Sunday, June 5, 2016

farewell hiking, Ciremai Mt, 3078 mdpl (1/2)

"dan Dia menancapkan  gunung-gunung di bumi (dengan kokohnya) supaya bumi itu tidak bergoncang. Dia juga telah menciptakan aliran-aliran sungai dan jalan-jalan (untuk kalian lalui) agar kalian mendapatkan petunjuk. –Q.S. AnNahl, 15- “

Berawal dari sebuah obrolan sederhana, sepertinya rencana pendakian ini bakalan terwujud. “Za, mumpung kita masih lengkap di Cirebon, sebelum kamu nantinya balik ke Banyuwangi, yuk muncak Ciremai, yuk?” Kata Kang Dadan aka Mang Omo kepadaku sore itu, di mobil dalam perjalanan pulang kerja. “Wah, yang bener nih, ntar gajadi lagi kayak kemaren-kemaren? Ayolah kita jadiin aja rencana ini, siapa tau ini bakalan jadi sebuah pendakian perpisahan, hehehe.” Jawabku antusias menimpali ajakan Mang Omo.

Ya, beberapa waktu sebelumnya, kami memang pernah merencanakan pendakian ini, tapi selalu gagal dan batal. Aku, yang sudah hampir delapan tahun di kota ini, belum pernah sekalipun menjamah puncak Ciremai, puncak tertinggi tatar Parahyangan. Hanya bisa melihat kegagahannya dari kejauhan.

Makanya, dengan ajakan ini, aku sangat antusias. Salah satu list dalam daftar keinginan bakal kesampaian nih. Fix, akhirnya sore itu kami resmikan bahwa rencana pendakian ini harus terwujud. Harus jadi. Tinggal cari personil tambahannya aja.

“Aku tidak ingin mengajakmu melihat keramaian kota, karena di sanalah letak keangkuhan dan kesombongan dunia. Aku hanya ingin mengajakmu berjalan di kesunyian belantara rimba, karena di sanalah tempat untuk saling menghargai sesama.”

Mengenai penyebutan kata “pendakian perpisahan atau farewell hiking” rasanya cukup beralasan. Biasalah, kalau kita bekerja di sebuah perusahaan akan selalu ada wacana-wacana perusahaan untuk ini dan itu terkait managemen dan tenaga kerja. Belum lama ini kami memang dihadapkan pada situasi ini, bahkan sudah sampai di level sosialisasi. So, aku bilang bisa jadi ini adalah sebuah pendakian perpisahan. Farewell Hiking. Akan menjadi sebuah perpisahan yang begitu mengesankan dan membekas tentunya.

---

Dua minggu sebelum hari-H, personil pendakian Ciremai sudah terbentuk, berhasil terkumpul sembilan orang. Luar biasa, lumayan banyak ternyata. Saatnya mempersiapkan fisik, karena aku yakin, mengandalkan seringnya naik tower aja gak bakalan cukup buat nanjak nantinya. So, mulai sejak itu, tiap pagi hari, ada kegiatan baru yang aku lakukan, sesekali bareng Mang Omo juga. Lari pagi muter-muter kantor, atau naik turun tangga dari lantai dasar sampai rooftop di atas lantai lima gedung kantor. Capek? Pasti, tapi namanya juga latihan, daripada nanti drop dan langsung kaget dengan medan saat pendakian yang sebenarnya.

 
Melalui rooftop kantor juga, tiap pagi sambil latihan fisik aku selalu bisa memandang gagahnya Ciremai di arah Selatan, tinggi menjulang. Tunggu saja, aku akan berdiri di atas sana, beberapa hari lagi. Insya Alloh.

---

Mendekati hari-H, jumlah personil yang fix ikut dalam pendakian ini berkurang, menjadi hanya tujuh orang. Kita hitung aja, ada Aku, Mang Omo, Lisanan, wa Ali, ditambah dengan tiga orang teman kampus Lisanan, masing-masing adalah Apung, Ismail dan Saeful. Ada dua orang dari kami bertujuh yang sudah berpengalaman mendaki Ciremai, yaitu Mang Omo dan Lisanan. Cukup lah.

