Keadaan
dalam kabin dini hari itu, semua penumpang juga pada tidur, bahkan crew pun
juga terlelap di singgasananya. Bapak Driver satu sepertinya bobok di kandang
macan. Hanya Mas Driver dua yang focus menyetir, ngerokok, sambil berbincang
via headset dengan seseorang di sana yang entah siapa dia, kawannya mungkin.
Bejeu
sudah melintasi daerah Wongsorejo, kuambil ranselku di bagasi atas, kubuka
pintu sekat kabin dengan ruang kemudi, kemudian duduk di sebelah Mas Driver.
Tanpa mematikan ponselnya, Mas Driver berbincang sejenak denganku, lalu
melanjutkan kembali pembicaraan teleponnya.
Beberapa
saat lagi, aku harus mengakhiri trip ini, Ketapang hanya beberapa kilometer di
depan. Masih ingin rasanya bermesra-mesraan dengan Bejeu yang sudah sangat baik
memberikan pelayanan dan kenyamanan. Pengen rasanya nerusin perjalanan sampe
dengan Denpasar, toh tiketku juga sampai Denpasar. Hehehe.
Kuucapkan
terima kasih kepada Mas Driver dan Mas Crew ketika Bejeu sampai di gerbang
penyeberangan Ketapang. Sebuah senyum lebar dilempar mas Crew dan Mas Driver
sebagai balasan. Saatnya turun. Kutatap kubus raksasa itu berjalan memasuki
area parkir pelabuhan. Terparkir bersama dengan rival-rivalnya yang mungkin
datang dari Surabaya atau Malang dengan tujuan yang sama, Pulau Bali. Terima
kasih Bejeu, terima kasih bus hitam.
Kuseberangi
jalanan depan pelabuhan, berjalan menuju masjid besar yang ada persis di depan
penyeberangan Ketapang. Waktu masih menunjukkan pukul empat lebih seperempat.
Shubuh menyambut, sujud kepada Penguasa semesta sebagai wujud syukur atas
segala karunia.
Dari
masjid ini nanti, perjalanan akan kulanjutkan menggunakan ojek untuk menuju
rumah, menuju harapan, menuju keluarga. Damai.
---
Kembali
ke Barat.
Malam
ini saatnya aku kembali ke Cirebon. Rute perjalanan adalah Banyuwangi – Malang
– Cirebon via Pantura. Banyuwangi – Malang akan dilibas menggunakan travel,
sedangkan Malang – Cirebon akan ditempuh dengan bus. Beberapa hari sebelum hari
kepulangan, kuurus semua tiketnya. Travel jatuh pada Awangga Travel karena
travel langganan yang biasa kuaniki pelayanannya semakin menurun, waktunya
beralih dan nyobain armada lain yang sepertinya lebih menjanjikan kenyamanan.
Sedangkan untuk urusan bus, tiket benar-benar habis. Pahala Kencana jurusan
Bandung maupun Jakarta sudah full semua. KD sepertinya tidak bisa diandalkan,
Si Ijo sudah lama dicoret dari daftar, sedangkan armada Cirebonan terlalu siang
nyampainya. Aku harus nyampe pagi, langsung masuk kantor soalnya. Akhirnya
teringat akan armada kinyis-kinyis SHD milik Gunung Harta, berharap penuh dapat
GH120 atau GH121. Itupun dapetnya seat 7D, yang penting terangkut.
Sebenernya
bisa saja dari Banyuwangi langsung ke Cirebon pake armada Jakarta atau Bandung.
Pilihannya ada Pahala Kencana, Lorena, Kramat Djati, Malino Putra dan Gunung
Harta. Gunung Harta adalah pendatang baru untuk rute Banyuwangi. Kenapa harus
via Malang? Karena sudah lama aku gak mampir Malang, nengok Ibuk dan Bapak
(Kakek dan Nenek dari garis Ummi), juga sodara-sodara di sana, termasuk rumah
Kakak.
