"dan Dia menancapkan gunung-gunung
di bumi (dengan kokohnya) supaya bumi itu tidak bergoncang. Dia juga telah
menciptakan aliran-aliran sungai dan jalan-jalan (untuk kalian lalui) agar
kalian mendapatkan petunjuk. –Q.S. AnNahl, 15- “
Berawal
dari sebuah obrolan sederhana, sepertinya rencana pendakian ini bakalan
terwujud. “Za, mumpung kita masih lengkap di Cirebon, sebelum kamu nantinya
balik ke Banyuwangi, yuk muncak Ciremai, yuk?” Kata Kang Dadan aka Mang Omo kepadaku
sore itu, di mobil dalam perjalanan pulang kerja. “Wah, yang bener nih, ntar
gajadi lagi kayak kemaren-kemaren? Ayolah kita jadiin aja rencana ini, siapa
tau ini bakalan jadi sebuah pendakian perpisahan, hehehe.” Jawabku antusias
menimpali ajakan Mang Omo.
Ya,
beberapa waktu sebelumnya, kami memang pernah merencanakan pendakian ini, tapi
selalu gagal dan batal. Aku, yang sudah hampir delapan tahun di kota ini, belum
pernah sekalipun menjamah puncak Ciremai, puncak tertinggi tatar Parahyangan.
Hanya bisa melihat kegagahannya dari kejauhan.
Makanya,
dengan ajakan ini, aku sangat antusias. Salah satu list dalam daftar keinginan
bakal kesampaian nih. Fix, akhirnya sore itu kami resmikan bahwa rencana
pendakian ini harus terwujud. Harus jadi. Tinggal cari personil tambahannya aja.
“Aku tidak ingin mengajakmu melihat keramaian kota, karena
di sanalah letak keangkuhan dan kesombongan dunia. Aku hanya ingin mengajakmu berjalan
di kesunyian belantara rimba, karena di sanalah tempat untuk saling menghargai
sesama.”
Mengenai
penyebutan kata “pendakian perpisahan atau farewell
hiking” rasanya cukup beralasan. Biasalah, kalau kita bekerja di sebuah
perusahaan akan selalu ada wacana-wacana perusahaan untuk ini dan itu terkait
managemen dan tenaga kerja. Belum lama ini kami memang dihadapkan pada situasi
ini, bahkan sudah sampai di level sosialisasi. So, aku bilang bisa jadi ini
adalah sebuah pendakian perpisahan. Farewell
Hiking. Akan menjadi sebuah perpisahan yang begitu mengesankan dan membekas
tentunya.
---
Dua
minggu sebelum hari-H, personil pendakian Ciremai sudah terbentuk, berhasil
terkumpul sembilan orang. Luar biasa, lumayan banyak ternyata. Saatnya
mempersiapkan fisik, karena aku yakin, mengandalkan seringnya naik tower aja
gak bakalan cukup buat nanjak nantinya. So, mulai sejak itu, tiap pagi hari,
ada kegiatan baru yang aku lakukan, sesekali bareng Mang Omo juga. Lari pagi
muter-muter kantor, atau naik turun tangga dari lantai dasar sampai rooftop di
atas lantai lima gedung kantor. Capek? Pasti, tapi namanya juga latihan,
daripada nanti drop dan langsung
kaget dengan medan saat pendakian yang sebenarnya.
Melalui
rooftop kantor juga, tiap pagi sambil latihan fisik aku selalu bisa memandang
gagahnya Ciremai di arah Selatan, tinggi menjulang. Tunggu saja, aku akan
berdiri di atas sana, beberapa hari lagi. Insya Alloh.
---
Mendekati
hari-H, jumlah personil yang fix ikut dalam pendakian ini berkurang, menjadi hanya
tujuh orang. Kita hitung aja, ada Aku, Mang Omo, Lisanan, wa Ali, ditambah
dengan tiga orang teman kampus Lisanan, masing-masing adalah Apung, Ismail dan
Saeful. Ada dua orang dari kami bertujuh yang sudah berpengalaman mendaki
Ciremai, yaitu Mang Omo dan Lisanan. Cukup lah.
