1.
MUDIK KE TIMUR
Idul
Fitri tahun iki aku harus pulang, nengokin suasana rumah saat lebaran, kumpul
bareng keluarga. Ya, terakhir aku mudik adalah pas tahun 2013 silam, makanya
2016 ini aku harus pulang, sungkem.
Rute
yang kupilih untuk kepulanganku ini gak neko-neko,
waktunya udah mepet banget sama lebaran soalnya, sehingga rutenya hanya menjadi
Cirebon-Malang via jalur tengah, lanjut Malang-Probolinggo-Jember-Banyuwangi.
Sepertinya aku akan transit semalam di Jember, baru keesokan harinya akan
lanjut lagi ke Banyuwangi pake motor. Iya, pake motor bareng Fira, adhekku yang
sekarang udah kerja di kota Suwar-Suwir itu.
Jum’at,
01-07-2016.
Persiapanku
sudah sangat matang, packing juga
udah. Ransel hanya tinggal angkut. Gak banyak barang bawaanku di mudik ini,
seperti biasa hanya sebuah daypack
Eiger berkapasitas sekitar 35 liter.
Ini
adalah workday terakhir, Minggu depan
udah masuk ke masa liburan cuti bersama lebaran. So, aku berangkat memulai
perjalanan panjang ini di sore ini. Kali ini, masih kupercayakan perjalananku
ke PO. Handoyo yang akan membawaku menuju Malang via jalur tengah
Semarang-Solo. Bukan karena apa-apa aku memilih Handoyo, Pantura pasti udah
macet banget dengan pemudik yang pake motor, belom lagi yang pake mobil karena
jalan tol lintas Jawa baru berujung sampai dengan Brebes Timur, maka Handoyo
kupilih karena Pantura yang dilewatinya hanya sampai dengan Semarang, lepas
Semarang, Handoyo berbelok ke kanan mengarah ke jalur tengah via Solo-Ngawi.
Kok
gak milih Pahala Kencana seperti biasa? Hmm, maaf, tarif PK tujuan Jember di
hari yang sama sudah sangat melambung tinggi, tak terbeli, haha, tembus di
angka 700ribu. Sayang uangnya, hehe.
Tiket
Handoyo kali ini pun terbilang fantastis. Tiket tujuan Malang yang biasanya
kutebus dengan harga 170ribu, kali ini naik menjadi 270ribu. Lumayan juga
tuslahnya. Tapi itulah harga yang harus dibayar demi sebuah kepulangan, demi
sebuah hangat keluarga. Tidak ada apa-apanya.
Sesore
ini aku udah ada di parkir belakang terminal Harjamukti, Cirebon. Jam empat
kurang. Calon penumpang berbagai armada udah terlihat begitu banyak. Sore itu
ada satu unit Medali Mas yang sepertinya berbaju Marcopolo rombakan tujuan
Malang via Solo yang sudah standby,
tampak beberapa penumpangnya udah ada di dalam kabin. Ada dua unit Coyo berbody
Skybus dan Legacy yang juga dikerumuni penumpangnya. Juga tiga unit Handoyo
yang terparkir di depan kantor agennya. Ezri tentu saja tidak terlihat karena
jam keberangkatannya jauh lebih awal dibanding armada tujuan Malang lainnya,
sekitar jam setengah tiga.
Seperti
yang aku bilang, sore itu Handoyo memberangkatkan tiga armada sekaligus. Satu
armada warna coklat berbaju Celcius garapan Rahayu Sentosa tujuan Surabaya via
Semarang-Tuban, satu armada berwarna padanan ungu putih berbaju New Setra
Jetbus HD2 karya Adiputro tujuan Malang via Semarang-Solo, dan satu lagi armada
yang masih kinyis-kinyis warna hitam padanan kuning berbaju New Legacy Skybus
jahitan Laksana dengan tujuan yang sama dengan armada berbaju garapan Adiputro.
Lapor
ke Mas Adji Prajidina dulu, dia adalah perwakilan agen Handoyo di terminal ini.
Oke, aku ikut bus satu, New Setra Jetbus HD2 yang segera akan diberangkatkan
duluan, sementara juniornya yang menyandang predikat bus dua, diberangkatkan
menyusul, mungkin barengan dengan armada Surabaya.
Aku
sudah duduk di seat-ku, hotseat di nomor 3, atau kalau di armada
lain, seat ini bernomor 1c. Ya, baris
pertama sebelah kanan pinggir lorong, tepat di belakang driver, seat yang mantap
dengan fasilitas pandangan ke depan yang begitu lebar, tak terhalang.