Jadilah
malam itu aku berangkat dengan Awangga Travel, dari luar penampakannya seperti
travel pada umumnya, menggunakan armada KIA Pregio dengan sebelas seat. Tapi
ada plusnya, ada bantal, selimut, snack, dan satu lagi, neck rest. Belum pernah
sekalipun naik travel dari Banyuwangi yang ada neck rest-nya, baru kali ini,
Awangga Travel.
Dalam
perjalanannya menuju Malang, Awangga istirahat di salah satu rumah makan di
daerah Tongas, Probolinggo. Tidak hanya istirahat, tapi juga service makan. Ini
juga merupakan kelebihan lain travel ini. Di saat travel lain menghilangkan
service makan, Awangga justru masih mempertahankannya. Service makan dilakukan
tidak dengan prasmanan, tapi sudah disiapkan sepiring nasi rawon atau nasi
soto, bebas pilih yang mana, plus teh manis, bisa dingin, bisa juga pilih yang
panas.
Awangga
mandaratkanku di Tlogo Indah, Malang, tepat saat adzn shubuh berkumandang.
Petualanganku di Malang baru saja dimulai, dan akan berakhir nanti di jam 13:00.
---
Arjosari
siang situ tampak begitu ramai, padahal belum arus balik harusnya, karena
liburan tahun baru belum berakhir. Tapi entah mengapa, banyak sekali orang yang
akan bepergian siang itu via terminal ini. Beberapa bus sudah berada di
shelternya masing-masing, namun masih sangat sedikit jumlahnya bila
dibandingkan dengan semua armada yang harusnya ada di sini.
Ada
Malino Putra Exe yang siap di koridornya, didampingi oleh Safari Dharma Raya dengan
pasukan gajahnya, sedang menunggu penumpang setianya. Tampak di kejauhan ada
duet Coyo bermesin Hyundai masih santai karena jam keberangkatannya masih
sangat jauh. Ada juga Pahala kencana Legalight yang sedang dimandikan di
jejeran Patas Denpasar.
Beberapa
waktu berselang, masuklah gerombolan Si Ijo, Lorena, mereka berpencar, karena
tidak memungkinkan untuk parkir bersamaan. Ada tiga unit kalau gak salah siang
itu yang disiapkan untuk mengaspal pantura dengan start dari bumi Arema.
Dan
yang ditunggu-tunggu siang itu datang, sang artis. Dialah GH121, Gunung Harta
kinyis-kinyis dari Adiputro dengan baju New Setra Jetbus SHD yang begitu
menjadi pusat perhatian siang itu. Beberapa mata terpana melihatnya, bus baru
dengan penampilan yang tinggi gagah.
Kuhampiri
tubuh bongsor warna ijo itu, ini dia bus yang akan mengantarkanku ke Jawa
Barat, pikirku. Mantap. Namun, kekecewaan harus aku hadapi saat namaku tidak
ada dalaM manifest GH121. Pupus. Hari ini manajemen GH memberangkatkan dua unit
armada karena penumpang yang membludak, dan kebetulan aku ditakdirkan untuk
menjadi penghuni armada dua.
Kutebak-tebak,
armada apakah yang akan menemaniku nanti? Armada apakah yang hari ini disiapkan
untuk armada dua? GH120 yang menjadi saudara kembar GH121 jelas tidak mungkin,
pasti GH120 hari ini berangkat dari Barat, tidak mungkin dua SHD berangkat
bersama dengan tujuan yang sama, startegi menarik konsumen harus diajalankan
tentunya. Pupus sudah harapan untuk menjajal armada Adiputro baju SHD ini. Lalu
armada apa yang kudapat?