Plan
pendakian Ciremai ini nantinya adalah sesuai dengan kemauan kami, yaitu menggunakan
jalur lintas, yang berarti jalur yang digunakan untuk naik dan turun adalah dua
jalur yang berbeda. Biar langsung dapat dua pengalaman sekaligus dalam sekali
pendakian.
Seperti
diketahui, ada tiga jalur untuk mendaki gunung tertinggi Jawa Barat ini. Jalur
pertama adalah jalur Linggarjati, Kuningan. Jalur ini terkenal ekstrim karena
kontur jalanan yang sangat menanjak karena memanfaatkan jalur aliran air, jalur
ini adalah jalur terpendek untuk mencapai puncak, sangat tidak disarankan untuk
para pemula. Mang Omo pernah menggunakan jalur ini, dari ceritanya dapat kami
simpulkan bahwa jalur ini berat.
Jalur
kedua adalah via Palutungan, Kuningan. Jalur ini cukup landai, tapi merupakan
jalur terpanjang karena saking landainya. Lisanan dan beberapa blog menyebutkan
bahwa waktu tempuhnya antara 10-12 jam perjalanan. Jalur ini biasa digunakan
oleh mereka para pendaki pemula. Baik Mang Omo maupun Lisanan, sudah pernah
menggunakan jalur ini.
Jalur
ketiga adalah dari Apuy, Majalengka. Kami buta akan jalur ini, baik Mang Omo
maupun Lisanan tidak pernah menggunakan jalur ini. Jadi, tidak ada salahnya
untuk kami coba. Plan kami adalah naik via Apuy dan nantinya turun via
Palutungan. Cukuplah dalam dua hari di Sabtu dan Minggu.
---
Jumat/13/05/2016.
H-1
pendakian. Segala sesuatu mulai dipersiapkan, terutama untuk masalah logistik
dan kebutuhan pokok. Aku, Mang Omo dan wa Ali yang kebagian untuk ngurusin hal
ini. Dengan jumlah uang patungan yang telah terkumpul dari masing-masing
personil, lepas makan malam, kami pun belanja ini-itu.
Untuk
logistik pendakian ini kami menyiapkan tujuh bungkus mie instan, sembilan butir
telur, satu kaleng sarden ukuran besar, beras yang cukup untuk kita bertujuh,
margarin, abon, empat bungkus roti sobek, dua pak permen dan peralatan standar
untuk memasak, masih ditambah dengan minuman sachet untuk dinikmati sebagai
penghangat di atas sana.
Untuk
kebutuhan istirahat kita siapkan dua buah tenda dengan kapasitas masing-masing
empat orang. Di luar itu, masing-masing personil diwajibkan membawa peralatan
standar pendakian, lengkap dengan tiga botol air mineral ukuran satu setengah
liter, mengingat Ciremai adalah tipikal gunung tanpa air. Sumber mata air hanya
bisa ditemui di Pos pertama, baik via Apuy maupun Palutungan. Di luar barang
bawaan yang sudah ditentukan, masing-masing personil disarankan juga membawa
camilan pribadi yang tidak memberatkan.
Untuk
obat, kami siapkan obat pusing, minyak angin, plaster luka, cairan antiseptik,
koyo dan juga tolak angin. Di luar itu, personil bisa membawa obat sendiri
apabila mempunyai masalah kesehatan pribadi.
Kesemuanya
itu akan kami bawa dengan dua buah carrier
volume delapan puluh liter. Oh iya, carrier
dan tenda, lengkap dengan alat masaknya kami dapatkan dari sponsor utama, yaitu
Merah Putih Camp –Outdoor Equipment Rent- yang pemiliknya
juga ikut dalam pendakian ini, dialah Lisanan, hehe. Dua buah carrier ini nantinya akan kami bawa
dengan sistem bergiliran, gantian. Mengingat kondisi fisik kami yang memang
belum teruji untuk mendaki Ciremai.
Semua
persiapan telah selesai dikemas, tinggal menunggu esok hari.
---
Sabtu/14/05/2016.
