Mantap
nih, ada libur tiga hari. Libur Agustusan, sayang banget kalau cuman buat
leha-leha di kosan gak kemana-mana. Cocok nih kalo buat ngetrip, temanya
Agustus, maka jadilah sebuah perjalanan dengan tagline Ngetrip Hari Merdeka.
Namun
ngetrip kali ini aku gak sendirian, bukan lagi solo traveller seperti biasanya,
kali ini berdua sama temen kantor, cowok (ngenes kan?), Lisanan namanya. Plan
berangkat Sabtu pagi-pagi dari Cirebon, tentu saja pake bus, wajib, hehehe.
Semua urusan tiket yang butuh reservasi, udah beres, tinggal cus.
Pagi
itu, Sabtu, 15 Agustus 2015, dengan cuaca Agustus yang cerah, aku dan Lisanan
sudah berdiri di sana,di pinggir Jalan Raya Plumbon. Lengkap dengan setelan
travelling masing-masing. Menunggu bus yang akan membawa kami ke Bandung,
tujuan pertama trip ini. Harapanku paling gak perjalanan awal ini bisa dapetin
bus yang mantep. Line Cirebon-Bandung didominasi dengan Bus lokal Cirebon yang
reputasinya tidak terlalu baik, baik dari sisi armada maupun speednya. Kedua PO
asal Cirebon yang merajai line ini, PO. Sahabat dan PO. Bhineka, keduanya tidak
bisa diandalkan. Sebelum ada tol Cipali, line ini masih punya pesaing dari PO.
dalam negeri, DAMRI tujuan Kuningan-Bandung yang armadanya kinyis-kinyis dengan
kecepatan dan kenyamanan yang lebih bisa diandalkan. Namun setelah tol Cipali
dibuka, DAMRI tidak lagi melintasi Cirebon, langsung cus dari Tol Ciperna arah
Bandung.
Tidak
lama kami menunggu, datanglah sebuah Bus berwarna merah melaju perlahan
menghampiri kami, bus Bhineka berbaju Legacy yang entah hasil jahitan siapa,
kurasa bukan dijahit asli oleh karosesi asal Ungaran sebagai pemilik desain
aslinya, mungkin ini hasil jahitan garasi Bhineka sendiri. Segera aku dan
Lisanan naik, mencari bangku kosong yang bisa dibuat duduk berdua, yes, kami
dapet, di sisi sebelah kanan agak ke bagian belakang. Interrior bus dengan
dapur pacu MB ini terlihat sudah “sepuh” namun tetap dipaksakan untuk melayani
service Patas di line ini.
Perjalanan
Cirebon-Bandung ini kami barter dengan harga Rp 55.000,- setiap tiketnya. Di
line ini, untuk big bus, semua PO menerapkan tarif yang sama, begitu juga untuk
medium bus yang lebih murah Rp 5.000,- dibanding bus besar. Bersyukur kali ini
aku bisa dapet big bus, pernah sekali dalam perjalanan ke Bandung aku dapet
medium bus-nya PO Sahabat, benar-benar not recommended, jarak antar kursi yang
terlalu dekat bener-bener mempersempit ruang gerak, capek.
Perkiraan
waktu tempuh Cirebon-Bandung via jalan biasa dengan bus berkisar 5 jam, sudah
termasuk dengan istirahat di sebuah rumah makan di daerah Sumedang, belum
termasuk jika ada kejadian di luar rencana yang bisa menimbulkan kemacetan
panjang di jalur ini. Waktu tempuh kedua kota ini begitu timpang jika
dibandingkan dengan perjalanan via Tol Cipali yang kemudian diteruskan dengan
Tol Purbaleunyi, cukup 2 jam saja untuk jarak Cirebon-Bandung.
Perjalanan
tidak terlalu seru, disamping karena perjalanan sama cowok speed yang
biasa-biasa saja, relative pelan bahkan, juga karena perjalanan ke Bandung
sudah terasa biasa bagiku, yang dilihat juga cuman itu-itu saja.
Skip,
skip.
Lewat
tengah hari, bus yang kami naiki akhirnya masuk ke markasnya Kang Mus, Terminal
Cicaheum Bandung. Aku, Lisanan dan seluruh penumpang di bus ini turun di sini.
Melangkah turun dari bus dan melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Aku
dan Lisanan segera keluar dari komplek terminal. Lisanan masuk ke sebuah
minimarket Alfamart di samping terminal membeli sesuatu. Plan kami, kami akan
menuju masjid Agung Kota Bandung untuk Dzuhur dan sekaligus Ashar di sana. Pake
apa ke sananya? Bus lagi donk tentunya, hehe.
Kami
naik bus kota AC dengan trayek Cicaheum-Cibereum. Armada ini sepertinya
dialokasinya buat armada Trans Metro Bandung kalo dilihat dari jahitan
karoserinya dengan posisi pintu double di bagian tengah badan bus. Bus bermesin
Hino ini sepertinya baru, namun sayang, untuk urusan administrasi tiketing,
penumpang tidak mendapatkan tiket sebagai bukti pembayaran.
Perjalanan
berasa sangat seru dengan pemandangan aktifias masyarakat Bandung dengan
mobilitasnya yang tinggi. Kami memilih seta di deretan paling belakang karena
posisinya lebih tinggi dibandingka dengan seat yang lainnya yang memungkinkan
pandangan kami bebas melihat ke mana saja. Perjalanan tidak terlalu lama, tidak
terlalu macet juga hari itu. Kami sampai di Alun-Alun Kota Bandung.
Selesai
sholat, saatnya kita beraksi, biarin sepatu masih dititipin di penitipan,
karena rulenya memang seperti itu, tidak boleh menggunakan alas kaki saat
bermain di kawasan alun-alun Kota Bandung. Banyak banget orang pada saat itu.
Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, keluarga, pasangan, semuanya memanfaatkan
ruang terbuka di tengah kota ini untuk sekedar melepas lelah mungkin, rekreasi,
relaksasi, santai. Di sana-sini tampat muda-mudi bernarsis ria dengan kamera
bertongsis. Tidak ketinggalan Lisanan, bedanya dia tidak make tongsis, hehehe.
Bandung
dengan segala kenangannya telah membuatku jatuh cinta dengan kota ini. Aku
pernah menetap beberapa bulan lamanya di kota ini sebelumnya. Betah. Kerasan.
Seteah
puas jalan-jalan, lapar mulai melanda ... (bersambung)
No comments:
Post a Comment