Plan pendakian Ciremai ini nantinya adalah sesuai dengan kemauan kami, yaitu menggunakan jalur lintas, yang berarti jalur yang digunakan untuk naik dan turun adalah dua jalur yang berbeda. Biar langsung dapat dua pengalaman sekaligus dalam sekali pendakian.

Seperti diketahui, ada tiga jalur untuk mendaki gunung tertinggi Jawa Barat ini. Jalur pertama adalah jalur Linggarjati, Kuningan. Jalur ini terkenal ekstrim karena kontur jalanan yang sangat menanjak karena memanfaatkan jalur aliran air, jalur ini adalah jalur terpendek untuk mencapai puncak, sangat tidak disarankan untuk para pemula. Mang Omo pernah menggunakan jalur ini, dari ceritanya dapat kami simpulkan bahwa jalur ini berat.

Jalur kedua adalah via Palutungan, Kuningan. Jalur ini cukup landai, tapi merupakan jalur terpanjang karena saking landainya. Lisanan dan beberapa blog menyebutkan bahwa waktu tempuhnya antara 10-12 jam perjalanan. Jalur ini biasa digunakan oleh mereka para pendaki pemula. Baik Mang Omo maupun Lisanan, sudah pernah menggunakan jalur ini.

Jalur ketiga adalah dari Apuy, Majalengka. Kami buta akan jalur ini, baik Mang Omo maupun Lisanan tidak pernah menggunakan jalur ini. Jadi, tidak ada salahnya untuk kami coba. Plan kami adalah naik via Apuy dan nantinya turun via Palutungan. Cukuplah dalam dua hari di Sabtu dan Minggu.

---

Jumat/13/05/2016.
H-1 pendakian. Segala sesuatu mulai dipersiapkan, terutama untuk masalah logistik dan kebutuhan pokok. Aku, Mang Omo dan wa Ali yang kebagian untuk ngurusin hal ini. Dengan jumlah uang patungan yang telah terkumpul dari masing-masing personil, lepas makan malam, kami pun belanja ini-itu.

Untuk logistik pendakian ini kami menyiapkan tujuh bungkus mie instan, sembilan butir telur, satu kaleng sarden ukuran besar, beras yang cukup untuk kita bertujuh, margarin, abon, empat bungkus roti sobek, dua pak permen dan peralatan standar untuk memasak, masih ditambah dengan minuman sachet untuk dinikmati sebagai penghangat di atas sana.

Untuk kebutuhan istirahat kita siapkan dua buah tenda dengan kapasitas masing-masing empat orang. Di luar itu, masing-masing personil diwajibkan membawa peralatan standar pendakian, lengkap dengan tiga botol air mineral ukuran satu setengah liter, mengingat Ciremai adalah tipikal gunung tanpa air. Sumber mata air hanya bisa ditemui di Pos pertama, baik via Apuy maupun Palutungan. Di luar barang bawaan yang sudah ditentukan, masing-masing personil disarankan juga membawa camilan pribadi yang tidak memberatkan.

Untuk obat, kami siapkan obat pusing, minyak angin, plaster luka, cairan antiseptik, koyo dan juga tolak angin. Di luar itu, personil bisa membawa obat sendiri apabila mempunyai masalah kesehatan pribadi.

Kesemuanya itu akan kami bawa dengan dua buah carrier volume delapan puluh liter. Oh iya, carrier dan tenda, lengkap dengan alat masaknya kami dapatkan dari sponsor utama, yaitu Merah Putih CampOutdoor Equipment Rent- yang pemiliknya juga ikut dalam pendakian ini, dialah Lisanan, hehe. Dua buah carrier ini nantinya akan kami bawa dengan sistem bergiliran, gantian. Mengingat kondisi fisik kami yang memang belum teruji untuk mendaki Ciremai.

 
Semua persiapan telah selesai dikemas, tinggal menunggu esok hari.