Pertanyaanku
terjawab, tak lama, masuklah armada GH kedua. Masih dengan baju garapan Adiputro,
New Setra Jetbus2 HD. Lumayan dapat bus yang bajunya baru, pikirku. GH039,
begitu yang tertulis sebagai nomor lambungnya. Kalau tidak salah, armada ini
pernah juga dijadikan sebagai umpan untuk line Banyuwangi-Jakarta. Armada baru
memang sering dijadikan penarik perhatian untuk merebut penumpang competitor,
apalagi di line baru.
Hino
RN285, begitulah yang tertulis di kaca samping GH039 ini. Makin senang donk,
udah dapet armada dengan baju teranyar, dapet pula yang mesinnya gahar.
Komplitlah perjalanan ini. Waktu berangkat dapet Bejeu mesin ini, eh pulangnya
juga dapet GH dengan mesin yang sama. Mantap. Kulihat manifest yang disiapkan
oleh crew, betul, namaku ada di sana.
Masuk
ke dalam kabin, sudah banyak penumpang di dalamnya. Ternyata banyak juga
penumpang yang naik dari kantor. Langsung menuju ke seat 7D, seat sesuai tiket
yang kupesan. Oh iya, penampakan tiket GH dari kantor agen Pattimura ini aneh
menurutku, bukan tiket buku seperti biasa, namun hanya berupa lembaran kertas
cetak begitu saja.
Dari
dalam kabin, aku masih sempat beberapa kali ambil gambar, lumayan daripada gak
ngapa-ngapain sambil nunggu bus berangat. Teman dudukku adalah seorang ibu-ibu
yang rupanya tadi naik dari kantor. Seat 7D ini posisinya udah sangat belakang,
sudah dekat dengan toilet. Ini hampir sama saat aku kebagian naik Kramat Djati
beberapa waktu yang lalu, namun saat itu aku berada di pinggir lorong, tidak di
pinggir jendela seperti saat ini.
GH121
sudah diberangkatkan, sementara bus-ku masih di Arjosari. Crew sedang sibuk
mindah-mindah seat karena ada rombongan keluarga yang kebetulan seat-nya pisah
pengen duduk berkumpul. Jadilah beberapa penumpang terpaksa harus
dipindah-pindah seat-nya.
Tak
lama, GH039 menyusul GH121 yang sudah berangkat lebih dahulu. Snack pun
dibagikan. Masing-masing penumpang mendapatkan satu buah snack box untuk satu
tiketnya. Isinya adalah roti, sebungkus kacang sebagai camilan dan sebotol
kecil air mineral. Kok di gambar ada satu botol lagi berwana oren? Itu
minumanku sendiri, tadi kubeli pas di terminal Arjosari, hehehe.
Dari
gambar itu juga keliatan bagaimana jarak antar seat, lumayan rapat, tapi asih
cukup lega, abaikan kaki ibu-ibu di sebelah, hehe. Beda banget jarak antar seat
jika dibandingkan dengan armada yang sama-sama eksekutif, yang kugunakan pada
saat berangkat kemarin, begitu juga snacknya. hehehe. Bejeu.
---
Malam
perlahan mulai datang, lampu kabin pun dinyalakan, wuiih, keren. Led berwarna
bitu sebagai lampu kabin yang diletakkan di dekat lubang ac per masing-masing
seat menambah kemewahan body garapan karoseri asal Malang ini. Pemandangan di
luar pun juga sudah gelap. Sebentar lagi Tuban, saatnya untuk service makan.
Service
makan GH bareng dengan Lorena, di sebuha rumah makan di daerah Tuban, bersebelahan
dengan service makan Pahala Kencana. Namun, walaupun satu rumah makan dengan
Lorena, ruangan untuk penumpang GH dipisah. Penumpang GH mendapatkan sebuah
ruangan khusus, ber-AC. Dari sisi makananpun sepertinya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Lorena.