---
Handoyo
dengan tenaga 260 HP bermesin Hino RK8 ini mulai mengaspal di jalanan pantura,
berjibaku dengan pengguna jalan lain yang sudah mulai crowded. Pemandangan yang lazim terlihat di saat musim mudik
lebaran seperti sekarang ini.
Adzan
magrib berkumandang tepat saat kami melintas di kota Brebes, Jawa Tengah. Kru
menginformasikan hal itu kepada kami para penumpang yang hari itu masih
berpuasa, termasuk aku. Kubatalkan puasaku dengan sebotol air mineral, cukup.
Adzan
magrib berkumandang tepat saat kami melintas di kota Brebes, Jawa Tengah. Kru
menginformasikan hal itu kepada kami para penumpang yang hari itu masih
berpuasa, termasuk aku. Kubatalkan puasaku dengan sebotol air mineral, cukup.
Oh
ya, sebelahku, seat nomor 4 dihuni
oleh seorang bapak-bapak yang saat kutanya tujuannya, beliau menyebutkan
Mojokerto. Aku memang selalu tidak mujur dalam hal teman duduk di dalam bus
maupun kereta, seperti yang pernah kukatakan, belom pernah aku dapet temen
duduk mbak-mbak cantik, hehe. Kembali ke bapak-bapak di sebelah, pas buka puasa
beliaunya ternyata ngebekal nasi dan lauk pauknya, sempat nawarin aku yang
kubalas dengan sebuah senyuman.
Bus
berjalan merayap di antara ribuan pengguna jalan lain, berbagi celah. Kemacetan
semakin tidak terkendali pas udah deket sama simpang pintu tol Brebes Timur
atau yang lebih dikenal dengan Brexit. Rekayasa lalu lintas sudah dilakukan di
jalur ini padahal, polisi menerapkan sistem Contra
Flow dengan memanfaatkan 1 jalur ke
arah Barat menjadi jalur ke arah Timur, sehingga saat ini ke arah Timur ada
tiga jalur, menyisakan satu jalur untuk arah Barat. Namun itu ternyata masih
tidak bisa mengantisipasi kemcetan luar biasa ini. Belakangan beredar info di
berbagai media bahwa di saat puncak arus mudik, kemacetan Brexit ini sampai
tembus stuck lebih 20jam yang
mengakibatkan banyaknya korban jiwa.
Alhamdulillah,
sepertinya bis yang aku tumpangi tidak terlalu lama terjebak di kemacetan ini,
bus bergerak meninggalkan persimpangan Brexit melewati gapura selamat datang
Kota Tegal. Sejauh ini perut yang saat buka tadi hanya keisi dengan air
mineral, belum berontak, hehe. Rumah makan masih jauh, sangat jauh malah.
Melalui
pembicaraan driver via telepon dengan
driver bus 2, aku bisa denger bahwa ternyata bus 2 kejebak macet ekstra parah
di dalam tol Brebes. Ya, bus 2 rupanya tadi keluar terminal Harjamukti Cirebon
langsung masuk tol via Pintu Tol Ciperna, apes. Masih jauh lebih cepet kami
yang via jalur biasa.
---
Sekitar
jam sebelas lebih, bus melewati Alas Roban melalui jalur lama. Ah, sebentar
lagi rumah makan. Mari kita isi perut dengan menu yang sudah disediakan. Bus
diarahkan memasuki pelataran parkir Rumah Makan Indorasa3. Ayo kita buka puasa,
buka yang ekstra kelewat.
Ternyata
malam itu menu yang disediakan adalah soto ayam dengan porsinya yang menurutku
begitu kecil, tidak mengenyangkan, apalagi untuk ukuran buka puasa yang kelewat
seperti malam ini. Ya maklum lah, ada harga ada barang, hehe. Tidak cukup
kenyang setelah menghabiskan semangkuk soto ayam plus nasi, aku menuju ke
bagian belakang rumah makan, ada pedagang mie ayam di sana. Kupesan satu
mangkuk mie ayam bakso. Cepat kuhabiskan karena aku tau waktu istirahat bus
tidaklah lama. Nah, ada kejadian yang gak akan kelupa sampe kapanpun pas aku
bayar harga mie ini, sumpah ini harga mie ayam bakso paling mahal yang pernah
aku makan, 30ribu untuk semangkuk mie ayam gerobak biasa, bukan di mall atau
restoran, hanya gerobak biasa. Subhanalloh. Semoga cepet berangkat haji yah
tukang mie ayamnya.
Beres
urusan perut, musholla adalah tujuan berikutnya. Aku satuin Isya’ dan Magrib di
musholla ini. Semua urusan selesai, yuk kita balik ke bus, kru udah
manggil-manggil soalnya.