---

Sabtu/14/05/2016.
Hari-H Pendakian. Hari ini akan menjadi sebuah hari bersejarah bagiku, mungkin juga bagi personil pendakian yang lain. Hari ini, kami akan barangkat bersama, melangkahkan kaki bersama, dengan tujuan yang sama pula, gunung Ciremai, gunung tertinggi Jawa Barat. Tujuan utama kami adalah bisa kembali pulang dengan selamat bersama-sama keesokan harinya, sedangkan puncak Ciremai adalah target yang kita ikhtiarkan semaksimal mungkin untuk dicapai sebagai bonus dari Sang Maha Kuasa. Sebab di luaran sana, banyak yang menjadikan puncak sebagai tujuan utama dengan mengabaikan keselamatan, sehingga pulang menjadi sesuatu yang mahal harganya.

“Ini bukan tentang menaklukkan sebuah gunung, sebab gunung terlalu agung untuk ditaklukkan. Ini adalah tentang menaklukkan ego diri sendiri dan menyadari betapa terbatas dan kecilnya diri ini.”

Tepat jam delapan pagi sesuai rencana, kami semua bertujuh telah berkumpul di meet point, halaman kantor kami. Dari sini kami akan menuju pos pendakian Ciremai di Apuy, Majalengka dengan diantar oleh mobil operasional kantor, Mitsubishi Strada. Sehari sebelumnya kami memang udah bilang untuk pinjem mobil ini, hanya untuk drop kami saja sampai pos pendakian, setelah itu mobil bisa putar balik kembali ke kantor. Uang solar pun kami yang beli, dengan duit hasil patungan tentunya.


Dengan Pak Asep sebagai pilot, mobil double cabin ini pun mulai bergerak menuju Majalengka. Aku, Mang Omo dan wa Ali memilih untuk duduk di bak bagian belakang kumpul dengan daypack dan carrier, sedangkan Lisanan dan ketiga teman kampusnya berada di dalam kabin.


Mobil melaju dengan lancar, Sabtu pagi tidak terlalu ramai. Matahari bersinar begitu terik pagi ini, membuat kami para penghuni bak belakang menjadi sedikit tidak nyaman, tapi tetap saja kami happy, terpaan angin yang membelai tubuh kami bisa menjadi penghibur dan penyejuk dari panasnya sengatan matahari. Mobil sempat berhenti di daerah Dukuhpuntang, ada tambahan penumpang, dialah Aziz. Aziz segera loncat naik ke bak mobil gabung bareng kami. Aziz ini temen kantor kami, sebenarnya masuk di list peserta, hanya di akhir-akhir keberangkatan dia batalin dengan alasan agak kurang fit, sehingga ia hanya bermaksud nganterin kami sampai di Pos Apuy saja, itung-itung nemenin Pak Asep nanti pulangnya.

---

Sabtu/14/05/2016-09:45.
Sampai juga akhirnya kami di depan kantor desa Argamukti, Argapura, Majalengka. Di sini adalah lokasi terakhir dari laju kendaraan pribadi. Terlihat cukup banyak juga mobil dan motor yang terparkir di sini, ramai juga ternyata pendakian minggu ini. Dari sini nantinya menuju Pos-1 pendakian akan diantar oleh warga, tinggal pilih mau ojek, atau rame-rame dengan pickup. Atau kalau tidak mau keluar ongkos, bisa juga dengan jalan kaki, lumayan sekitar 4 Km.

Kami sempatkan foto-foto dulu sebelum berangkat. Berpamitan dengan Pak Asep dan Aziz, serta mendapatkan pesan hati-hati dari mereka berdua. Pak Asep sempat berpesan kalo missal pulangnya besok minta dijemput, tinggal call aja katanya. Siap Pak. Insya Alloh kami gak akan ngerepotin, karena sesuai rencana, besok kami akan menggunakan kendaraan umum menuju Cirebon setelah turun dari Ciremai.


Kami tidak berlama-lama di sini. Kami segera berangkat menuju Pos-1. Pilihan kami adalah dengan menggunakan pickup, sharing dengan rombongan bapak-bapak dari Jakarta. Meninggalkan rombongan dari UPI Bandung yang sepertinya mereka masih mau sarapan dulu.

Jalanan yang dilewati menuju Pos-1 ini bener-bener ekstrim. Nanjak terus. Tapi, dengan gampangnya trek ini dilibas oleh pickup yang mengantar kami, tenaganya ternyata tidak se-sepuh penampakan luarnya.


