…
Seteah
puas jalan-jalan, lapar mulai melanda. Sebelumnya aku udah bilang ke
Lisanan,aku punya tempat makan yang pengen banget buat aku coba di daerah
Cihampelas. Tempat makan yang aku dapet infonya dari cerita-cerita food
blogger. Tempat makan dengan tagline “Terlezat nomor dua se Timur Tengah”,
apalagi kalau bukan Rumah Makan Kambing Bakar Cairo.
Telpon
temen Bandung dulu buat nanya-nanya angkot tujuan Cihampelas dari alun-alun.
Udah dapet info kudu naik angkot apa aja, mari berangkat. Kalau di Bandung,
sebenernya lebih enak naik bus kota daripada naik angkot. Tarif bus kota lebih
jelas ketimbang tarif angkot yang berdasar pada jarak. Makin jauh jarak, makin
mahal tarifnya, tapi kan jadi gak ada standarnya untuk ukuran jauh dan mahal
itu segimana.
Kami
pilih duduk di lantai dua biar bebas melihat pemandangan jalan Cihampelas yang
relatif macet dengan banyaknya toko-toko penjual kaos. Memilih menu yang
disediakan, aku pilih Kambing Bakar ukuran medium bagian punggung, yang katanya
bagian ini adalah bagian yang paling sedikit lemaknya dan bisa merasakan
sensasi menghisap sumsum, ditambah omelet, seporsi nasi dan jeruk panas.
Lisanan? Memesan menu yang sama, tapi tanpa omelet.
Tidak
terlalu lama, makanan sudah dihidangkan. Wow, ukuran kambing bakarnya ternyata
lumayan besar untuk size medium. Namun ukuran nasinya, terlalu sedikit menurut
perut kami yang cacingan, hahaha. Begitu juga sambel kecapnya, terlalu
minimalis, khusus untuk urusan sambel kecap ini, kami sampe request tambah.
Omeletnya biasa saja, gak ada yang spesial. Bagaimana dengan kambing bakarnya?
Sempurna. Begitu empuk dan tidak ada aroma kambing sama sekali. Juara. Sumsumnya
juga, sedikit butuh pengorbanan memang buat dapetin sumsumnya, namanya juga di
tengah tulang, tapi overall, mantap lah.
Harganya?
Yah, ono rego ono rupo lah, sebanding. Paling gak, penasaranku terbayar. Next
mungkin bisa dicoba untuk menu lainnya yang sepertinya juga layak
dipertimbangkan, hehe.
Rumah
makan ini cukup rame, apalagi di jam makan siang seperti ini. Di meja sebelah
ada sekumpulan bule yang lagi lunch. Di pojok sebelah sana, ada bapak-bapak
berkemeja rapi yang sepertinya beres berbisnis, di meja sebelahnya ada pasangan
suami istri, rame pokoknya.
Kekurangannya,
rumah makan ini belum bisa menerima debit selain BCA. Ini yang jadi masalah,
setiap kali trip, transaksi yang bisa dilakukan dengan debit akan aku lakuin
dengan debit, gunanya tentu saja untuk menjaga ketersediaan uang cash selama di
perjalanan, karena di kota orang kita tidak tau di mana – di mana lokasi ATM
berada. Kan gak lucu kalo pas lagi ngetrip, kehabisan uang cash sementara
lokasi ATM jauh banget akses ke sananya.
Cukup
lama kami diem duduk-duduk di tempat makan ini setelah beres makan, sekedar
untuk wasting time. Jam masih nunjukin pukul 15.00, sementara keberangkatan bus
kami ke kota selanjutnya jam 18.30. Masih sangat lama. Ngobrol ngalor-ngidul,
akhirnya lihat map di hp. Jarak dari Cihampelas ke Pajajaran tidak terlalu
jauh, hanya 1,6 km. Awalnya kita berencana naik angkot Cicaheum-Ciroyom buat ke
Pajajaran, tapi karena waktu yang masih lama dan jarak yang cuman 1,6
km, kita hajar aja pake jalan kaki.
Hehehe.
Jalan
kaki di jalanan kota Bandung lumayan asyik, banyak yang dilihat. Matahari
memang terik, tapi hawa gak terlalu panas, friendly lah buat pejalan kaki model
kami ini. Kami jalan sangat santai,tiap ada halte selalu numpang duduk
berhenti, soalnya jam keberangkatan masih sangat lama. Kita sempet duduk lama
di halte GOR Pajajaran, sambil lihatin mereka yang asyik olahraga di dalam GOR.
Dari GOR Pajajaran, pool bis yang akan kami tumpangi nanti, sudah sangat dekat.
Pool
bis Nusantara sudah mulai kelihatan ketika kami kembali meneruskan langkah
kaki. Terlihat ada 3 armada Nusantara berlivery warna ungu. Dua armada kelas premiere
atau eksekutif dengan dapur pacu MB berbaju Jutbus garapan Adiputro, dan satu
armada kelas signature, atau super eksekutif dengan dapur pacu Scania.
Kami
singgah sejenak di pool untuk lapor dan cek tiket. “Berangkat 18.30 yah Mas.”
Kata mbak-mbak yang jaga saat itu. Wew, masih lumayan lama. Numpang ke kamar
madi pool sebentar, keluar lagi. Lihat-lihat 3 armada yang parkir
di depan pool, yah, 3 armada ini yang malam ini ambil line. Foto-foto sebentar dan
melakukan observasi seadanya sama bus yang nanti kami tumpangi. Ketiga mesin
bus sudah nyala, lagi dipanasin sepertinya.