---
Bus
masuk ke terminal Tirtonadi Solo, kulirik jam tangan, tepat jam 2.28 dini hari.
Yampun, setengah tiga baru nyampe Solo. Déjà
vu dengan keadaan terminal Tirtonadi, hehe. Keinget pas kemaren tour de Central Java. Driver kembali menelepon partnernya, driver bus 2. Ternyata bus 2 baru akan
masuk rumah makan di Gringsing sana. Gustiii, itu mah buka puasa sekaligus
sahur namanya. Syukur aku diikutkan di bus 1, walaupun sudah keitung telat,
tapi paling gak aku udah nyampe Solo.
Bus
kembali diarahkan masuk ke sebuah rumah makan di daerah Ngawi, Jawa Timur,
entah apa namanya, aku lupa, cukup besar tapi. Sebagian besar penumpang memang
minta untuk ada makan sahur ke kru bis. Ya, akhirnya kita makan sahur di sini,
di Ngawi, bareng dengan banyak bus lain yang juga bersantap sahur di sini.
Begitupun
aku yang juga sahur di sini. Ini bukan service,
jadi semuanya bayar sendiri. Makanan diambil secara prasmanan, kemudian
disodorkan ke kasir untuk dihitung berapa total yang harus dibayar sekaligus
untuk ambil minum. Menuku saat itu adalah ikan goreng dan sayur daun singkong,
lengkap dengan segelas teh manis panas. Pas sahur ini juga kusempatkan untuk
ngehubungin rumah buat kasih kabar udah sampe mana-mananya.
---
Tepat
jam setengah sebelas siang, Handoyo landing
di Arjosari, Malang. Angka yang spektakuler, hehe, belum pernah aku nyampe
Malang sesiang ini. Terima kasih banyak kru Handoyo AA 1403 EA yang telah
mengantarkanku dengan selamat sampai kota Malang. Entah bagaimana kabar bus 2,
aku gak tahu.
Tak
buang-buang waktu, segera aku menuju ke tempat parkir bus arah Timur. Aku
berharap masih ada Patas di jam sesiang ini, males banget kalau ke timur harus
pake armada Ekonomi, bukan karena apa, badan udah lelah banget, trus panasnya
itu loh, ditambah armada arah Timur yang mayoritas sepertinya udah mulai harus
diremajakan.
Bersyukur,
ada satu armada Patas di sana, Akas Green yang entah dengan dapur pacu apa, aku
langsung aja naik dari pintu belakang, udah cukup penuh namun masih ada
beberapa tempat duduk di bagian yang agak belakang. Kuambil seat sebelah kiri,
di sebelah seorang cowok yang lagi merem-merem pake headset.
Suasana
kabin gak sempet aku foto, kemungkinan ini Mercy kuler. Capek dan ngantuk
banget rasanya. Bus udah jalan, penumpang full seat. Berkah lebaran memang. Pak
kondektur pun mulai menjalankan tugasnya, nagihin ongkos penumpang satu per
satu.
Kusebutkan
Jember sebagai tujuanku, namun langsung ditolak oleh bapak kondektur.
“Probolinggo dulu aja ya Mas.” katanya. Okelah, emang udah biasa. Patas Malang
emang seperti itu, selalu gak mau kalau ada penumpang yang langsung ambil tiket
Jember, harus Probolinggo dulu, ntar kalo ternyata okupansi penumpang Jember
bagus, ya bus lanjut ke Jember, kalo gak ya cukup sampe Probolinggo dan bus
langsung puter kepala arah Malang lagi. Penumpang tujuan Jember bisa ikut Patas
asal Surabayaan. Begitupun aku siang ini.
---
Akas
Green yang aku tumpangi udah diarahkan masuk ke Terminal Bayuangga,
Probolinggo. Ternyata semua penumpang harus turun di sini, bus langsung putar
kepala ambil trayek arah Malang lagi. Oke.
Begitu
turun dari bus, aku langsung jalan cepet ke arah shelter Patas Jember, Alhamdulillah di sana ada Akas Asri dari
Surabaya yang sedang parkir, langsung aja aku naik, dapet seat di kanan pinggir
kaca agak di bagian belakang. AC nya kurasa lebih dingin dibanding Akas Green
yang tadi.
Interior
bus ini lebih wah dari pada Patas Malang tadi, masih sangat cocok lah dapet
predikat bus Patas. Bus udah bergerak meninggalkan Bayuangga, melintasi jalanan
Jawa Timur. Sempat kulihat jam tangan, udah jam 12.37 saat itu.
