaikan dengan baik.

      Semuanya demi kebaikan bersama, terutama demi peningkatan mutu dan kualitas layanan transportasi umum di Indonesia.

      Delete
  2. kalo pahala kencana bagaimana kondisi bus dan layanannya? apa ada yg super eksekutifnya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir di blog saya.

      Sejauh yang saya pernah naiki sampe dengan sekarang, PK masih masuk di list pribadi saya, masih nyaman lah, pendapat pribadi saya loh yah :)

      Management PK sudah meniadakan armada super Exe dari beberapa tahun yang lalu Mas.

      Delete
    2. mau sharing aja mas. pgalaman naik PK, sya pernah mas gak dapet tempat duduk dan terpaksa sya harus duduk dikursi ektra paling blakang dket tmpt kru bus tdur. iya kalo kursi yg dipake duduk, itu kayak anak tangga dikasih bantalan spon doang mas, sya naik dr tuban sampe sumedang. dan saya jga udah pernah beberapa kali ngobrol dgn org lain ketika naik bus klo PK katanya emg sring kayak gitu, jd mereka kayak cari pnumpang tmbahan gitu. tp kliatanya yg dpet kayak gitu org yg lgi apes aja dan mgkin jga saya apes wktu itu.

      Delete
    3. Terima kasih sudah mampir di blog saya.

      Wih, mungkin itu pas peak season yah Mas, jadi management juga jual seat yang sebenernya juga "bukan seat", biasanya itu dikasih nomor 37-38 yah..

      Dan gak cuman PK kok Mas yang seperti itu saat di peak season, banyak PO lain yang juga menerapkan hal yang sama, lumyang mungkin buat mereka, hehe.

      Delete
  3. wah pertama kali ya bmas naik coyo. sya udah sering pol naik coyo mas. dr jaman sya masih kecil sampe skg ini, ya emg jalannya coyo santai banget dibanding bus2 yg lain. apalgi klo mas nya naik yg eksekutif biasa, beh beda jauh sama bus malem yg lain. masak kursinya sempit banget mas, gak kayak bus malem lain kan eksekutif lebar2.

    mampir juga ke blog sya ya campuranz.blogspot.co.id

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir di blog saya.

      Iya Mas, postingan ini adalah tentang pertama kali saya berkenalan dengan Coyo. Beberapa kali setelahnya saya masih sering ikut armada PO ini, namun semenjak ada PO lain yang membuka line yang sama, saya lama gak ikut Coyo lagi.

      Sampai akhirnya bulan kemarin saya ikut lagi armada Coyo SE tujuan Malang dan hasilnya, sudah gak seterawat dulu lagi armadanya.

      Delete
  4. Wihh kok mirip ceritanya...skrng sy naik coyo jg...pahala kencana penuh...malang jg tujuanku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir di blog saya.

      Wiih, gimana review Coyo sekarang Mas? Gak pengen coba PO sebelah yang lebih rame?
      Hehe.

      Delete
  5. Untuk sekrang armadanya udah jauh lebih baik ko mas ada Evonext ada legacy ada juga legacy sr1 untuk ke malang atau surabaya nya dan juga ada ultima meskipun cuman direbody tetapi tetep jos ko saya sdnri blm cba sih tapi pengen banget nyoba

    ReplyDelete
  6. Terakhir naik coyo 2007/2008... Busnya perasaan sama kaya di gambar itu... Strip luar/kaca/tulisan sama persis.. Berati Gak ada perubahan dong dari dulu...

    ReplyDelete
  7. Saya pernah 2x naik unit yang ini sekitar th 2009 krn kehabisan tiket Ezri.. dan ya begitulah ga jauh beda pengalamanya...

    ReplyDelete
  8. Wah jadi nostalgia dulu suka naik bus coyo

    ReplyDelete