Hari-H
Pendakian. Hari ini akan menjadi sebuah hari bersejarah bagiku, mungkin juga
bagi personil pendakian yang lain. Hari ini, kami akan barangkat bersama,
melangkahkan kaki bersama, dengan tujuan yang sama pula, gunung Ciremai, gunung
tertinggi Jawa Barat. Tujuan utama kami adalah bisa kembali pulang dengan
selamat bersama-sama keesokan harinya, sedangkan puncak Ciremai adalah target yang
kita ikhtiarkan semaksimal mungkin untuk dicapai sebagai bonus dari Sang Maha
Kuasa. Sebab di luaran sana, banyak yang menjadikan puncak sebagai tujuan utama
dengan mengabaikan keselamatan, sehingga pulang menjadi sesuatu yang mahal
harganya.
“Ini bukan tentang menaklukkan sebuah gunung, sebab gunung
terlalu agung untuk ditaklukkan. Ini adalah tentang menaklukkan ego diri
sendiri dan menyadari betapa terbatas dan kecilnya diri ini.”
Tepat
jam delapan pagi sesuai rencana, kami semua bertujuh telah berkumpul di meet
point, halaman kantor kami. Dari sini kami akan menuju pos pendakian Ciremai di
Apuy, Majalengka dengan diantar oleh mobil operasional kantor, Mitsubishi
Strada. Sehari sebelumnya kami memang udah bilang untuk pinjem mobil ini, hanya
untuk drop kami saja sampai pos pendakian, setelah itu mobil bisa putar balik
kembali ke kantor. Uang solar pun kami yang beli, dengan duit hasil patungan
tentunya.
Dengan
Pak Asep sebagai pilot, mobil double
cabin ini pun mulai bergerak menuju Majalengka. Aku, Mang Omo dan wa Ali
memilih untuk duduk di bak bagian belakang kumpul dengan daypack dan carrier,
sedangkan Lisanan dan ketiga teman kampusnya berada di dalam kabin.
Mobil
melaju dengan lancar, Sabtu pagi tidak terlalu ramai. Matahari bersinar begitu
terik pagi ini, membuat kami para penghuni bak belakang menjadi sedikit tidak
nyaman, tapi tetap saja kami happy, terpaan angin yang membelai tubuh kami bisa
menjadi penghibur dan penyejuk dari panasnya sengatan matahari. Mobil sempat
berhenti di daerah Dukuhpuntang, ada tambahan penumpang, dialah Aziz. Aziz
segera loncat naik ke bak mobil gabung bareng kami. Aziz ini temen kantor kami,
sebenarnya masuk di list peserta, hanya di akhir-akhir keberangkatan dia
batalin dengan alasan agak kurang fit, sehingga ia hanya bermaksud nganterin
kami sampai di Pos Apuy saja, itung-itung nemenin Pak Asep nanti pulangnya.
---
Sabtu/14/05/2016-09:45.
Sampai
juga akhirnya kami di depan kantor desa Argamukti, Argapura, Majalengka. Di
sini adalah lokasi terakhir dari laju kendaraan pribadi. Terlihat cukup banyak
juga mobil dan motor yang terparkir di sini, ramai juga ternyata pendakian
minggu ini. Dari sini nantinya menuju Pos-1 pendakian akan diantar oleh warga,
tinggal pilih mau ojek, atau rame-rame dengan pickup. Atau kalau tidak mau keluar ongkos, bisa juga dengan jalan
kaki, lumayan sekitar 4 Km.
Kami
sempatkan foto-foto dulu sebelum berangkat. Berpamitan dengan Pak Asep dan
Aziz, serta mendapatkan pesan hati-hati dari mereka berdua. Pak Asep sempat
berpesan kalo missal pulangnya besok minta dijemput, tinggal call aja katanya.
Siap Pak. Insya Alloh kami gak akan ngerepotin, karena sesuai rencana, besok
kami akan menggunakan kendaraan umum menuju Cirebon setelah turun dari Ciremai.
Kami
tidak berlama-lama di sini. Kami segera berangkat menuju Pos-1. Pilihan kami
adalah dengan menggunakan pickup, sharing dengan rombongan bapak-bapak
dari Jakarta. Meninggalkan rombongan dari UPI Bandung yang sepertinya mereka
masih mau sarapan dulu.
Jalanan
yang dilewati menuju Pos-1 ini bener-bener ekstrim. Nanjak terus. Tapi, dengan
gampangnya trek ini dilibas oleh pickup
yang mengantar kami, tenaganya ternyata tidak se-sepuh penampakan luarnya.