---
Alhamdulillah,
nyampe juga di Terminal Tawangalun, Jember, sekitaran jam tiga sore. Kukabari
Fira buat ngejemput. Oke, kutunggu aja dia di sini, di tempat duduk deket
tempat penurunan penumpang terminal Jember. Lama juga aku nunggu Fira yang
akhirnya dia dateng juga. Etape berakhir sementara sampai di sini, di Jember.
Perjalanan berikutnya akan dilanjut besok, selepas sahur. Numpang perpal dulu
semalem di kosan Fira.
---
Minggu,
03-07-2016.
Sahur
udah, sholat shubuh pun udah. Kami udah sangat siap. Aku pagi itu pake jaket
rangkap dua, lengkap dengan sarung tangan dan masker dari slayer. Begitu juga
Fira yang pagi itu juga berpakaian tebal, lengkap dengan masker warna ijo yang
sepertinya dia beli di minimarket. Kami udah siap menempuh etape hari ini,
Jember-Banyuwangi, memggunakan motor Fira, Honda Beat. Sayang banget ini gak
ada fotonya, kalo ada pasti keren banget.
Kutelepon
rumah untuk meminta restu dan ijin berangkat, oke, didapat. Siap berangkat.
Saat itu masih jam 4.45 pagi. Jalanan masih sangat sepi. Entah berapa kilometer
jarak Jember-Banyuwangi pastinya, aku gak tahu. Kalo pake kendaraan umum,
Jember-Banyuwangi itu bisa ditempuh antara 4-5 jam. Kalau pake kendaraan
pribadi, bisa 3-4 jam. Jalanan yang sepi membuat Honda Beat ini bisa kupacu
cepat. Semalem pas kita cari buka puasa, motor ini udah sekalian aku isi
Pertamax full tank, juga roda yang
aku isi dengan nitrogen depan belakang, motor ini siap tempur.
Jarum
speedometer beberapa kali menyentuh
angka 90-100 kmpj. Jalanan memang masih benar-benar sepi, hanya ramai saat
ngelewatin pasar aja, selebihnya, hanya satu dua pengendara yang melintas.
Hutan
Kumitir yang menjadi batas Jember dan Banyuwangi masih sangat dingin pagi itu.
Jalanan yang berkelok tajam mampu kulibas sempurna. Gak lama kita berada di
punggungan gunung, kita udah masuk Banyuwangi.
Sempet
berhenti sebentar karena ada serangga kecil yang masuk ke helm yang kupakai.
Lepas helm, ngeluarin serangga, gerak-gerakin badan bentar, go! Lanjut lagi,
sekalian ntar istirahnya pas udah di rumah. Sekalian capek.
Jalanan
panjang di ujung Timur pulau Jawa ini masih saja kulibas cepat, sambil diiringi
candaan antara aku dan Fira. Ngobrol santai tentang ini itu, seperti gak ada
habisnya, sambil tetap konsen dan stabil bawa motor.
Masuk
ke sebuah SPBU, kembali minum Pertamax full
tank. Lanjut perjalanan yang tinggal secuil lagi. Benar, gak lama setelah
isi bahan bakar, kami nyampe di rumah. Jam 6.30. Hah?? Jember-Banyuwangi gak
ada 2 jam? Fir, apa yang udah kita lakukan??
Benar
saja, orang rumah juga kaget kami nyampe secepat itu. “Tadi nelpon kalo gak
salah masih jam lima, kok sekarang udah nyampe aja? Pasti ini ngebut banget
bawa motornya.” Omel Ummi, diikuti juga omelan Abi. Aku yang juga gak nyangka
bakal secepat itu hanya bisa senyam-senyum heran, saling pandang dengan Fira.
Paling gak, Alhamdulillah, segala syukur kami haturkan, etape mudik ini
selesai. Jarak Cirebon-Banyuwangi berhasil aku lipat selesai pagi ini.
Sempurna.
---
2.
NGATERIN FIRA KE JEMBER
Hari
itu Minggu, tanggal 10 Juli 2016. Siang ini aku nganterin lagi Fira balik ke
Jember karena besok dia udah masuk kerja. Sebenernya kantorku juga udah mulai
masuk Senin besok, tapi seminggu besok aku ambil cuti, so aku ngantornya masih
ntar, minggu depan.
Jam
dua siang kami berdua berangkat, setelah Dzuhur yang akau jamak dengan Ashar
sekalian. Kali ini kostum kami biasa ajah, soalnya udah siang, gak dingin kayak
dulu pas ke Banyuwangi-nya. Tapi masih tetep safety kok untuk ukuran biker.
Lagi-lagi Ummi dan Abi berpesan buat gak terlalu ngebut di jalannya, Insya
Alloh. (bersambung)
No comments:
Post a Comment