Oh
iya, gambar sepiring nasi di at situ sebenernya porsi normal kok, tidak
sebanyak yang ada di dalam gambar, efek kamera. Kalaupun memang terbukti
banyak, itu berarti khilaf. Hehehe. Saat makan, ada seuatu yang dari tadi
mengganjal pikiranku sepanjang perjalanan Malang-Tuban ini. Kenapa suara mesin
GH ini tidak segahar suara mesin Bejeu saat itu? Padahal kedua armada ini
menggunakan mesin yang sama, mesin besar. Posisi seatku yang ada di belakang
memungkinkanku untuk mendengar suara mesin saat gas dinjak dalam-dalam.Tapi
suaranya tidak sama dengan suara raungan dapur pacu Bejeu yang saat itu aku
tumpangi menuju Banyuwangi.
Satu
lagi, responsible armada GH ini juga berkurang, walau duduk di belakang, aku
bisa merasakan bagaimana GH ini sepertinya cukup kelelahan di dalam Tol tadi.
Pasti ada yang tidak beres, semoga saja tidak ada apa-apa dengan dapur pacu GH
ini. Pejalanan masih sangat jauh menuju tujuanku turun nanti, Pintu Tol
Palimanan, Cirebon.
Mengapa
turun di Pintu Tol? Ya, karena setelah adanya tol Cipali, mayoritas bus malam
tujuan Jakarta lebih memilih menggunakan jalan Tol daripada jalan biasa.
Disamping lebih cepat dari sisi waktu, jalanan yang bebas hambatan dan motor,
lebih memudahkan driver tentunya. Itulah mengapa aku harus turun di Pintu Tol.
Berbeda ceritanya kalau aku ikut armada tujuan Bandung, aku bisa turun tepat di
jalan depan gang menuju kosan, karena armada Bandung biasa keluar di Pintu Tol
Plumbon.
Makan
dan segala hal lainnya sudah, saatnya kembali ke bus. Saat menaiki tangga di
pintu bus inilah sesuatu yang dari tadi mengganjal itu terjawab. Kutatap
handbrake di sebelah kiri seat driver itu dengan tatapan kaget. Ini dia
jawabannya. Bus ini tidak menggunakan mesin besar RN285 seperti tertulis besar-besar
di kaca samping, tetapi bus ini hanya menggunakan mesin Hino RG. Sama dengan
mesin yang disematkan di Pahala Kencan armada Bandung yang biasa kunaiki.
Pantas saja,, kini semua ganjalan tadi terjawab sudah.
Handbrake
di sebelah kiri seat driver, dekat dengan tangga kabin adalah ciri khas mesin
Hino RG. Kulanjutkan lagkahku menuju seatku di bagian belakang. Saatnya
istirahat, melanjutkan perjalanan hingga tujuan, besok langsung kerja soalnya.
Hehehe.
---
Ada
beberapa hal yang menjadikan perjalanan ini begitu istimewa, karena banyak hal
baru yang kudapatkan dalam trip kali ini.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik kereta api Taksaka.
Ini
adalah pertama kalinya aku menapakkan kaki di stasiun Tugu, Yogyakarta.
Ini
adalah pertama kalinya aku berkeliling sendirian di seputaran Yogyakarta.
Ini
adalah pertama kalinya aku mencoba gudeg asli Yogya di daerah Wijilan.
Ini
adalah pertama kalinya aku melihat dan menapakkan kaki di terminal Jombor,
Yogya.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik bus tujuan Yogya-Semarang.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik bus Ramayana, Patas.
Ini
adalah pertama kalinya aku sholat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung, Semarang.
Ini
adalah pertama kalinya aku main ke garasi Bejeu di Ngabul, Jepara.
Ini
adalah pertama kalinya aku nyobain bus Muriaan.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik bus Jerapa-Denpasar.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik bus Bejeu, Black Bus Community.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik bus bermesih Hino RN285.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik bus dengan fasilitas dan snack yang wah.
Ini
adalah pertama kalinya aku makan di Depot Anugerah.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik travel Awangga.
Ini
adalah pertama kalinya aku naik armada berbaju New Setra JetbusHD2.