Friday, January 11, 2013

hujan yang mendamaikan

“Aku suka hujan, suara rintiknya yang terdengar di genting kamarku terdengar merdu.”

“Aku seneng kalau turun hujan, soalnya memory-ku langsung bisa flashback tentang sebuah kenangan.”

“Gerimis itu romantis.”

“Aroma tanah basah karena hujan itu, harumnya penuh dengan damai.”

“Aku suka mengintip hujan dari jendela kamarku, suasananya benar-benar menyejukkan.”

“Hujan itu adalah saat bermalas-malasan di dalam hangatnya dekapan selimut.”

Mungkin seperti itulah di antara kalimat yang bisa mendeskripsikan tentang hujan. Mana yang merupakan ungkapan kalian? Atau kalian punya ungkapan indah lainnya tentang hujan? Ungkapan dan gambaran yang lebih indah, mungkin. Atau bahkan kalian sama sepertiku, yang kini “membenci” hujan?

Musim hujan yang mulai datang di akhir tahun kemarin, yang masih berlangsung hingga kini, dan entah sampai kapan akan tergantikan oleh musim kemarau lagi, mungkin bagi kalian adalah sebuah hal indah, romantis, dramatis dan mendamaikan. Tapi tidak dengan aku. Rintik hujan yang mungkin bagimu adalah bagaikan alunan suara yang merdu, bagiku adalah sebuah kepedihan layaknya sayatan sembilu. Gerimis yang menurutmu romantis, bagiku adalah derai tangis. Suasana saat hujan yang kau bilang menyejukkan, bagiku adalah sebuah ketakutan. Hujan yang bagimu berarti hangat dalam dekapan selimut penuh rasa malas, bagiku adalah pontang-panting penuh kerja keras. Hujan bagiku, tidaklah seindah hujan di depan indra kalian.

Mungkin itu semua tampak berlebihan, ya, bahasa sastra akan membuat segala sesuatu tak sesederhana aslinya. Tapi paling tidak, begitulah lukisan rasa yang digambarkan oleh hujan, menurutku.

Mata pencaharianku saat ini, terhitung dari pertengahan 2010, adalah sebuah pekerjaan yang memaksaku untuk mengibarkan bendera perang terhadap hujan dan pasukannya. Hujan adalah musuh. Pekerjaanku menuntutku untuk “membenci” hujan berikut antek-anteknya. Itulah sebuah resiko. Itulah tuntutan. Bagaimanapun, semuanya masih harus kuhadapi dengan penuh senyuman. Juga doa.

Suatu saat nanti, aku juga ingin seperti dulu, seperti kalian. Seperti mereka yang bisa memandang hujan dari sudut pandang yang indah. Sudut pandang yang mendamaikan. Menikmati harum aroma tanah basah yang menyegarkan.

No comments:

Post a Comment