Kami melewati bukit-bukit perkebunan warga dengan jenis tanaman sayuran beragam, mulai dari wortel, kubis, sawi, juga banyak yang lain. Semuanya tampak indah di depan mata. Sepanjang mata memandang adalah keindahan sajian alam khas pedesaan Indonesia, dipadukan dengan keramahtamahan dan kearifan penduduk lokal setempat yang banyak kami temui sepanjang perjalanan.

---

Sabtu/14/05/2016-10:29.
Alhamdulillah, akhirnya sampai juga kami di sini, di Pos-1 pendakian gunung Ciremai. Pos-1, Berod. Hal pertama yang kami lakukan adalah registrasi, sementara Mang Omo mengisi jerigen dengan air mentah untuk keperluan masak-memasak. Kami mendatangi loket pendaftaran yang ada di sana, meminta formulir dan mengisi data identitas masing-masing personil kelompok kami, sekaligus menyelesaikan administrasi dengan besaran per orang adalah Rp 50.000,- Lumayan mahal.


Saat menyerahkan formulir yang sudah terisi, tak lupa kami sampaikan bahwa kami akan menggunakan jalur lintas, turun via jalur yang berbeda, tidak lagi melalui jalur Apuy, melainkan melalui Palutungan. Walaupun ini juga sebenernya udah tertulis di formulir yang kami isi barusan, kami hanya menyampaikan ke bapak petugas di sana sebagai penegasan.

Bapak petugas yang sedang berjaga mengijinkan kami mengambil jalur lintas. Menurut beliau, lintas jalur via Apuy-Palutungan diperbolehkan, yang gak dibolehin adalah lintas dengan menggunakan jalur Linggarjati. Kami tidak menanyakan alasannya kenapa, mungkin karena harus jalan muterin kawah kalau harus lintas Linggarjati. Karena kalau lintas Apuy-Palutungan, di atas ntar bakal ketemu kok jalurnya, akan ada percabangan, tidak harus nyeberangin kawah. Izin lintas pun didapat, hanya saja, bapaknya menambahkan, karena lintas, maka kami tidak akan mendapatkan souvenir nantinya. Hmm. Okedeh, tak apa. Yang penting dapet pengalaman lintas jalur Ciremai.

Bapak petugas loket juga mengingatkan kami bahwa batas kahir pendirian tenda adalah maksimal di Pos-5. Gak boleh lebih atas dari itu. Lagi angin besar katanya. Wuih ini ngerubah plan awal kami yang akan nge-camp di Goa Walet. Bapaknya juga pesen, kalau sudah sampai Palutungan besoknya, diminta untuk SMS ke nomor yang tertulis di tanda terima yang beliau berikan. Oke Pak., noted. We will.

Urusan registrasi telah selesai. Di sini kami salah perhitungan. Info dari Lisanan dan beberapa blog yang aku baca sebelumnya, kami bakal dapet jatah sekali makan dalam pendakian ini. Kami sudah mengandalkan jatah ini sebagai makan siang kami hari ini, tapi ternyata mungkin kebijakannya berubah. Jatah makan sudah diganti dengan souvenir. Akhirnya kami gak punya persiapan buat makan siang hari ini. Sangat tidak mungkin untuk membongkar logistik karena itu adalah buat persiapan kami nanti malam dan esok hari.

Akhirnya kami pun sepakat untuk beli nasi bungkus dan akan kita makan nanti siang kalau udah lapar. Kami segera menuju salah satu warung yang ada di sana. Pesan nasi bungkus dengan lauk telor dadar, satu bungkus untuk satu personil, harganya lumayan ternyata, Rp 8.000,-

Beres urusan beli makan siang, kami sempatkan foto-foto sebelum memulai langkah awal pendakian ini.


---

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin akan tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya akan dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari seorang pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung. –Soe Hok Gie-“


Sabtu/14/05/2016-11:34.
Bismillaahirrohmaanirrohiim. Kami mengambil langkah pertama dari ribuan langkah yang bakal kami tempuh nantinya. Langkah pertama itu dimulai dari sini, saat ini.

