Demi
meneruskan report Trip Hari Merdeka ini, biarlah gambar yang menjelaskan
semuanya. Hehehe, Males ngetik panjang lebar sih sebenernya.
Yang
jelas, perjalanan malam itu cukup mengasyikkan. Kemacetan panjang di daerah
Tegal bukan halangan buat NS-99 untuk takluk di peredaran pantura. Inisiatif
Driver untuk buka jalur dengan contra flow diikuti oleh beberapa bis lainnya.
Kami sampai di garasi Getas sekitar pukul setengah lima pagi.
Aku
dan Lisanan jalan ke arah masjid di sebelah garasi Nusantara yang sepagi itu
sudah sangat sibuk menggeliat dengan aktifitas rutin harian. Selain sholat
shubuh, kami sempatkan juga untuk mandi, mengubah rencana awal. Awalnya kami
berencana untuk mandi di Masjid Agung Kudus, berhubung di sini ada kamar mandi
yang bersih, kita mandi aja di sini.
Perjalanan
kami lanjutkan dengan jalan kaki menuju pusat kota, ke alun-alun. Jalanan Kudus
pagi itu masih sangat sepi sekali. Bener-bener sepi malah.
Kami
teruskan langkah kaki sampai ke alun-alun. Ternyata masyarakat terkonsentrasi
di sini. Car Free Day dimanfaatkan warga Kudus untuk berolahraga atau sekedar
berwisata kuliner dengan banyaknya penjual makanan di sana.
Jalanan
alun-alun benar-benar penuh, begini kondisinya di depan Landmark Tiga Unsur
Kudus.
Penampakan
Masjid Agung Kudus yang ternyata ditutup. Bersyukur kami tadi sempatkan mandi
di masjid deket garasi, kalau tidak, sampai sini ZONK.
Lanjut
lagi, sambil nyari sarapan. bergantian narsis di perempatan di bawah penunjuk
Jalan Sunan Kudus.
Setelah
sarapan dengan nasi pecel dengan harga yang murah meriah, lanjut jalan lagi ke
Komplek Makam Sunan Kudus. Beginilah suasana jalan masuk ke Makam Sunan Kudus
pagi itu. Masih sepi dari peziarah.
Berbekal
tanya-tanya ke Bapak petugas Dishub yang bertugas di terminal dengan komplek
Makam Sunan Kudus, kita lanjut perjalanan ke Colo, menuju Makam Sunan Muria. Perjalanan
ini menggunakan angkot warna kuning dengan jarak yang jauuuuuh banget. Sampai
di kawasan Makam sunan Muria, perjalanan dilanjut dengan ojek.
Ojek
di sini ngebut bukan main, jalan yang menanjak dan berkelok-kelok bukan
hambatan untuk driver ojek menurunkan laju kendarannya. Sumpah ini pertama
kalinya kami naik motor se-ekstrim ini.
Suasana
Makam Sunan Muria siang itu bener-bener padat, sangat ramai. Kami urungkan niat
berjalan lebih dekat ke Komplek Makam karena memang benar-benar ramai
pengunjung, maklum liburan katanya.
Kami
kembali turun naik ojek. Komplek Makam Sunan Muria memang berada di atas bukit.
Kami teruskan perjalanan menuju Jepara. Uniknya, angkot yang kami naiki pada
waktu berangkat ke Colo, adalah angkot yang sama dengan angkot yang kami naiki
sekarang saat perjalanan ke sub terminal Jetak. Pak Supirnya pun masih sama,
dan beliau mengingat kami. “Loh, kok udah pulang aja, kalian ziarah apa cuman
main kok cepet banget?” Tanyanya kepada kami.
Kami
turun di depan Ramayana, oper angkot warna ungu menuju sub terminal Jetak. Dari
sub terminal Jetak, kami harus menaiki bus medium dengan body tua. Sebelumnya,
saat di terminal Makam Sunan Kudus, petugas Dishub yang kami tanyai berpesan,
kalau mau ke Jepara dari sub terminal Jetak, cari bus medium dengan plat nomor
K XXXX CX (misalnya: K 1234 CA), jangan yang K XXXX XX (misalnya: K 1234 BA)
karena bus dengan nopol akhir C akan langsung ke terminal Jepara, sedangkan bus
dengan nopol akhir selain C, akan dioper, karena tidak sampai ke Jepara.
Masalah
pun datang saat kami baru turun dari angkot ungu di sub terminal Jetak. Ransel
Lisanan langsung diangkut oleh kenek bus medium yang saat itu memang ngetem di
sana. Kami tidak bisa berbuat banyak. Aku udah maksa buat tidak naik bus
tersebut karena kulirik nopol belakangnya bukan C, melainkan B. Tapi sang kenek
ngotot bilang bahwa bus ini ke Jepara, gak akan dioper. Aku masih kekeuh nanya ke
kenek dengan nada tinggi, “Beneran gak dipoer? Awas aja yah sampai kami dioper.”
Kami
berdua pun naik di seat depan, sebelah driver, saat itu sudah ada satu orang di
sana. Ditambah kami, jadi seat depan terisi tiga orang penumpang. Benar-benar
sempit. Kondisi bus yang sudah sangat tua dan dipaksa jalan sangat terlihat di
sini. Sempat terpikir bagaimana kendaraan umum sebagai akses ke tempat wisata
sekelas Jepara dengan Karimun Jawa-nya bisa seterpuruk ini kondisinya? Lah
kalau ada bule mau ke Jepara dari Kudus, naik angkutan transportasi yang model
gini, apa ya gak malu kita sebagai Bangsa Indonesia?