Karena
masih ada waktu, kita jalan ke Alfamart, beli minum dan perbekalan buat
perjalanan nanti malem. Masih sempet juga nongkrong di depan Istana Plaza, cuci
mata di bumi priangan, hehehe. Gak lama, balik lagi ke pool karena jam
keberangkatan udah bentar lagi.
Pintu
bis sudah dibuka, tersisa hanya ada 2 bis saat kami kembali dari Istana Plaza,
Mungkin satu bis udah jalan duluan ke Cicaheum buat ambil penumpang. Mas kenek
udah mempersilahkan penumpang masuk kabin dan membantu meletakkan barang bawaan
berlebih di bagasi.
Pilihan
kami saat itu adalah Nusantara Signature Class dengan kode NS-99 bermesin
Scania dengan konfigurasi seat 2-1 dan kapasitas hanya 18 atau 21 penumpang,
sepertinya 18. Ini untuk pertama kalinya dalam sejarah per-bis-an, aku naik
armada semewah ini, bermesin Scania lagi. Bener-bener yang pertama kalinya naik
Scania. Sudah lama aku ngidam naik bus ini. Pernah sekali ngerencanain mudik
naik bus ini, tiket sudah di tangan, tarif sudah di bayar, tapi takdir mengatakan
lain, keberangkatan harus aku cancel karena bentrok dengan adanya acara kantor.
Kepulanganku pun tertunda.
NS-99
merupakan legenda dan buruan di kalangan pecinta bus. Bus dengan kesan mewah
ini sempat menjadi incaran hampir semua bismania. Di masanya, dia adalah
maestro dengan segala kemewahan yang ditawarkan. Namun karena faktor usia,
penampilannya tak segagah dulu. baju Irizar jahitan karoseri kawakan asal Malang,
Adi Putro, sudah terlihat lusuh. Lampu led depan juga sudah mati sebelah. Sudah
waktunya bus ini ganti baju. Eksterior memang terihat lusuh, namun kesan mewah
pada interiornya masih jelas terlihat, seat berkelas ala pesawat pun masih
terlihat sangat terawat.
Kami
dapat hot seat di sebelah kanan, nomor 1B dan 1C, tepat di belakang driver.
Sengaja aku pesan jauh-jauh hari demi mengamankan hot seat buat menikmati laga
pantura sepanjang perjalanan. Kita akan lihat kemampuan Scania malam ini. Dari
hot seat ini, terlihat kemudi dan panel dashboard Scania dengan begitu elegan,
lengkap dengan logo singanya.
Kita
atur ransel yang kita bawa, atur duduk senyaman mungkin. Lisanan ambil seat
deket jendela, sementara aku pilih di pinggir lorong agar pandangan ke depan
lebih leluasa. Sempet ndeso dengan
reclining seat model elektrik. Reclining seat di semua bis yang aku naiki
sebelum-sebelumnya, selalu yang model tuas, namun malam ini kami dapet mainan
baru, reclining model elektrik. Tinggal tekan, dan seat pun langsung bergerak ndlosor memposisikan penghuninya ke
posisi bobo cantik. Perjalanan menuju kota kretek pun dimulai. Selamat tinggal
Bandung, selamat datang Kudus.
Penumpang
NS-99 malem itu penuh, long weekend. Bus mendapat izin berangkat setelah
sebelumnya dilakukan pengecekan penumpang oleh mas-mas Agen. Scania mengaum
sebentar dan bergerak mulus. Terlihat di seberang ada banyak armada Bandung
Express juga siap-siap untuk diberangkatkan. Pool mereka ternyata berdekatan.
Bandung
macet parah malam itu, bahkan saat bus masuk Tol Pasteur pun kondisinya sama
saja. Bener-bener macet. Jalan merayap, bahkan sesekali berhenti. Singa Scania
tidak bisa unjuk gigi kali ini. Daripada bosen, aku telpon keluarga saat itu,
sekalian pamitan untuk keberangkatan etape berikutnya. Karena keberangkatan
Cirebon-Bandung udah pamit sebelumnya.
Ada
kejadian kecil saat di dalam tol, panel dashboard tiba-tiba berkedip dengan
menampilkan tampilan berkedip tanda seru berwarna merah, dibarengi dengan suara
beep berulang. Driver panik. Namun sepertinya co-Driver lebih mengerti dengan
keadaan ini. “Direset ae Mas, pateni, trus uripi maneh.” (Direset saja Mas,
matiin, terus idupin lagi) Kata co-Driver. Mas Driver pun segera melakukan apa
yang dibilang asistennya, Alhamdulillah, mesin normal kembali. Singa kembali
mengaum.
Scania
mengalami trouble memang hal yang menakutkan di kalangan sebagian kru bus.
Paling tidak itu yang aku tahu dari obrolanku suatu waktu dengan seorang kru
bus dalam perjalanan mudikku sebelumnya. Mesin Scania memang terkesan mbingungi karena memang full
computerized dan electrical untuk drive systemnya. Bahkan banyak yang bilang, “Nek
Scania trouble, isone mung nyenteri, ora isu melu ngewangi ndandani.” (Kalau
Scania trouble, bisanya cuman kasih penerangan lampu senter, gak bisa ikut
bantu benerin). Hehehe.
Kemacaten
masih terus terjadi bahkan sampai pintu keluar Tol Cileunyi … (bersambung)
No comments:
Post a Comment