Kami melewati sebuah pos kecil sebagai gerbang masuk ke jalur pendakian. Di pos kecil ini kami kembali disodorin lembaran sejenis formulir yang harus kami isi dengan daftar bawaan yang bisa memicu untuk menjadi sampah. Kami pun menulis semuanya, bungkus mie instan, kaleng bahan bakar, bungkus permen, banyak lagi pokoknya. Di sini kami juga dibekelin beberapa pcs trash bag. Sampah adalah barang kedua yang harus dibawa turun gunung, selain nyawa.

Dengan begitu bersemangat kami bertujuh memulai berjalan. Jalan yang kemi tempuh ini seperti bekas aspal yang sudah mulai mengelupas dengan lebar sekitar satu meter. Keren, pernah ada aspal di gunung, siapa dulu orangnya yang ngaspal yah? hehe. Kontur medan masih lumayan landai walaupun sudah mulai naik.


Ayo semangat. Di tengah perjalanan kami sempatkan untuk foto-foto pas nemu spot yang bagus. Cekrek sana, cekrek sini. Jalan terus, nanjak terus, ngobrol terus. Hehe.

---

Sabtu/14/05/2016-12:26.
Hampir satu jam kami berjalan, sampailah kami di Pos-2, Arban. Kami melepas lelah di sini. Sudah ada dua tim yang terlebih dahulu istirahat di sana. Ada sebuah bangunan beratap yang bisa digunakan untuk sekedar beristirahat. Satu dari dua tim yang istirahat itu pun berpamitan kepada kami untuk melanjutkan perjalanan. Kami sepakat istirahat di sini sekitar lima belas menit. Sebatang rokok, kata wa Ali.


Di sini kami duduk-duduk. Mang Omo sama Wa Ali ngerokok. Ada juga yang minum, atau bahkan tiduran. Kami sepakat untuk tidak makan siang di sini, belum lapar memang.

Pas kami istirahat, datenglah rombongan dari UPI yang tadi sempet ketemu di Argamukti. Oh ya, dari sekian banyak personil rombongan UPI ini, ternyata ada satu sosok makhluk berhijab yang lumayan bening, Subhaanallooh. Dalam perjalanan ini, makhluk bening berhijab inilah yang akan menjadi penyemangat kami. Eh wait, kami?? Aku doang mungkin, hahaha. Aku menyebutnya si abu-abu, sesuai dengan warna kostum yang dipakenya.

Lima belas menit telah berlalu, satu batang rokok udah habis dibakar. Saatnya melanjutkan perjalanan kembali. Meninggalkan satu tim yang datang duluan, juga meninggalkan tim UPI, termasuk si abu-abu, haha. Berpamitan dengan mereka, dan kami siap meneruskan langkah.

Dari Pos-2 ini, jalur yang bekas aspal tadi udah menghilang, digantikan dengan jalan setapak untuk satu orang. Trek medannya sudah mulai menanjak. Oh iya, carrier sudah berpindah bahu.

Vegetasi sudah mulai melebat, khas dengan hijaunya pepohonan hutan yang bahkan tak satupun dari kami mengenal nama pohon yang tumbuh di sepanjang jalur ini. Hijau, rimbun, indah, dingin. Indonesia.

Dalam perjalanan menuju Pos-3 ini, dua kali kami sempet break. Juga sempet foto-foto. Di lokasi break yang kedua, kami sempat makan kurma yang entah siapa yang bawa, kami nikmati aja, hehe. Lisanan yang nawarin ke aku. Lumayan, buat tambahan stamina.


Kami sempet ngeduluin rombongan bapak-bapak yang terdiri dari sekitar empat orang kalau gak salah. Keren, walaupun udah bapak-bapak, tapi semangatnya tetep mantap.

---

Sabtu/14/05/2016-14:53.
Akhirnya kita temukan juga Pos-3, Tegal Masawa, setelah menempuh hampir dua jam perjalanan. Pos-3 ini hanya sebuah kawasan yang cukup lapang, gak ada lagi bangunan seperti halnya di Pos Arban. Di sini kami bongkar bekal. Makan siang dengan menu sederhana yang udah kami beli tadi.