Selama
perjalanan, sang kenek terus-terusan nagih ongkos, aku bilang aja uangnya di
saku celana, susah diambil karena sempit. Padahal ini taktik, aku akan bayar
ongkos, nanti ketika bener-bener sudah nyampe di terminal Jepara. Ditagih lagi,
alesan susah ngambil uang lagi. Ditagih lagi, alesan gitu lagi.
Dan
akhirnya memang bener, di suatu daerah entah di mana, kami semua penumpang
tujuan Jepara dioper ke bis medium lain. Aku sempat adu mulut dengan sang
kenek. “Katanya gakan dioper? Gimana sih?”. Sang kenek berdalih bahwa armadanya
akan dipakai buat jemputan sekolah. Dengan masih bersungut, tanpa kutatap dan
sambil berjalan ke bus operan, kubayar ongkos kami.
Inilah
potret transportasi yang mungkin harus dibenahi, transportasi menuju kawasan
wisata harusnya bersih dari aksi tipu-tipu dan dibuat senyaman mungkin, karena
tidak menutup kemungkinan bukan hanya tamu lokal yang menjadi korban, apa
jadinya kalau kejadian tersebut menimpa tamu asing? Malu.
Aku
dan lisanan, beserta penumpang lain masuk ke bus operan, tak kalah tua
penampilannya.
Sampai
juga kami di terminal Jepara yang lokasinya sudah berada di dekat pantai. Kami
langsung ditawari jasa becak menuju Pantai Kartini. Oke kami terima. Suasana
Jepara sangat terik siang itu. Masuk kawasan Pantai Kartini, di gerbang loket
kami diharuskan bayar tiket masuk, tapi karena kami adalah tamu dari salah satu
homestay di kawasan Pantai Kartini, kami masuk dengan gratis. Memang begitu
aturannya. Pak Becak terus mengayuh becaknya membawa kami ke homestay yang
sudah kami reservasi sebelumnya. Dan inilah homestay kami.
Homestay
ini merupakan homestay yang paling banyak direkomendasikan oleh traveller,
tempatnya memang benar-benar nyaman, cozy kalau bahasa sekarangnya. Crew-nya
juga ramah. Harga pun tidak terlalu mahal.
Kami
taruh barang-barang, cuci muka, dan keluar lagi dari homestay, saatnya explore
kawasan Pantai Kartini. Kami makan siang terlebih dahulu di sebuah warung yang
ada di deket homestay. Ini yang kami suka, walaupun berada di komplek wisata,
penjual di sini tidak memasang harga tinggi untuk item yang dijualnya. Semua
pedagang menerapkan hal sama.
Perjalanan
explore kawasan wisata ini kamu lanjutkan menuju Pulau Panjang melalui dermaga
Sapta Pesona.
Penyeberangan
memakan waktu tempuh sekitar 20 menit menuju Pulau Panjang. Tidak terlalu lama.
Menjelang
petang, kami harus kembali ke Pantai Kartini. Kami pulang dengan kapal
terkahir. Karena kapal terkahir, penumpang jadi sangat penuh. Ternyata tidak
semua pengunjung Pulau Panjang pulang, banyak di antara mereka yang nge-camp di
pulau ini, mulai mendirikan tenda.
Break.
Istirahat. Lanjut Besok.
Pagi-pagi,
kami kembali explore Pantai Kartini. Tidak mau kehilangan waktu sedikit pun.
Kalau ngetrip jauh-jauh cuman buat di penginapan aja, ngapain ngetrip? Tujuan
pertama kami adalah Pelabuhan Jepara yang katanya sudah sekitar seminggu tidak
melayani penyeberangan ke Karimun Jawa karena faktor cuaca.
Tampak
di belakang adalah Kapal Fery Siginjai rute Jepara-Karimun Jawa yang konon
sudah seminggu bersandar, menunggu izin berlayar. tampak beberapa traveller
lokal maupun asing yang “keleleran” di sekitaran pelabuhan menunggu kejelasan
dan izin berlayar kapal.
Beres
di Pelabuhan, kami lanjut lagi ke Kura-Kura Ocean Park dengan icon kura-kura
raksasanya. Megah.
Ya,
banyak akuarium berisikan beberapa satwa dan biota laut di dalam Ocean Park
ini. Kami sempatkan juga mencoba wahana Teather 3D di dalam Ocean Park.
Puas
jalan-jalan, saatnya kembali pulang, sekarang sudah Senin, dan besok sudah
harus kembali kerja. Balik ke homestay, berkemas, check out. Nunggu travel yang
akan membawa kami ke Semarang. Ini adalah penampakan travel yang kami pesan.
Jepara-Semarang
ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga jam. Lebih banyak kuhabiskan waktu
dengan tidur-tidur ayam selama di dalam travel. Sampailah kami di sebuah agen
bus di kawasan Kalibanteng, Semarang. Saatnya naik bus untuk kembali ke Cirebon.
Yap,
kami pulang dengan meggunakan armada Nusantara Patas. Tapi kerennya, walaupun
patas, armada yang kami gunakan siang itu, sesuai yang terlihat di foto
menggunakan baju Jetbus jahitan Adi Putro dengan label RoyalCoachSE, gak
biasa-biasanya RoyalCoachSE dipakai armada Patas, armada eksekutif aja masih
banyak yang pake RoyalCoachE.
Material
yang digunakan untuk bus jahitan Adi Putro dengan label RoyalCoachSE lebih baik,
lebih tebal dan lebih elegan jika dibandingkan dengan jahitan Adi Putro dengan label RoyalCoachE.
Itu yang membuat bus keluaran Adi Putro dengan label RoyalCoachSE berharga
lebih mahal, namun lebih nyaman, lebih elegan dan lebih safety tentunya.