Kami
melewati bukit-bukit perkebunan warga dengan jenis tanaman sayuran beragam,
mulai dari wortel, kubis, sawi, juga banyak yang lain. Semuanya tampak indah di
depan mata. Sepanjang mata memandang adalah keindahan sajian alam khas pedesaan
Indonesia, dipadukan dengan keramahtamahan dan kearifan penduduk lokal setempat
yang banyak kami temui sepanjang perjalanan.
---
Sabtu/14/05/2016-10:29.
Alhamdulillah,
akhirnya sampai juga kami di sini, di Pos-1 pendakian gunung Ciremai. Pos-1,
Berod. Hal pertama yang kami lakukan adalah registrasi, sementara Mang Omo
mengisi jerigen dengan air mentah untuk keperluan masak-memasak. Kami mendatangi
loket pendaftaran yang ada di sana, meminta formulir dan mengisi data identitas
masing-masing personil kelompok kami, sekaligus menyelesaikan administrasi
dengan besaran per orang adalah Rp 50.000,- Lumayan mahal.
Saat
menyerahkan formulir yang sudah terisi, tak lupa kami sampaikan bahwa kami akan
menggunakan jalur lintas, turun via jalur yang berbeda, tidak lagi melalui
jalur Apuy, melainkan melalui Palutungan. Walaupun ini juga sebenernya udah
tertulis di formulir yang kami isi barusan, kami hanya menyampaikan ke bapak
petugas di sana sebagai penegasan.
Bapak
petugas yang sedang berjaga mengijinkan kami mengambil jalur lintas. Menurut
beliau, lintas jalur via Apuy-Palutungan diperbolehkan, yang gak dibolehin
adalah lintas dengan menggunakan jalur Linggarjati. Kami tidak menanyakan
alasannya kenapa, mungkin karena harus jalan muterin kawah kalau harus lintas Linggarjati.
Karena kalau lintas Apuy-Palutungan, di atas ntar bakal ketemu kok jalurnya,
akan ada percabangan, tidak harus nyeberangin kawah. Izin lintas pun didapat,
hanya saja, bapaknya menambahkan, karena lintas, maka kami tidak akan
mendapatkan souvenir nantinya. Hmm. Okedeh, tak apa. Yang penting dapet
pengalaman lintas jalur Ciremai.
Bapak
petugas loket juga mengingatkan kami bahwa batas kahir pendirian tenda adalah
maksimal di Pos-5. Gak boleh lebih atas dari itu. Lagi angin besar katanya.
Wuih ini ngerubah plan awal kami yang akan nge-camp di Goa Walet. Bapaknya juga pesen, kalau sudah sampai
Palutungan besoknya, diminta untuk SMS ke nomor yang tertulis di tanda terima
yang beliau berikan. Oke Pak., noted. We will.
Urusan
registrasi telah selesai. Di sini kami salah perhitungan. Info dari Lisanan dan
beberapa blog yang aku baca sebelumnya, kami bakal dapet jatah sekali makan
dalam pendakian ini. Kami sudah mengandalkan jatah ini sebagai makan siang kami
hari ini, tapi ternyata mungkin kebijakannya berubah. Jatah makan sudah diganti
dengan souvenir. Akhirnya kami gak punya persiapan buat makan siang hari ini.
Sangat tidak mungkin untuk membongkar logistik karena itu adalah buat persiapan
kami nanti malam dan esok hari.
Akhirnya
kami pun sepakat untuk beli nasi bungkus dan akan kita makan nanti siang kalau
udah lapar. Kami segera menuju salah satu warung yang ada di sana. Pesan nasi
bungkus dengan lauk telor dadar, satu bungkus untuk satu personil, harganya
lumayan ternyata, Rp 8.000,-
Beres
urusan beli makan siang, kami sempatkan foto-foto sebelum memulai langkah awal
pendakian ini.
---
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan
bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme
tidak mungkin akan tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya
akan dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan
mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia
bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari seorang pemuda
harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik
gunung. –Soe Hok Gie-“
Sabtu/14/05/2016-11:34.
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Kami mengambil langkah pertama dari ribuan langkah yang bakal kami tempuh
nantinya. Langkah pertama itu dimulai dari sini, saat ini.