Nasi dengan lauk telor dadar adalah santapan istimewa siang itu. Lahap banget kami makan. Kalori yang kami butuhkan gak main-main ternyata, haha, dasarnya emang pada doyan makan, haha. Kebersamaan kayak gini ini sumpah keren banget, gak akan bisa dituker dengan rupiah berapapun, gakan kebeli dengan mata uang manapun, sebanyak apapun.

Beres makan, istirahat sejenak, makin ramai aja Pos-3 dengan mulai berdatangannya rombongan pendaki lain yang juga melepas lelah di sini. Kami bongkar salah satu carrier, ambil terpal yang lumayan lebar, kami akan melaksanakan sholat Dzuhur yang kami qoshor dan jama’ sekaligus dengan Ashar di sini. Aku imamnya saat itu. Tuhan, ini adalah sholat terindah dalam sejarah. Sholat di tengah hutan, di jalur pendakian Ciremai, ditemani dengan nyanyian alam, sahutan burung, terpaan merdu angin, dan ahhh,, keindahan ini gak bisa aku tulis dengan kata-kata. Tuhan, aku kecil di hamparan semestaMu.

---

Beres packing masukin terpal alas ibadah kami, kami lanjutkan perjalanan. Medan semakin menanjak saja rasanya. Yah, namanya juga naik gunung, pasti nanjak, sanggah Lisanan, hehehe. Di sini nafasku mulai satu-dua. Mang Omo sebagai personil paling sepuh di tim kami, kayak gak ada capeknya. Carrier masih ada di dia, tapi sumpah, kekuatannya itu loh, luar biasa, hehe. The power of bapak-bapak.

Dalam perjalanan menuju Pos-4 ini, rombongan kami diduluin oleh rombongan UPI, Bandung. Yampun, pesona si abu-abu gak pudar, hehe. Monggo, yang muda lewat aja duluan, kami yang lebih tua mengawal saja di belakang, haha.

Trek sudah mulai bertanah basah, rimba semakin lebat. Tanjakan demi tanjakan berhasil kami lewati, aku, masih dengan nafas satu-dua. No jackpot, yah turunan adalah hal langka di jalur ini, hampir gak ada malahan. Oh iya, kami sering papasan dengan beberapa pendaki yang turun dari puncak, selalu ada lontaran kalimat semangat yang mereka ucapkan sebagai pembakar api semangat bagi kami. Selalu senyum, selalu saling sapa, sama-sama ramah.

Ada hal menarik yang kami temui di sini. Ada sepasang pendaki yang turun dari puncak, papasan dengan kami di sebuah kelokan yang menanjak. Sepasang cowok dan cewek. Yang jadi menarik dan jadi masalah adalah si cewek, ya ampun, roknya itu loh, miniiiii banget. Rok pendek kiwir-kiwir ala kostum cheerleader gitu lah, yampuuun. Ditambah kulitnya yang putiiiih, bersih banget. Aku yang berada dalam barisan paling belakang sampe melongo ngeliatnya, dan aku yakin yang melongo pasti gak aku ajah, sumpah. Bodo amat dengan cowoknya, hahaha. Kok bisa loh naik gunung pake kostum kayak gitu, mana bersih banget lagi, beda sama keadaan kami yang udah mulai kumal dan kotor sama tanah di sana-sini. Cerita tentang cewek ini terus aja kami ulang-ulang sepanjang perjalanan, bahkan sampe pulang keesokan harinya, hahaha, dasar cowok.

---

Sabtu/14/05/2016-16:32.
Hari udah mulai sore pas kami nyampe di Pos-4, Tegal Jamuju. Gak terlalu lama ternyata. Di pos ini bahkan udah ada yang nge-camp, sekitar empat buah tenda ada di sini, penghuninya adalah cowok-cowok seumuran kita-kita, ada bapak-bapaknya juga dink.


Kami sempet khawatir, jangan-jangan di atas udah gak ada lahan buat nge-camp, ini di sini aja di Pos-4 udah ada yang diriin tenda. Hmm, biarin deh, pasti ada, kami yakin masih ada space buat tenda kami di atas sana.