Kami
melewati sebuah pos kecil sebagai gerbang masuk ke jalur pendakian. Di pos
kecil ini kami kembali disodorin lembaran sejenis formulir yang harus kami isi
dengan daftar bawaan yang bisa memicu untuk menjadi sampah. Kami pun menulis
semuanya, bungkus mie instan, kaleng bahan bakar, bungkus permen, banyak lagi
pokoknya. Di sini kami juga dibekelin beberapa pcs trash bag. Sampah adalah
barang kedua yang harus dibawa turun gunung, selain nyawa.
Dengan
begitu bersemangat kami bertujuh memulai berjalan. Jalan yang kemi tempuh ini
seperti bekas aspal yang sudah mulai mengelupas dengan lebar sekitar satu
meter. Keren, pernah ada aspal di gunung, siapa dulu orangnya yang ngaspal yah?
hehe. Kontur medan masih lumayan landai walaupun sudah mulai naik.
Ayo
semangat. Di tengah perjalanan kami sempatkan untuk foto-foto pas nemu spot
yang bagus. Cekrek sana, cekrek sini. Jalan terus, nanjak terus, ngobrol terus.
Hehe.
---
Sabtu/14/05/2016-12:26.
Hampir
satu jam kami berjalan, sampailah kami di Pos-2, Arban. Kami melepas lelah di
sini. Sudah ada dua tim yang terlebih dahulu istirahat di sana. Ada sebuah
bangunan beratap yang bisa digunakan untuk sekedar beristirahat. Satu dari dua
tim yang istirahat itu pun berpamitan kepada kami untuk melanjutkan perjalanan.
Kami sepakat istirahat di sini sekitar lima belas menit. Sebatang rokok, kata
wa Ali.
Di
sini kami duduk-duduk. Mang Omo sama Wa Ali ngerokok. Ada juga yang minum, atau
bahkan tiduran. Kami sepakat untuk tidak makan siang di sini, belum lapar
memang.
Pas
kami istirahat, datenglah rombongan dari UPI yang tadi sempet ketemu di
Argamukti. Oh ya, dari sekian banyak personil rombongan UPI ini, ternyata ada
satu sosok makhluk berhijab yang lumayan bening, Subhaanallooh. Dalam
perjalanan ini, makhluk bening berhijab inilah yang akan menjadi penyemangat
kami. Eh wait, kami?? Aku doang mungkin, hahaha. Aku menyebutnya si abu-abu,
sesuai dengan warna kostum yang dipakenya.
Lima
belas menit telah berlalu, satu batang rokok udah habis dibakar. Saatnya
melanjutkan perjalanan kembali. Meninggalkan satu tim yang datang duluan, juga
meninggalkan tim UPI, termasuk si abu-abu, haha. Berpamitan dengan mereka, dan
kami siap meneruskan langkah.
Dari
Pos-2 ini, jalur yang bekas aspal tadi udah menghilang, digantikan dengan jalan
setapak untuk satu orang. Trek medannya sudah mulai menanjak. Oh iya, carrier sudah berpindah bahu.
Vegetasi
sudah mulai melebat, khas dengan hijaunya pepohonan hutan yang bahkan tak
satupun dari kami mengenal nama pohon yang tumbuh di sepanjang jalur ini.
Hijau, rimbun, indah, dingin. Indonesia.
Dalam
perjalanan menuju Pos-3 ini, dua kali kami sempet break. Juga sempet foto-foto. Di lokasi break yang kedua, kami sempat makan kurma yang entah siapa yang
bawa, kami nikmati aja, hehe. Lisanan yang nawarin ke aku. Lumayan, buat
tambahan stamina.
Kami
sempet ngeduluin rombongan bapak-bapak yang terdiri dari sekitar empat orang
kalau gak salah. Keren, walaupun udah bapak-bapak, tapi semangatnya tetep
mantap.
---
Sabtu/14/05/2016-14:53.
Akhirnya
kita temukan juga Pos-3, Tegal Masawa, setelah menempuh hampir dua jam
perjalanan. Pos-3 ini hanya sebuah kawasan yang cukup lapang, gak ada lagi bangunan
seperti halnya di Pos Arban. Di sini kami bongkar bekal. Makan siang dengan
menu sederhana yang udah kami beli tadi.
Nasi
dengan lauk telor dadar adalah santapan istimewa siang itu. Lahap banget kami
makan. Kalori yang kami butuhkan gak main-main ternyata, haha, dasarnya emang
pada doyan makan, haha. Kebersamaan kayak gini ini sumpah keren banget, gak
akan bisa dituker dengan rupiah berapapun, gakan kebeli dengan mata uang
manapun, sebanyak apapun.
Beres
makan, istirahat sejenak, makin ramai aja Pos-3 dengan mulai berdatangannya
rombongan pendaki lain yang juga melepas lelah di sini. Kami bongkar salah satu
carrier, ambil terpal yang lumayan
lebar, kami akan melaksanakan sholat Dzuhur yang kami qoshor dan jama’
sekaligus dengan Ashar di sini. Aku imamnya saat itu. Tuhan, ini adalah sholat
terindah dalam sejarah. Sholat di tengah hutan, di jalur pendakian Ciremai,
ditemani dengan nyanyian alam, sahutan burung, terpaan merdu angin, dan ahhh,,
keindahan ini gak bisa aku tulis dengan kata-kata. Tuhan, aku kecil di hamparan
semestaMu.
---
Beres
packing masukin terpal alas ibadah
kami, kami lanjutkan perjalanan. Medan semakin menanjak saja rasanya. Yah,
namanya juga naik gunung, pasti nanjak, sanggah Lisanan, hehehe. Di sini
nafasku mulai satu-dua. Mang Omo sebagai personil paling sepuh di tim kami,
kayak gak ada capeknya. Carrier masih
ada di dia, tapi sumpah, kekuatannya itu loh, luar biasa, hehe. The power of
bapak-bapak.
Dalam
perjalanan menuju Pos-4 ini, rombongan kami diduluin oleh rombongan UPI,
Bandung. Yampun, pesona si abu-abu gak pudar, hehe. Monggo, yang muda lewat aja
duluan, kami yang lebih tua mengawal saja di belakang, haha.
Trek
sudah mulai bertanah basah, rimba semakin lebat. Tanjakan demi tanjakan
berhasil kami lewati, aku, masih dengan nafas satu-dua. No jackpot, yah turunan adalah hal langka di jalur ini, hampir gak
ada malahan. Oh iya, kami sering papasan dengan beberapa pendaki yang turun
dari puncak, selalu ada lontaran kalimat semangat yang mereka ucapkan sebagai
pembakar api semangat bagi kami. Selalu senyum, selalu saling sapa, sama-sama
ramah.
Ada
hal menarik yang kami temui di sini. Ada sepasang pendaki yang turun dari
puncak, papasan dengan kami di sebuah kelokan yang menanjak. Sepasang cowok dan
cewek. Yang jadi menarik dan jadi masalah adalah si cewek, ya ampun, roknya itu
loh, miniiiii banget. Rok pendek kiwir-kiwir ala kostum cheerleader gitu lah, yampuuun. Ditambah kulitnya yang putiiiih,
bersih banget. Aku yang berada dalam barisan paling belakang sampe melongo
ngeliatnya, dan aku yakin yang melongo pasti gak aku ajah, sumpah. Bodo amat
dengan cowoknya, hahaha. Kok bisa loh naik gunung pake kostum kayak gitu, mana
bersih banget lagi, beda sama keadaan kami yang udah mulai kumal dan kotor sama
tanah di sana-sini. Cerita tentang cewek ini terus aja kami ulang-ulang
sepanjang perjalanan, bahkan sampe pulang keesokan harinya, hahaha, dasar
cowok.
---
Sabtu/14/05/2016-16:32.
Hari
udah mulai sore pas kami nyampe di Pos-4, Tegal Jamuju. Gak terlalu lama
ternyata. Di pos ini bahkan udah ada yang nge-camp, sekitar empat buah tenda ada di sini, penghuninya adalah
cowok-cowok seumuran kita-kita, ada bapak-bapaknya juga dink.
Kami
sempet khawatir, jangan-jangan di atas udah gak ada lahan buat nge-camp, ini di sini aja di Pos-4 udah ada
yang diriin tenda. Hmm, biarin deh, pasti ada, kami yakin masih ada space buat
tenda kami di atas sana.