Gak lama kami istirahat di sini, karena Pos-4 ini gak seluas Pos-3 sebelumnya, apalagi space yang ada udah dipake beberapa buah tenda yang didiriin di sini, kami pun kembali melanjutkan perjalanan.


Trek semakin menggila lepas Pos-4 ini, buat aku yang pemula, ini lumayan berat. Nanjak terus, nanjak banget malah. Akar-akar pohon cantigi menjadi pegangan yang bisa diandalkan saat harus menghadapi trek dengan kontur menanjak. Hujan mulai turun.

Kami serempak berhenti, antara bingung mau pake jas hujan atau jalan terus. Beberapa dari kami ternyata gak bawa jas hujan. Aduh, mereka terlalu menyepelekan alam. Padahal itu kan perlengkapan dasar pendakian di bulan-bulan yang masih sering turun hujan seperti saat ini. Kami putuskan untuk terus jalan aja menembus hutan yang hujan, hari udah makin gelap.

Beruntung, gak lama hujan mereda. Hujan dan trek yang menanjak adalah sebuah perpaduan yang begitu istimewa. Haha. Sandal gunung Eiger yang aku pake ternyata sangat bisa diandalkan, sama sekali tidak licin, anti selip.

Kami mulai memasang headlamp, beberapa dari kami menggunakan senter. Hari sudah mulai gelap, kami putuskan untuk segera mendirikan tenda di lokasi manapun yang kami temui nantinya yang memungkinkan kami buat nge-camp. Beberapa saat sebelumnya tadi, kami sempet ketemu dengan petugas patroli TNGC, dari beliau kami dapat informasi kalau Pos-5 yang menjadi batas akhir pendirian tenda sudah penuh, jadi kami harus nge-camp di bawah Pos-5. Beliau mengatakan bahwa di bawah Pos-5 masih ada space, jaraknya kurang lebih sekitar lima menit perjalanan tanpa carrier di bawah Pos-5, ujar beliau.

---

Sabtu/14/05/2016-18:12.
Kami menemukan spot yang sudah banyak berisi tenda, ada sekitar lima atau enam tenda didirkan di sini, namun masih menyisakan lahan kosong yang memungkinkan kami untuk mendirikan dua buah tenda lagi. Mungkin ini lokasi yang dimaksud oleh petugas patroli TNGC yang kami temui tadi. Oke, kami sepakat nge-camp di sini. Perjalanan diteruskan pun juga belum tentu nemu spot lagi, belum lagi kondisi fisik yang udah sangat lelah, juga udara yang super duper dingin, dipadukan dengan hembusan angin gunung yang suaranya, sumpah, belom pernah aku denger angin sekenceng ini, pantes TNGC ngeluarin larangan nge-camp lewat dari Pos-5.

Beberapa tenda yang ada di tempat ini ternyata adalah milik rombongan UPI yang tadi ngeduluin kami, mereka udah asyik di dalem tendanya masing-masing, tampak si abu-abu sudah ada dalam tenda bareng temen ceweknya, kostumnya udah ganti ternyata, gak lagi abu-abu, hehe.

Kami pun mendirikan tenda di sini. Aku, Mang Omo dan Wa Ali mendirikan satu tenda, sedangkan Lisanan and the Gank mendirikan satu tenda lainnya. Kami mulai bongkar carrier di tengah suhu yang aku rasa sangat rendah. Wa Ali juga kedinginan. Baju yang basah ditambah angin yang kenceng banget, bikin nambah dingin. Ini dingin terekstrim yang pernah aku rasa.

Tenda belum juga berdiri dan hujan dateng lagi, deres banget malah. Kami bergegas buru-buru berdiriin tenda, masang pasak di sana-sini, masukin frame, dan finally, tenda kami jadi. Punya Lisanan sudah berdiri lebih dulu, beda beberapa menit dari tenda kami.

Karena hujan dateng sebelum tenda belom bener-bener beres berdiri, dalem tenda pun banjir. Jadi, setelah tenda berdiri, kami gak bisa langsung nempatin, kami masih harus nguras dan ngeluarin air di dalem tenda. Suhu berasa makin turun, makin dingin. <bersambung>

No comments:

Post a Comment