Gak
lama kami istirahat di sini, karena Pos-4 ini gak seluas Pos-3 sebelumnya,
apalagi space yang ada udah dipake beberapa
buah tenda yang didiriin di sini, kami pun kembali melanjutkan perjalanan.
Trek
semakin menggila lepas Pos-4 ini, buat aku yang pemula, ini lumayan berat.
Nanjak terus, nanjak banget malah. Akar-akar pohon cantigi menjadi pegangan
yang bisa diandalkan saat harus menghadapi trek dengan kontur menanjak. Hujan
mulai turun.
Kami
serempak berhenti, antara bingung mau pake jas hujan atau jalan terus. Beberapa
dari kami ternyata gak bawa jas hujan. Aduh, mereka terlalu menyepelekan alam.
Padahal itu kan perlengkapan dasar pendakian di bulan-bulan yang masih sering
turun hujan seperti saat ini. Kami putuskan untuk terus jalan aja menembus
hutan yang hujan, hari udah makin gelap.
Beruntung,
gak lama hujan mereda. Hujan dan trek yang menanjak adalah sebuah perpaduan
yang begitu istimewa. Haha. Sandal gunung Eiger yang aku pake ternyata sangat
bisa diandalkan, sama sekali tidak licin, anti selip.
Kami
mulai memasang headlamp, beberapa
dari kami menggunakan senter. Hari sudah mulai gelap, kami putuskan untuk
segera mendirikan tenda di lokasi manapun yang kami temui nantinya yang
memungkinkan kami buat nge-camp.
Beberapa saat sebelumnya tadi, kami sempet ketemu dengan petugas patroli TNGC,
dari beliau kami dapat informasi kalau Pos-5 yang menjadi batas akhir pendirian
tenda sudah penuh, jadi kami harus nge-camp
di bawah Pos-5. Beliau mengatakan bahwa di bawah Pos-5 masih ada space, jaraknya kurang lebih sekitar
lima menit perjalanan tanpa carrier di
bawah Pos-5, ujar beliau.
---
Sabtu/14/05/2016-18:12.
Kami
menemukan spot yang sudah banyak berisi tenda, ada sekitar lima atau enam tenda
didirkan di sini, namun masih menyisakan lahan kosong yang memungkinkan kami
untuk mendirikan dua buah tenda lagi. Mungkin ini lokasi yang dimaksud oleh
petugas patroli TNGC yang kami temui tadi. Oke, kami sepakat nge-camp di sini. Perjalanan diteruskan pun
juga belum tentu nemu spot lagi, belum lagi kondisi fisik yang udah sangat
lelah, juga udara yang super duper dingin, dipadukan dengan hembusan angin
gunung yang suaranya, sumpah, belom pernah aku denger angin sekenceng ini,
pantes TNGC ngeluarin larangan nge-camp
lewat dari Pos-5.
Beberapa
tenda yang ada di tempat ini ternyata adalah milik rombongan UPI yang tadi
ngeduluin kami, mereka udah asyik di dalem tendanya masing-masing, tampak si
abu-abu sudah ada dalam tenda bareng temen ceweknya, kostumnya udah ganti
ternyata, gak lagi abu-abu, hehe.
Kami
pun mendirikan tenda di sini. Aku, Mang Omo dan Wa Ali mendirikan satu tenda,
sedangkan Lisanan and the Gank
mendirikan satu tenda lainnya. Kami mulai bongkar carrier di tengah suhu yang aku rasa sangat rendah. Wa Ali juga
kedinginan. Baju yang basah ditambah angin yang kenceng banget, bikin nambah
dingin. Ini dingin terekstrim yang pernah aku rasa.
Tenda
belum juga berdiri dan hujan dateng lagi, deres banget malah. Kami bergegas
buru-buru berdiriin tenda, masang pasak di sana-sini, masukin frame, dan
finally, tenda kami jadi. Punya Lisanan sudah berdiri lebih dulu, beda beberapa
menit dari tenda kami.
Karena
hujan dateng sebelum tenda belom bener-bener beres berdiri, dalem tenda pun
banjir. Jadi, setelah tenda berdiri, kami gak bisa langsung nempatin, kami
masih harus nguras dan ngeluarin air di dalem tenda. Suhu berasa makin turun,
makin dingin. <bersambung>
No comments:
Post a Comment